
Ritual Ngarot di Kampung Cibali : Bentuk Syukur Terhadap Hasil Bumi
11 Juli 2025 Berita Fujianti NurjanahOleh Fujianti Nurjanah
Komunitas Masyarakat Adat Cibali melaksanakan ritual adat Ngarot di situs Kramat Pasarean, Desa Kondang Mekar, Kecamatan Cingambul, KabupatenMajalengka, Jawa barat pada Senin, 7 Juli 2025.
Ritual adat tahunan ini ditujukan kepada para leluhur sebagai bentuk rasa syukur terhadap hasil bumi yang melimpah di kampung Cibali.
Ritual diawali dengan prosesi doa untuk setiap olahan hasil bumi yang sudah dibawa dan dikumpulkan oleh Masyarakat Adat. Doa yang dipanjatkan diharapkan dapat menjadi media penyampaian rasa terima kasih Masyarakat Adat terhadap leluhur dan Pencipta.
Disela panjatan doa yang dipimpin Said sebagai juru kunci, ia menjelaskan bahwa ritual Ngarot ini memiliki makna menyatukan yang berbeda dan terpisah.
"Ngarot maknana ngaruat/ngahijikeun. Nyaeta ngahijikeun silaturahmi urang masyarakat adat ku cara ngahijikeun hasil bumi keur dianggo syukuran, “ ungkap Said dalam bahasa Sunda yang berarti : Ngarot bermakna menyatukan yakni menyatukan silaturahmi kita sebagai Masyarakat Adat lewat bersatunya hasil bumi yang kemudian disyukuri.
Setelah doa selesai dipanjatkan, Masyarakat Adat selanjutnya melakukan makan bersama olahan hasil bumi yang sudah dibawa dari rumah masing-masing sebagai tanda rasa syukur dan kebersamaan.
Selesai makan bersama, para tetua adat dan unsur pemerintah desa yang hadir di acara ritual turun dari situs keramat menuju ke lapangan tempat pementasan. Di tempat ini, mereka menyaksikan penampilan warga membawakan lima lagu wajib kampung Cibali diiringi dengan alunan gamelan dan irama Papalayon.
Kelima lagu yang dipentaskan adalah Titipati, Saliasih, Goyong-Goyong, Panangis dan Raja Pulang. Kelima lagu ini merupakan lagu wajib yang berisi pesan dari para leluhur untuk para penerus adat.
Lagu-lagu yang diiringi alunan irama Papalayon ini khusus ditampilkan untuk menyambut rombongan tetua adat dan juru kunci yang turun dari situs keramat.
Setelah mendengar lagu, tahapan terakhir dari ritual adat Ngarot ini adalah masak. Masak di sini bukan berarti mengolah makanan, tapi maknanya menyedekahkan sebagian harta untuk kepentingan adat.
Pada tahapan ini, Masyarakat Adat berbondong-bondong memberikan sedekahnya sembari diiringi irama lagu Tayuban. Irama ini digunakan untuk mengiringi ibing atau tarian adat dari para tetua adat).
Rangkaian kegiatan ritual Ngarot yang dimulai dari pukul 7 pagi, akhirnya selesai setelah prosesi masak terpenuhi.
Selanjutnya, seluruh Masyarakat Adat bersama-sama mendengarkan sambutan dari para tetua adat dan pemerintah setempat.
Aang Sutisna selaku Ketua Lembaga Adat Desa (LAD) Kondang Mekar memberi apresiasi terhadap pelaksanaan ritual Ngarot di kampung Cibali. Aang mengatakan kegiatan adat ini merupakan pengingat bagi generasi penerus untuk tidak melupakan budaya adat agar tidak punah.
"Kegiatan ini mengingatkan kita sebagai generasi penerus supaya tetap mempertahankan dan menjalankan amanat adiluhung agar dapat menjalankan kehidupan dalam keberkahan dan kelancaran," ungkapnya.
Masyarakat Adat di kampung Cibali sedang membawakan lagu diiringi gamelan dan irama Papalayon. Dokumentasi AMAN
Jati diri Bangsa
Kepala Desa Kondang Mekar, Kuswara juga turut memberi apresiasi atas pelaksanaan ritual Ngarot di kampung Cibali. Menurutnya, ritual ini merupakan salah satu kegiatan yang harus terus dilestarikan sebagai salah satu bentuk kepedulian terhadap warisan leluhur.
"Sendainya suatu bangsa atau masyarakat sudah tidak lagi kenal, apalagi melupakan adat dan budayanya, maka bangsa atau masyarakat tersebut sudah tidak lagi memiliki jati diri sebagai bangsa," ungkapnya.
***
Penulis adalah Jurnalis Masyarakat Adat dari Simahiyang, Jawa Barat