Oleh Tim Infokom AMAN Kalimantan Tengah

Kepala Desa Tempayung Syachyunie dituntut satu tahun penjara oleh Jaksa Penuntut Umum dalam sidang lanjutan di Pengadilan Negeri Pangkalan Bun, Kabupaten Kotawaringin Barat  pekan lalu.

Tuntutan terhadap pria berusia 48 tahun ini dinilai sebagai bentuk pembungkaman perjuangan Masyarakat Adat dalam memperoleh haknya secara adil atas kehadiran perusahaan kelapa sawit di tanah leluhur.

Gregorius Retas Daeng, selaku kuasa hukum Syachyunie mengatakan proses hukum yang  dihadapi oleh Kepala Desa (Kades) Tempayung Syachyunie merupakan bentuk kriminalisasi perusahaan sawit dan aparat penegak hukum. Dimata Masyarakat Adat, sebutnya, tuntutan satu tahun penjara yang ditujukan kepada Syachyunie tidak sekedar karena dituduh sebagai dalang pemortalan (penutupan akses) ke perkebunan PT Sungai Rangit Sampoerna Agro, tetapi lebih pada cara perusahaan untuk membungkam perjuangan Masyarakat Adat.

“Tuntutan satu tahun, dua tahun, lima tahun atau sepuluh tahun, bagi kami itu tetap cara untuk membungkam perjuangan Masyarakat Adat. Ini cara mengkriminalisasi Masyarakat Adat agar tidak boleh menuntut haknya,” kata Gregorius usai sidang pembacaan tuntutan Kepala Desa Tempayung Syachyunie di Pengadilan Negeri Pangkalan Bun, Selasa (11/3/2024).

Gregorius mengatakan tuntutan terhadap Syachyunie tidak berdasar karena jaksa gagal membuktikan Syachyunie bersalah dalam persidangan. Fakta persidangan tidak cukup kuat menghubungkan pasal pidana yang dituntut dengan apa yang dilakukan Kades Tempayung. Kades tidak mengambil peran untuk melakukan tindakan menduduki, mengusai atau melakukan perampasan terhadap sawit milik PT Sungai Rangit.

“Yang dilakukan Kades Syachyunie memastikan aksi solidaritas Masyarakat Adat Tempayung berjalan aman, damai, kondusif dan tidak anarkis,” tegas Gregorius.

Sementara, aksi pemortalan dilakukan secara bersama-sama dan penuh kesadaran oleh seluruh Masyarakat Adat Tempayung.

“Bagaimana ceritanya, perbuatan yang dilakukan bersama-sama yang bertanggung jawab dibebankan kepada satu orang.  Harusnya kalau mau dituntut, tuntut semua. Karena yang mengambil tindakan, semua Masyarakat Adat,” imbuhnya.

Merujuk fakta-fakta persidangan dalam empat kali agenda pembuktian, sebut Gregorius,  Kades Tempayung seharusnya divonis bebas. Tak seorang pun saksi fakta di persidangan, kecuali tiga orang saksi fakta yang merupakan karyawan PT Sungai Rangit Sampoerna Agro, memberi keterangan memberatkan Kades Tempayunng. Itu pun ketiga saksi perusahaan memberikan keterangan yang tidak konsisten. Mereka tidak bisa menjelaskan bukti acuan keterlibatan Kades Tempayung sehingga layak didakwa sebagai aktor intelektual aksi pemortalan.

Para saksi perusahaan juga memberi kesaksian yang sumir kebenarannya saat menyebut lahan PT Sungai Rangit Sampoerna Agro seluas sekitar seribu hektar di Tempayung. Mereka pun berulang kali menyebut Tempayung menuntut plasma seluas 20 persen wilayah desanya, sebelum pada akhirnya merevisi pendapatnya bahwa yang dituntut Tempayung adalah 20 persen dari luas kebun PT Sungai Rangit di wilayah Tempayung.

