Oleh Maruli Simanjuntak

Mahkamah Agung Republik Indonesia menolak permohonan kasasi yang diajukan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam perkara kriminalisasi terhadap tokoh Masyarakat Adat Dolok Parmonangan, Sorbatua Siallagan.

Penolakan yang disampaikan melalui putusan resmi Mahkamah Agung ini dibacakan pada Senin, 13 Juni 2025. Dalam putusannya, Mahkamah Agung menyatakan Sorbatua Siallagan  bebas secara hukum dan tidak dapat dituntut kembali dalam perkara yang sama.

Putusan ini memperkuat keputusan Pengadilan Tinggi Medan yang sebelumnya telah membatalkan vonis dua tahun penjara dan denda Rp 1 miliar subsider enam bulan kurungan yang dijatuhkan oleh Pengadilan Negeri Simalungun. Dalam putusan banding itu, Majelis Hakim menyatakan bahwa tindakan Sorbatua tidak termasuk tindak pidana, melainkan merupakan sengketa perdata yang berkaitan dengan pengelolaan wilayah adat.

Sorbatua Siallagan menyampaikan rasa syukur atas putusan bebas dari Mahkamah Agung ini.  Ia mengapresiasi semua pihak yang telah mendukung dan mendampinginya selama proses hukum berlangsung.

“Saya bersyukur atas putusan Mahkamah Agung yang telah menegakkan keadilan. Putusan ini bukan hanya membebaskan saya secara hukum, tetapi juga mengembalikan martabat Masyarakat Adat Dolok Parmonangan yang kami perjuangkan selama ini,” kata Sorbatua saat menanggapi putusan bebas Mahkamah Agung, Senin (16/6/2025).

Sorbatua mengaku putusan bebas ini tidak terlepas dari doa dan dukungan dari banyak pihak, terutama dari AMAN dan organisasi masyarakat sipil serta para pegiat hukum dan lingkungan yang telah konsisten mendampingi perjuangannya.

“Saya dan keluarga sangat menghargai ketulusan kalian telah berdiri bersama kami. Kemenangan ini adalah hasil dari perjuangan kolektif. Ini bukan hanya kemenangan pribadi saya, melainkan kemenangan untuk seluruh Masyarakat Adat di Nusantara,” tuturnya.

AMAN Berharap Mahkamah Agung Konsisten Menangani Perkara Serupa

Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Tano Batak beserta organisasi masyarakat  sipil serta pegiat hukum dan lingkungan hidup menyambut dengan suka cita putusan Mahkamah Agung ini.

"Putusan ini adalah kemenangan seluruh Masyarakat Adat di Indonesia. Negara akhirnya mengakui bahwa memperjuangkan tanah leluhur bukanlah kejahatan,” ujar Ketua AMAN Tano Batak Jhontoni Tarihoran pada Senin, 16 Juni 2025.

Jhontoni mengapresiasi putusan Mahkamah Agung ini. Ia berharap Mahkamah Agung konsisten dalam menangani perkara serupa, termasuk kasus Jonny Ambarita dari komunitas Masyarakat Adat Sihaporas yang kini menanti putusan kasasi. Menurutnya, Jonny Ambarita adalah korban kriminalisasi karena mempertahankan tanah adatnya di Sihaporas dari klaim sepihak negara.

“Kami berharap Mahkamah Agung kembali berpihak pada keadilan dan tidak menjadikan perjuangan Masyarakat Adat sebagai tindak pidana,” kata Jhontoni sembari berharap putusan Mahkamah Agung untuk Jonny akan seadil putusan untuk Sorbatua.

Aksi bebaskan Sorbatua Siallagan di depan gedung Mahkamah Agung RI, 9/5/2025. Dokumentasi AMAN

Tonggak Penegakan Hukum Bagi Masyarakat Adat

Boy Raja Marpaung selaku penasihat hukum Sorbatua Siallagan dari Tim Advokasi Masyarakat Adat Nusantara (TAMAN) menyebut putusan Mahkamah Agung ini sebagai tonggak penting dalam penegakan hukum yang lebih adil bagi Masyarakat Adat.

