
Panggung Budaya di Rakernas AMAN VIII : Ruang Hidup bagi Tradisi Masyarakat Adat
15 April 2025 Berita Thata Debora AgnessiaOleh Thata Debora Agnessia
Puluhan komunitas Masyarakat Adat menampilkan kekayaan budaya unggulannya dalam bentuk tarian hingga musik di acara panggung budaya Rakernas AMAN VIII yang berlangsung di Balai Adat Desa Kedang Ipil pada Senin (14/4/2025) malam.
Sorotan lampu menerpa para penampil yang berdiri anggun dengan busana adat berwarna merah cerah, menciptakan suasana magis dan penuh warna di atas panggung.
Panggung budaya ini bukan hanya sekadar pertunjukan seni, melainkan menjadi ruang hidup bagi tradisi serta wadah bagi Masyarakat Adat untuk menyuarakan harapan dan perlawanan lewat bahasa seni.
Salah satu penampilan yang paling memukau malam itu adalah tarian tradisional dari Sekolah Adat Dayo Lawangan, Kutai Barat.
Seliani, seorang relawan sekaligus koordinator dari sekolah adat tersebut menjelaskan bahwa ia bersama dua rekannya mendampingi para penari muda untuk tampil dalam acara ini. Para penari dilatih oleh koreografer Samsul Ependi. Pria yang akrab dipanggil Kak Acul ini membutuhkan waktu dua minggu untuk melatih para penari agar bisa tampil di panggung budaya Rakernas AMAN.
Tarian yang ditampilkan malam itu berjudul "Lewai Bawe Ape", menggambarkan seorang perempuan bernama Ape Talik Bulau. Tarian ini sebuah legenda lokal yang dipercaya sebagai dewi penjaga kampung oleh Masyarakat Adat setempat. Tarian ini tidak hanya indah secara visual tetapi juga sarat makna mendalam tentang identitas perempuan dalam konteks kebudayaan Masyarakat Adat Dayak.
"Tarian ini kolaborasi tradisional dengan modern," jelas Seliani.
Ia menerangkan tarian ini memiliki pesan yang kuat bahwa Masyarakat Adat dan perempuan adat harus berdaya menghadapi perubahan zaman serta pembangunan yang kadang merusak wilayah adat mereka.
Pesan ini menggarisbawahi pentingnya peran perempuan dalam menjaga kelestarian budaya sekaligus menghadapi tantangan modernisasi tanpa kehilangan jati diri mereka sebagai bagian integral dari komunitas.
Meskipun ada beberapa hal yang dievaluasi, namun secara umum panggung budaya cukup berhasil menciptakan ikatan emosional antara generasi muda dengan warisan leluhur mereka, sekaligus memperkuat solidaritas antar-komunitas Masyarakat Adat.
Bazar Rakernas AMAN VIII. Dokumentasi AMAN
Bazar Khas Kearifan Lokal
Selain penampilan seni, panggung budaya juga dimeriahkan dengan bazar khas kearifan lokal Masyarakat Adat di Nusantara.
Friska, salah seorang peserta bazar dari AMAN Kutai Barat menjelaskan tentang keunikan kain-kain yang dipamerkan dalam bazar tersebut kepada pengunjung, sambil menunjuk beberapa contoh kain ulap doyo. Kain ini menjadi salah satu daya tarik di bazar hingga menjadikannya spesial karena proses pembuatannya manual menggunakan daun doyo sebagai bahan dasar benangnya.
Friska menambahkan makna dibalik motif pada kain tersebut memiliki makna tersendiri, motif bunga atau akar melambangkan kehidupan sehari-hari masyarakat. Sementara, motif burung atau naga menunjukkan status sosial pemakai seperti bangsawan pada masa lalu menyiratkan hierarki sosial melalui simbolisme tekstil kuno Indonesia.
“Kini, penggunaan motif lebih fleksibel sesuai selera pribadi tanpa menghilangkan nilai-nilai tradisi asli daerah setempat,” terangnya.
Hal ini yang menurutnya, membuat setiap karya tekstil memiliki cerita unik tersendiri bagi pemiliknya maupun orang-orang sekitar mereka.
Friska menerangkan esensinya kain-kain ini tidak hanya digunakan sehari-hari tetapi juga memiliki fungsi ritual penting dalam berbagai upacara seperti pernikahan maupun kematian. Dengan demikian, tetap mempertahankan ciri khas budayanya meski telah melewati berbagai perubahan zaman.
***
Penulis adalah Jurnalis Masyarakat Adat dari Kalimantan Tengah