Oleh Infokom AMAN

Sekretaris Jenderal AMAN Rukka Sombolinggi mengingatkan Pemerintah Republik Indonesia untuk segera menindaklanjuti pengakuan wilayah adat di negeri ini.

 Hal ini disampaikan Rukka Sombolinggi pada acara penyerahan peta wilayah adat kepada Pemerintah Indonesia di Badan  Registrasi Wilayah Adat (BRWA) Exhibition

 2025 yang berlangsung di auditorium RRI, bertepatan dengan perayaan Hari Kebangkitan Masyarakat Adat Nusantara (HKMAN) pada Senin, 17 Maret 2025.

Beberapa utusan pemerintah dari Kementerian Koordinator Infrastruktur dan Pembangunan, Kementerian ATR/ BPN, Badan Informasi Geospasial (BIG), Kementerian Kehutanan, Kementerian Dalam Negeri hadir dalam acara penyerahan wilayah adat. Para utusan pemerintah ini  menerima penyerahan peta wilayah adat sebanyak 1.583 wilayah adat dengan luas 32, 3 juta hektar.

Rukka mengucapkan terimakasih kepada utusan pemerintah yang hadir pada acara  penyerahan peta wilayah adat. Ini menandakan Masyarakat Adat masih diterima dan  didengar oleh pemerintah.

Dalam sambutannya, Rukka yang juga Ketua Dewan Pembina BRWA menegaskan sekaligus mengurasikan beberapa problematika yang hingga saat ini masih dialami oleh Masyarakat Adat.

Dikatakannya, ketika ada program pembangunan di Indonesia, maka peta wilayah adat itu akan menjadi penanda. Karena jika kebijakan pembangunan tersebut dijalankan dan apabila disitu terdapat wilayah milik Masyarakat Adat, maka peta wilayah adat harus menjadi pintu awal untuk memeriksanya.

“Peta wilayah adat merupakan alat pendeteksi bagi pemerintah. Karena sampai detik ini, invasi pembangunan dalam berbagai bentuk proyek, tambang, sawit, food estate, transisi mineral, termasuk bendungan dan geothermal selalu masuk tanpa sepengetahuan Masyarakat Adat,” kata Rukka Sombolinggi.

Rukka mencontohkan seperti pencuri di tengah malam, jika kita melawan maka kita hanya bisa bertahan dan pasti terpinggirkan bahkan mati.

“Kriminalisasi bagi Masyarakat Adat menjadi alat ampuh untuk melanggengkan perampasan wilayah adat,” imbuhnya.

Rukka memaparkan sejak tahun 2012, pemerintah sudah berjanji untuk memasukkan peta wilayah adat menjadi peta tematik, dan Badan Informasi Geospasial akan menjadi rumah bagi seluruh wilayah adat yang ada di Indonesia.

“Saya tidak tahu lagi sejauh mana proses itu, bahkan saat ini juga sudah tidak terdengar lagi Kelompok Kerja (Pokja) yang dibangun bersama-sama dulu,” sindirnya.  

Rukka berharap peta wilayah adat ini bisa menjadi jembatan antara Masyarakat Adat dengan Negara.

“Kita berharap, peta wilayah adat bisa mencegah, dan menjalin sebuah hubungan yang baru antara Masyarakat Adat dengan Negara Republik Indonesia. Peta wilayah adat menjadi sangat krusial dan penting. Jika tidak demikian, maka pembangunan apa pun yang ada di wilayah adat akan sangat mahal sekali biayanya, khususnya biaya pengamanan pembangunan,” ungkapnya.

Rukka menyebut sudah 99 persen pekerjaan negara sudah dikerjakan sendiri oleh Masyarakat Adat, dan sudah mengikuti standar pemerintah.  Menurutnya, pemerintah perlu berterimakasih kepada Masyarakat Adat karena sudah mengerjakan pekerjaan itu.

“Hanya tinggal 1 persen untuk pengakuan Masyarakat Adat saja yang perlu dieksekusi pemerintah,” tandasnya.

Pada kesempatan ini, Rukka juga menyoroti lebih dari satu dekade pengakuan Masyarakat Adat dalam bentuk Undang-Undang Masyarakat Adat yang belum disahkan. Hal ini berdampak besar pada semakin meningkatnya kasus-kasus perampasan wilayah adat di lapangan. Padahal, modal negara yang ada di tangan Masyarakat Adat sangat besar sekali.

“Indonesia jika benar-benar mengurusi Masyarakat Adat, maka akan mendatangkan manfaat yang lebih besar, bahkan bebas konflik, termasuk mendatangkan pendapatan negara yang besar, termasuk jasa lingkungan seperti air hingga karbon,” jelas Rukka.

Writer : Infokom AMAN | Jakarta
Tag : Apriadi Gunawan HKMAN BRWA