Oleh Umbu Remu  Ch. Nusa Mesa

Sejumlah pengurus Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Sumba bersama tim DAAI TV melakukan perjalanan ke kampung adat Deri Kambajawa, Kecamatan Umbu Ratu Nggay Barat, Kabupaten Sumba Tengah, Nusa Tenggara Timur belum lama ini.

Di kampung ini, telah lama bermukim komunitas Masyarakat Adat Umbu Pabal, yang notabene anggota AMAN. Sehari-hari kehidupan Masyarakat Adat di komunitas ini berjalan dalam irama yang dituntun alam dan warisan leluhur. Mereka masih menjaga erat kepercayaan Marapu : keyakinan yang tak hanya hidup dalam doa dan ritual, tetapi juga dalam cara bertani, bertutur, dan menghormati bumi.

Konon, dalam sejarah lisan yang diwariskan turun-temurun, Umbu Pabal adalah sosok sakti yang kemudian disakralkan dan dipercaya sebagai manifestasi dari kekuatan Marapu. Seiring waktu, nama Umbu Pabal bukan hanya menjadi bagian dari cerita leluhur, tetapi juga menjadi identitas komunitas Masyarakat Adat yang kini mendiami kawasan adat dengan lanskap dataran rendah yang subur—ideal untuk bertani, beternak dan berkebun.

Masyarakat Adat di Umbu Pabal masih menjunjung tinggi nilai-nilai spiritual warisan leluhur. Setiap bulan September, mereka rutin menggelar ritual adat Purung Taliangu Marapu di hutan adat Liangu Marapu—sebuah gua keramat yang dianggap sebagai tempat bersemayamnya roh suci. Ritual ini menjadi bukti kuat bahwa kepercayaan terhadap Tuhan atau kekuatan ilahi yang disebut Marapu masih terjaga hingga hari ini.

Dalam kehidupan sehari-hari, Masyarakat Adat Umbu Pabal menggunakan dua bahasa: Bahasa Indonesia dan Bahasa Manggena. Khusus penggunaan bahasa Manggena menjadi penanda khas Masyarakat Adat—sebuah cara bertutur yang lembut, penuh perasaan, dan menjunjung tinggi kesantunan, baik dalam ucapan maupun tindakan.

DAAI TV mendokumentasikan jejak leluhur Masyarakat Adat Umbu Pabal. Dokumentasi AMAN

Selama lebih dari sepekan, pengurus AMAN Sumba dan DAAI TV menelusuri perkampungan komunitas Masyarakat Adat Umbu Pabal. Setiap sudut kampung, ladang, dan hutan adat di Umbu Pabal menjadi ruang belajar yang terbuka. Di antara aktivitas menenun, bercocok tanam hingga ritual di gua keramat Liangu Marapu, tersingkap lapis-lapis kehidupan yang tak hanya dipelihara, tapi dijalani dengan sepenuh hati. Proses ini tak selalu mulus, ada tantangan yang datang silih berganti. Namun, dengan kepercayaan yang tumbuh perlahan dan sambutan hangat dari komunitas, setiap perjumpaan menjadi pelengkap dari cerita yang terus dirangkai.

Nita, salah seorang  jurnalis DAAI TV, mengungkapkan kekagumannya saat mengunjungi  perkampungan komunitas Masyarakat Adat Umbu Pabal.  

“Sumba adalah surga tersembunyi. Belum banyak orang tahu betapa kayanya pulau ini —alamnya, budayanya, juga masyarakatnya. Kami bangga bisa meliput dan belajar langsung dari kehidupan Masyarakat Adat disini,” tuturnya.

Pombu Ngadu Homba selaku Tetua Komunitas Masyarakat Adat Umbu Pabal menyambut baik kehadiran tim media yang datang ke perkampungan mereka dengan semangat belajar dan menghormati nilai-nilai lokal.

“Kami bangga karena kegiatan kami—bahasa, budaya, sampai kepercayaan kami—bisa didokumentasikan. Kami merasa dilihat dan dihargai,” ujarnya.

Sumba adalah tanah yang merawat peradaban dengan caranya sendiri—melalui ritus, bahasa, dan laku hidup yang berpijak pada alam dan leluhur. Banyak hal yang masih luput dari pandangan, tersembunyi di balik sunyi kampung, hutan, dan batu-batu keramat.

Tapi perlahan, cerita-cerita itu mulai menemukan ruang untuk bicara. Bukan untuk menjadi tontonan, melainkan untuk dipahami. Sebab yang diinginkan bukan sekadar pengakuan, melainkan cara hidup yang tetap utuh: menjaga tanah tanpa merusaknya, dan berjalan ke depan tanpa melepaskan akar.

***

Penulis adalah Jurnalis Masyarakat Adat dari Sumba, Nusa Tenggara Timur

Writer : Umbu Remu Ch Nusa Mesa | Sumba
Tag : Sumba Umbu Pabal