Gregorius menjelaskan fakta yang tidak bisa dibantah dalam persidangan adalah aksi pemortalan. Ia mengakui bahwa aksi pemortalan itu memang ada. Namun, itu dilakukan dengan cara ritual oleh Masyarakat Adat Tempayung.

“Pemortalan dilakukan dengan menggunakan bahan sederhana kayu,  dalam bahasa adat disebut Anca’ Jejalai,” jelasnya.

Gregorius menambahkan apa yang dilakukan oleh Masyarakat Adat Tempayung itu bukan aksi kriminal, namun sebuah upaya perjuangan menuntut haknya. Hal itu dilakukan karena jauh sebelum aksi pemortalan, sebagaimana diungkap Kepala Desa Syachyunie di persidangan bahwa Masyarakat Adat Tempayung sudah menyampaikan tuntutan plasma  kepada perusahaan.

Menurutnya, jaksa terkesan mencari bukti bahwa portal Masyarakat Adat tidak memiliki legitimasi. Namun, saksi Demang Adat Kotawaringin Lama yang dihadirkan jaksa, justru menyatakan sebaliknya. Portal adat yang dilakukan Mantir (Tetua) dan Masyarakat Adat Tempayung adalah sah. Kesaksian itu diperkuat oleh keterangan ahli Masyarakat Adat dari Universitas Palangka Raya, Paulus Alfonso Yance Danaryanto. Ia menyebut prosesnya sudah sesuai ketentuan adat yang diatur dalam Peraturan Daerah Kalimantan Tengah No 16 tahun 2008 tentang Kelembagaan Adat Dayak di Kalimantan Tengah.

Gregorius menambahkan jaksa juga mencoba memberikan pembenaran dakwaannya dengan menyebut portal-portal itu didirikan di kebun perusahaan yang sudah bersertifikat Hak Guna Usaha (HGU). Namun, masyarakat Tempayung sebenarnya meminta tim lapangan dari Badan Pertanahan Nasional menunjukkan luasan riil kebun perusahaan yang ber-HGU.

“Permintaan ini belum terpenuhi, sampai kemudian polisi dan pihak perusahaan membuka paksa portal pada akhir September 2024 dan menggelandang Kades Tempayung Syachyunie ke pengadilan,” ungkapnya.

Kepala Desa dan Koalisi Tempayung menggelar dukungan untuk Syachyunie. Dokumentasi AMAN

AMAN Kotawaringin Barat Kawal Sidang Kades Tempayung

Kepala Desa Tempayung  Syachyunie dan penasihat hukumnya membacakan pembelaan (pledoi) atas tuntutan jaksa dalam sidang lanjutan di Pengadilan Negeri Pangkalan Bun, Jum’at (14/3/2025).

Dalam pledoinya, kuasa hukum Syachyunie membantah tuntutan jaksa disertai lebih dari 60 daftar alat bukti, yang menjelaskan perjuangan Masyarakat Adat Tempayung menuntut haknya, sejarah asal-usul kehadiran perusahaan dan hubungan relasi mereka dengan masyarakat.

Dalam persidangan ini, ratusan Masyarakat Adat Tempayung dan koalisi pendukungnya kembali menggeruduk Pengadilan Negeri Pangkalan Bun, meski dengan pengawasan ketat polisi.

“Jangan pernah takut diintervensi dengan instrumen-instrumen negara. Mereka dibayar oleh rakyat. Jangan menakut-nakuti rakyat. Perjuangan ini akan terus kita lakukan sampai Kepala Desa Tempayung dibebaskan,” kata Mardani, Ketua Pelaksana Harian AMAN Daerah Kotawaringin Barat. 

Mardani meneegaskan hukum harus ditegakkan, bukan untuk dipermainkan, bukan untuk dibeli, bukan untuk dijual.

“Hukum harus ditegakkan,” tegasnya.  

Writer : Infokom AMAN | Kalimantan Tengah
Tag : AMAN Kotawaringin Barat Syachyunie