Oleh Simon Welan

Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Daerah Flores Bagian Timur mengecam keras tindakan PT Kristus Raja Maumere (Krisrama) yang diduga telah mengintervensi proses hukum terhadap sejumlah pejuang Masyarakat Adat Suku Soge dan Suku Goban yang kini sedang ditahan Polres Sikka.

PT Krisrama mengutus sejumlah orang untuk mempengaruhi keluarga tersangka agar mencabut kuasanya dari Perhimpunan Pembela Masyarakat Adat Nusantara (PPMAN) sebagai penasehat hukum. Tindakan ini dinilai oleh AMAN Flores Bagian Timur sebagai bentuk intervensi untuk melemahkan perjuangan Masyarakat Adat dalam mencari keadilan.

Ketua Pelaksana Harian AMAN Daerah Flores Bagian Timur, Antonius Toni mengatakan perusahaan PT Krisrama diduga telah melakukan mobilisasi untuk meminta keluarga para tersangka  menandatangani surat pencabutan kuasa dari PPMAN.

Setelah mendapatkan persetujuan dari keluarga para tersangka, lanjut Antonius, orang-orang suruhan PT Krisrama menemui para tersangka di dalam tahanan Polres Sikka. Mereka membujuk para tersangka untuk menandatangani surat pencabutan kuasa dari PPMAN. 

Para tersangka dijanjikan akan dibebaskan jika mencabut kuasanya dari PPMAN.

“Para tersangka telah dikelabui PT Krisrama, buktinya setelah kuasa dicabut, para tersangka masih tetap mendekam di tahanan,” kata Antonius Toni dalam keterangannya pada konferensi pers di Blevak Utanwair, Nangahale-Maumere, Kabupaten Sikka pada 29 Desember 2024.

Antonius menyebut para tersangka yang telah mencabut kuasanya dari PPMAN adalah Yosep Joni, Yohanes Woga, Bernadus Baduk. Sementara, lima tersangka lainnya yang ikut ditahan di Polres Sikka menolak untuk mencabut kuasa dari PPMAN. Mereka adalah Germanus Gedo, Nikolaus Susar, Thomas Tobi, Magdalena Martha dan Maria Magdalena Leni.

Menurut Antonius, cara-cara yang dilakukan oleh PT Krisrama ini sudah tidak beretika lagi karena diam-diam telah mendatangi para tersangka dan memintanya untuk menandatangani surat pencabutan kuasa tanpa sepengetahuan kuasa hukum yang selama ini mendampingi para tersangka.

Antonius mengungkap surat pencabutan kuasa para tersangka itu diketahui dari isi kotbah RD. Yan Faroka pada Misa hari Minggu, 22 Desember 2024. Dalam kotbahnya, RD Yan Faroka mengatakan para tersangka yang telah menandatangani surat pencabutan kuasa akan mendapatkan keringanan hukuman dengan syarat mengakui kesalahannya, meminta maaf dan memberikan kesaksian bahwa tindakan mereka merusak plang perusahaan PT Krisrama.

Masyarakat Adat Suku Soge dan Suku Goban protes penahanan terhadap delapan pejuang Masyarakat Adat. Dokumentasi AMAN

Ditahan

Delapan orang pejuang Masyarakat Adat Suku Soge dan Suku Goban di Nangahale, Kecamatan Tali Bura, Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur ditahan usai memenuhi panggilan penyidik Polri di unit Pidum Satreskrim Polres Sikka pada 25 Oktober 2024.

Kedelapan pejuang Masyarakat Adat yang ditahan adalah Nikolaus Susar, Bernadus Baduk, Thomas Tobi,  Germanus Gedo, Yohanes Woga, Yosep Joni, dan dua orang Perempuan Adat yakni  Magdalena Marta dan Maria Magdalena Leny.

Penahanan delapan orang Masyarakat Adat ini mengundang kecaman dari Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) karena dinilai sebagai bentuk pembungkaman terhadap suara-suara perjuangan Masyarakat Adat dalam memperjuangkan hak atas tanah eks Hak Guna Usaha (HGU) di Nangahale.

Sebelum ditahan, Masyarakat Adat Suku Soge Natarmage dan Suku Goban Runut pernah melaporkan beberapa kasus yang diduga dilakukan oleh PT Krisrama terhadap kedua suku tersebut. Namun, hingga saat ini kasus-kasus tersebut tidak ada satu pun yang ditindaklanjuti. Justru sebaliknya, Masyarakat Adat yang ditahan.

Kronologi penahanan para tersangka berawal dari surat panggilan Polres Sikka kepada delapan orang pejuang Masyarakat Adat Suku Soge Natarmage dan Suku Goban Runut untuk menemui penyidik di ruangan Unit Pidum Satreskrim Polres Sikka pada 22 Oktober 2024.

Tiga hari kemudian, kedelapan pejuang Masyarakat Adat Suku Soge Natarmage dan Suku Goban Runut memenuhi panggilan kepolisian untuk mendengarkan keterangan dan ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan dalam perkara dugaan tindak pidana pengerusakan. Namun, satu orang atasnama Maria Magdalena Leny menjadi tahanan luar karena anak balitanya tidak mau berpisah dengannya.

Mereka didampingi penasihat hukum Antonius Johanes Bala dan Laurensius Weling dari PPMAN.

Sebagai bentuk solidaritas terhadap kedelapan pejuang Masyarakat Adat, hadir sekitar 60 pejuang Masyarakat Adat lainnya untuk menghantar dan menemani mereka saat ditahan sebagai tersangka.

Para pejuang Masyarakat Adat yang hadir di Mapolres Sikka memprotes penahanan kedelapan pejuang Masyarakat Adat tersebut karena dinilai diskriminatif dan tidak adil.

***

Penulis adalah Jurnalis Masyarakat Adat dari Nusa Bunga

Writer : Simon Welan | Nusa Bunga
Tag : AMAN Flores Bagian Timur Kecam Perusahaan Intervensi Pencabutan Kuasa dari PPMAN