“Mahkamah Agung telah mengambil posisi yang tepat. Kriminalisasi terhadap Masyarakat Adat harus dihentikan,” tegasnya.

Audo Sinaga, penasehat hukum Sorbatua lainnya juga menyampaikan apresiasi sekaligus seruan reflektif.

“Kami menyampaikan penghargaan setinggi-tingginya kepada Majelis Hakim Mahkamah Agung yang telah menegakkan kepastian hukum, keadilan, dan kemanfaatan sebagaimana tujuan hukum itu sendiri,” ujarnya.

Audo menegaskan putusan Mahkamah Agung ini semakin menguatkan bahwa sejak awal kasus ini diduga merupakan bentuk kriminalisasi untuk melemahkan perjuangan Masyarakat Adat dalam mempertahankan ruang hidup dan wilayah adat mereka.

Audo mengingatkan putusan Mahkamah Agung ini bukan akhir dari perjuangan Masyarakat Adat. Masih banyak pejuang tanah adat yang dikriminalisasi akibat ketidakhadiran negara dalam memberikan perlindungan dan pemenuhan hak-hak Masyarakat Adat. Karena itu, Audo mendesak negara segera memberikan perlindungan penuh kepada seluruh Masyarakat Adat.

“Bentuk perlindungan yang dibutuhkan Masyarakat Adat saat ini adalah sahkan Rancangan Undang-Undang Masyarakat Adat sebagai payung hukum yang kuat untuk melindungi hak-hak komunitas Masyarakat Adat di nusantara,” pungkasnya.

Perjalanan Kasus Sorbatua Siallagan Hingga Bebas

Sorbatua Siallagan merupakan keturunan Ompu Umbak Siallagan. Ia merupakan pemimpin Masyarakat Adat Dolok Parmonangan. Ia ditangkap Kepolisian Daerah Sumatera Utara pada 22 Maret 2024 atas pengaduan PT Toba Pulp Lestari dengan tuduhan membakar dan menduduki kawasan hutan negara. Penangkapan terjadi saat Sorbatua bersama istrinya sedang membeli pupuk di Parapat, Kabupaten Simalungun. Aksi penangkapan ini mengundang reaksi dari berbagai elemen Masyarakat Adat dan organisasi sipil yang tergabung dalam Aliansi Gerak Tutup TPL. Mereka protes menuntut pembebasan Sorbatua.

Setelah beberapa hari ditahan di penjara Polda Sumut, penahanan Sorbatua ditangguhkan pada 17 April 2024 atas jaminan dari belasan tokoh Masyarakat Adat. Namun, Sorbatua kembali ditahan pada 14 Mei setelah kasusnya dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri Simalungun untuk diadili. Dalam putusan sidang pada 14 Agustus, Pengadilan Negeri Simalungun menyatakan Sorbatua Siallagan bersalah dengan hukuman dua tahun penjara dan denda Rp 1 miliar. Namun, putusan tersebut diwarnai dissenting opinion dari Hakim Agung Cory Laia yang menyatakan bahwa Sorbatua tidak terbukti bersalah.

Ketidakpuasan atas putusan tersebut mendorong pihak keluarga melalui Tim Advokasi Masyarakat Adat Nusantara (TAMAN) untuk mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Medan. Tim Advokasi menegaskan bahwa lahan yang dikelola Sorbatua adalah tanah adat, bukan kawasan hutan negara sehingga tidak seharusnya dihukum.

Dalam putus banding di Pengadilan Tinggi Medan pada 17 Oktober 2024, majelis hakim menjatuhkan vonis bebas untuk Sorbatua Siallagan. Vonis bebas ini kemudian diperkuat dengan putusan Mahkamah Agung yang membebaskan Sorbatua Siallagan pada Senin, 13 Juni 2025.

***

Penulis adalah Jurnalis Masyarakat Adat di Tano Batak, Sumatera Utara

Writer : Maruli Simanjuntak | Tano Batak
Tag : Tutup TPL Bebaskan Sorbatua Siallagan