Ibu Kota Nusantara Banjir Menenggelamkan Rumah Masyarakat Adat di Penajam Paser Utara
04 Februari 2025 Berita LawangOleh Lawang
Ibu Kota Nusantara (IKN) di Kabupaten Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur mengalami banjir hingga menenggelamkan beberapa rumah Masyarakat Adat akibat hujan deras yang melanda wilayah tersebut pekan lalu.
Sebanyak 14 kepala keluarga atau 42 orang yang tinggal di kawasan RT 1 dan RT 02, kampung Sepaku Lama, Kecamatan Sepaku, Penajam Paser Utara terdampak banjir setinggi 1 meter. Kondisi ini menyebabkan aktivitas warga menjadi terganggu dan tanaman seperti pohon kelapa dan kelapa sawit banyak yang rusak. Selain itu, sejumlah buaya juga dilaporkan masuk ke permukiman warga.
Sahrul, salah seorang warga yang mengalami banjir mengatakan belakangan ini banjir kerap melanda kampung mereka. Biasanya satu kali dalam setahun, tapi kali ini banjir melanda perkampungan mereka dalam rentang waktu satu minggu terjadi tiga kali.
“Kalau dulu, sebelum ada proyek Intake, kampung kami banjir kalau terjadi hujan deras selama 3-4 hari berturut-turut. Sekarang, setelah ada proyek Intake, hujan sehari saja langsung banjir,” terangnya, Selasa (28/1/2025).
Sahrul mengaku warga mulai resah dengan adanya banjir yang kerap melanda perkampungan mereka. Disebutnya, banyak rumah warga yang tenggelam banjir. Hampir setiap minggu warga membersihkan lumpur yang terbawa banjir masuk ke rumah mereka .
"Mau patah rasanya pinggang ini membersihkan lumpur yang terbawa banjir masuk ke rumah,” keluhnya.
Sahrul juga menuturkan setiap kali terjadi banjir, buaya sering masuk di bawah kolong rumah mereka. Terkadang buayanya masuk juga ke garasi rumah.
“Buaya yang masuk ke rumah besar, panjangnya 4 meter,” ujarnya sembari menambahkan kasus buaya masuk rumah ini menyebabkan masyarakat tidak bisa tidur nyenyak di rumah.
Banjir di Sepaku. Dokumentasi AMAN
Dikatakannya, intensitas banjir semakin parah melanda perkampungan mereka diduga akibat pembangunan Intake Sungai Sepaku yang membendung Sungai Sepaku secara menyeluruh. Intake tersebut dibuat dengan cara membuat dinding beton yang mengelilingi Sungai Sepaku.
Kepala Satgas Pelaksanaan Pembangunan Infrastruktur Ibu Kota Nusantara (IKN) Danis Hidayat Sumadilaga mengklaim bahwa pembangunan Intake Sepaku dapat meminimalisir banjir. Selanjutnya, banjir yang melanda kawasan Sepaku merupakan hal yang biasa dan pembangunan Ibu Kota Nusantara bukan penyebab banjir (Antara News, 2024).
Menanggapi hal ini, Sahrul mengatakan bahwa pernyataan terebut menyesatkan dan tidak sesuai dengan fakta yang terjadi di lapangan serta yang dialami warga.
Menurutnya, proyek yang diklaim sebagai penanganan banjir, malah menjadi penyebab banjir yang menyengsarakan masyarakat Sepaku. Setiap hujan melanda Sepaku, warga selalu merasa was-was karena banjir akan merendam rumah mereka.
Selain banjir, imbuhnya, pembangunan Intake Sungai Sepaku juga menyebabkan krisis air bersih. Sungai Sepaku yang sebelum ada proyek Intake Sepaku dimanfaatkan oleh masyarakat untuk kebutuhan sehari-hari seperti mandi, mencuci, dan memasak. Kini, tidak bisa lagi dimanfaatkan oleh masyarakat.
Untuk memenuhi kebutuhan air untuk sehari-hari, sebutnya, masyarakat harus membeli air tandon berkapasitas 1.200 liter seharga Rp 100.000. Dalam satu minggu, masyarakat menghabiskan tiga tandon.
“Artinya, masyarakat harus menambah pengeluaraan sebanyak Rp 300.000 untuk membeli air tandon,” tegasnya.
Bagi masyarakat yang tidak mampu membeli air tandon, mereka terpaksa menampung air hujan dalam wadah-wadah yang mereka sediakan sendiri.
Sahrul menerangkan akibat proyek Intake Sepaku ini pula, berbagai jenis ikan lenyap seperti ikan Siaran, ikan Baung, dan Ikan Seluang yang merupakan ikan khas sungai Sepaku yang dikonsumsi masyarakat sebagai sumber protein.
Kemudian, berbagai situs sejarah lenyap seperti Batu Badok dan Batu Sekiur. Ritual yang berhubungan dengan sungai pun terancam lenyap seperti ritual Jakit dan Ancak yang bertujuan untuk membayar niat pada penguasa sungai. Masyarakat Adat Balik menyebut hal ini sebagai Tondoi.
“Lambat laun, kita khawatir ritual leluhur Masyarakat Adat ini juga bisa punah,” pungkasnya.