Oleh Muhammad Alfath

Masyarakat Adat Rejang di Bengkulu punya ritual unik di Tahun Baru 2025. Ritual yang diberi nama Misai Niat atau membayar nazar ini dilaksanakan di komunitas Kutai Tunggang, Kecamatan Lebong Utara, Kabupaten Lebong pada 1 Januari 2025.

Ketua Pelaksana Harian AMAN Daerah Taneak Jang, Kidang Barada menjelaskan ritual membayar nazar ini sudah menjadi tradisi turun temurun di Masyarakat Adat Rejang.  Tradisi leluhur yang dilaksanakan di awal Tahun Baru ini, katanya, bisa dilakukan setiap hari ketika ada Masyarakat Adat yang mau membayar nazar.

Menurut Kidang, ritual Misai Niat ini wajib dilakukan ketika ada Masyarakat Adat yang bernazar setelah permintaannya terkabul.

“Nazarnya itu harus dibayar dengan cara melaksanakan ritual Misai Niat,” kata Kidang Barada disela pelaksanaan ritual Misai Niat di komunitas Kutai Tunggang pada Rabu, 1 Januari 2025.

Kidang menerangkan ritual adat ini merupakan bagian dari tradisi suku Rejang yang bertujuan sebagai ungkapan puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa dan membayarkan janji atas sebuah permohonan yang pernah dipanjatkan. Selain itu, ritual ini juga sebagai ajang silaturahmi antar masyarakat, tokoh dan tetua adat.

Dalam prosesnya, sebut Kidang, setiap orang yang ingin membayar nazar mendatangi sebuah petilasan kramat bernama Ulau Dues, berupa batu berbentuk segi lima yang berada di pinggir sungai Ketahun, desa Tunggang, Kecamatan Lebong Utara, Kabupaten Lebong. Menurut cerita, batu ini adalah tempat keramat yang dahulunya lokasi sumpah Ki Karang Nio (Sultan Abdullah), sebelum menghilang.

Kidang menyebut Ki Karang Nio merupakan anak keenam dari Rajo Mawang, seorang raja di Tanah Rejang. Sebelum menghilang, Ki Karang Nio menyampaikan dua pesan, yaitu : Pertama, apabila ada yang sedang dalam kondisi kesulitan atau terdesak, maka datanglah ke sana (Ulau Dues). Kedua, sungai Ketahun yang melintasi lokasi batu sumpah tidak dilalui buaya.

“Setelah mengucap sumpah itu, Ki Karang Nio menghilang dari atas batu. Sejak itu, lokasi Ulau Dues menjadi tempat ritual Misai Niat,” ungkap Kidang.

Indra Jaya selaku pemimpin ritual Misai Niat menyatakan bagi Masyarakat Adat Rejang, ritual Misai Niat ini sebagai bentuk janji kepada Tuhan, sekaligus sebagai wujud rasa syukur serta euforia dalam suatu momen keberhasilan. Indra menyatakan siapa pun yang mempunyai nazar harus membayarnya dengan melaksanakan ritual Misai Niat. Jika nazarnya tidak dibayar, maka akan ada hukuman dari leluhur. Indra menyebut contoh hukuman leluhur terhadap mereka yang tidak membayar nazar biasanya akan mengalami  sakit seluruh badan, lumpuh, bisu, dan lainnya.

Ritual Adat Misai Niat. Dokumentasi AMAN

Prosesi Ritual Misai Niat

Juru kunci Ulu Dues, Datuk Mar'an menjelaskan rangkaian dan bahan yang harus disiapkan oleh masyarakat yang akan melakukan ritual Misai Niat. Sebelum melakukan ritual,  perlu dipersiapkan semua hal yang terkait, misalnya niat bayar kambing ketika permohonannya terkabul. Maka, kambing yang disiapkan tidak boleh dalam keadaan hamil, tidak boleh terlalu kecil. Paling kecil, kambing berumur 4 bulan. Kemudian, disiapkan juga ayam hitam dan putih.

Datuk Mar’an menerangkan sebelum disembelih, kambing dan ayam tersebut harus di mandikan air jeruk yang sudah didoakan. Kemudian, memasak kambing diutamakan kaki kanan depan belakang, kepala, hati. Sementara untuk ayam diambil semua isi dalam perutnya.

“Saat memasak, tidak boleh dicicipi.  Karena kalau dicicipi atau salah tata cara memasaknya maka ritual tersebut dianggap tidak sah,” tegas Datuk Mar’an.

Ditambahkannya, setelah daging kambing dan ayam masak maka setelah itu akan dihidangkan di tampan (wadah lebar) dengan nasi kuning.

Setelah itu, akan dilaksanakan ritual Misai Niat yang dipimpin oleh juru kunci keramat Ulau Dues. Namun, sebutnya, sebelum diserahkan ke juru kunci keramat Ulau Dues,  perempuan adat akan mempersiapkan sejumlah bahan pelengkap meliputi 9 lembar siri yang sudah di campur sedikit kapur siri atau gambir kemudian dilipat (iben matei), 9 lembar siri biasa (9 iben idup), 1 gelas air kelapa (bioa nyoa), 2 gelas air biasa (bioa putiak), 9 lembar gambir lipat, 1 kotak air kunyit yang dibuat dari daun pisang seperti mangkuk (bioa kunik), 1 kotak darah kambing (daleak kambing), 1 kotak kapur siri sudah dicampur air (upua), 1 kotak beras sudah dicampur kunyit (blas kunik).

Datuk mengatakan semua bahan pelangkap tadi disatukan dalam satu wadah piring. Setelah itu baru diserahkan dan dilaksanakan ritual.

Datuk menambahkan setelah ritual selesai, diambil sedikit nasi kuning, sedikit hati ayam dan kambing. Kemudian, ditaruh di selembar daun pisang atau daun yang sudah dibulatkan. Setelah itu, hidangkan bersama Masyarakat Adat setempat. Lalu, dilaksanakan doa selamat.

“Setelah doa selamat, dilaksanakan makan bersama,” terangnya.

***

Penulis adalah Jurnalis Masyarakat Adat di Bengkulu

Writer : Muhammad Alfath | Bengkulu
Tag : Misai Niat