.jpg)
Masyarakat Adat Saga Persembahkan Tarian Simo Gemi Sambut Peserta RPB AMAN
13 Juni 2025 Berita Simon WelanOleh Simon Welan
Tarian Simo Gemi yang dibawakan 10 orang siswa Sekolah Dasar Katolik dengan seorang dewasa menandai penyambutan peserta Rapat Pengurus Besar Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (RPB AMAN) ke XXXV di komunitas Masyarakat Adat Saga, desa Saga, Kecamatan Detusoko, Kabupaten Ende, Nusa Tenggara Timur pada Selasa, 10 Juni 2025.
Penyambutan berlangsung meriah diiringi ritual yang bertujuan agar seluruh peserta RPB AMAN dan tamu undangan bisa mengikuti seluruh rangkaian kegiatan di kampung adat Saga.
Ritual berlangsung di gerbang pintu masuk kampung adat Saga. Para mosalaki (tokoh adat) Saga berdiri disisi kanan kiri badan jalan sambil menyapa peserta RPB AMAN diantaranya Sekretaris Jenderal AMAN Rukka Sombolinggi, Dewan AMAN Nasional Stefanus Masiun dan tamu undangan lainnya untuk mempersilahkan masuk ke kampung adat Saga.
Ritual penyambutan yang dilaksanakan di gerbang masuk Kampung Adat Saga ini dimaksudkan untuk mempersilahkan para tamu dan undangan ini memasuki kampung adat agar bisa mengikuti prosesi adat lainnya yang akan dilaksanakan di dalam kampung adat tersebut.
Tokoh Masyarakat Adat Saga, Philipus Kami menjelaskan ritual adat yang dilaksanakan ini bertujuan untuk menyambut tamu sekaligus menolak bala sembari memohon kepada para leluhur, alam semesta dan Sang Khalik untuk memohon restu agar seluruh rangkaian kegiatan dapat berjalan dengan lancer.
Philipus menambahkan ritual penyambutan ini juga dimaknai sebagai ritual penerimaan tamu untuk menjadi anak angkat dan tolak bala selama berlangsungnya kegiatan yang berhubungan langsung dengan Sang Pencipta, sesama manusia dan alam semesta. Hubungan antara ketiganya ini disimbolkan dengan darah babi, dimana seekor babi yang telah disiapkan dijadikan korban sembelihan agar semua yang mengandung unsur kejahatan dijauhi dan tidak berdampak terhadap tamu yang datang di kampung adat Saga.
Penyambutan peserta RPB oleh Masyarakat Adat Saga dengan tarian Simo Gemi. Dokumentasi AMAN
Setelah pelaksanaan ritual penyambutan selesai, para tamu undangan diarahkan menuju ke rumah adat Sa’o Nggua Labha Dile. Di rumah adat ini kembali dilaksanakan ritual adat tolak bala bersama para Mosalaki Masyarakat Adat Saga. Tujuannya untuk memohon perlindungan, penjagaan kesehatan, kebijaksanaan dalam memimpin organisasi dan memohon petunjuk dalam menghasilkan keputusan – keputusan penting untuk organisasi AMAN. Para Mosalaki yang turut berperan dalam ritual adat ini diantaranya Mosalaki Pu'u Wolo, Mosalaki Pu'u Limbu dan Mosa Laki Nu'a.
“Ritual adat ini harus kita laksanakan agar setiap tamu yang datang untuk melaksanakan kegiatan disini mendapatkan perlindungan, memperoleh kesehatan, kebijaksanaan dalam memimpin organisasi AMAN dan dapat menghasilkan keputusan – keputusan penting yang mendukung pertumbuhan dan perkembangan organisasi,” kata Philipus Kami, salah satu Mosalaki Saga yang pernah menjabat sebagai Ketua AMAN Wilayah Nusa Bunga.
Philipus menuturkan pelaksanaan ritual adat ini juga dimaksudkan untuk mendukung Sekretaris Jenderal AMAN Rukka Sombolinggi agar terus berjuang bersama Masyarakat Adat dan pemangku adat se-Nusantara untuk menjaga wilayah adatnya.
Philipus mengatakan usai kegiatan RPB AMAN, kembali dilaksanakan seremonial doa bersama sebelum pamit pulang ke tempat masing – masing agar perjalanan dalam perlindungan dan restu leluhur, alam semesta dan Sang Pencipta Langit dan Bumi.
Menunaikan Hutang Akibat Covid-19
Sekretaris Jenderal AMAN Rukka Sombolinggi mengatakan pelaksanaan Rapat Pengurus Besar AMAN di komunitas Masyarakat Adat Saga merupakan penuntasan hutang pelaksanaan Rakernas AMAN yang ditunda akibat COVID-19 yang melanda Indonesia beberapa tahun silam.
“Saya bersyukur, Semesta dan Leluhur masih menolong saya untuk bisa kembali ke sini menunaikan hutang ini,” ujarnya.
Rukka juga bersyukur karena diizinkan kembali dan diterima sebagai bagian dari anak adat kampung Saga melalui prosesi ritual adat.
“Pelaksanaan ritual penyambutan ini menandakan kami tidak dianggap sebagai orang asing yang datang di kampung ini. Kami benar-benar merasakan sebagai bagian dari anak kampung ini,” ungkapnya.
***
Penulis adalah Jurnalis Masyarakat Adat dari Nusa Tenggara Timur