
Masyarakat Adat di Kalimantan Timur Menolak Program Transmigrasi : Daerah Kami Bukan Tanah Kosong
17 Juli 2025 Berita Isnah AyundaOleh Isnah Ayunda
Masyarakat Adat di Kalimantan Timur menolak rencana pemerintah yang akan melaksanakan program transmigrasi di komunitas Masyarakat Adat Kerang, Kabupaten Paser.
Program transmigrasi ini dinilai cara pemerintah untuk meminggirkan komunitas Masyarakat Adat Kerang setelah sukses membuat Suku Balik terancam punah akibat pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) di Penajam Paser Utara.
Kepala Bidang Transmigrasi Disnakertrans Kalimantan Timur, Hasan melalui laman koran KALTIMPOST.ID, SAMARINDA pada Jum’at, 20 Juni 2025 menyatakan program transmigrasi di Kalimantan Timur hingga saat ini masih terpusat di Desa Kerang, Kecamatan Batu Engau, Kabupaten Paser. Menurutnya, hanya Desa Kerang yang telah siap dan memiliki Unit Permukiman Transmigrasi (UPT) di Keladen, sebutan wilayah Kerang, Kabupaten Paser.
Transmigrasi Rawan Menimbulkan Konflik
Ketua Pelaksana Harian AMAN Wilayah Kalimantan Timur Saiduani Nyuk menyatakan rencana pemerintah untuk melaksanakan program transmigrasi di komunitas Masyarakat Adat Kerang jelas tidak bisa diterima. Dikatakannya, Kalimantan tidak ada tanah kosong untuk program transmigrasi. Menurutnya, program transmigrasi ini berpotensi akan menimbulkan konflik. Sebab, program ini memberikan hak penuh kepada warga transmigrasi, rumah dibangunkan dan diberi sertifikat. Sementara, faktanya justru Masyarakat Adat setempat mengalami kesulitan untuk mendapatkan kepastian hak atas tanahnya.
“Pemerintah memberikan tanah buat orang lain, sedangkan komunitas Masyarakat Adat selaku warga setempat hingga kini kesulitan mendapatkan hak atas tanahnya sendiri. Cara seperti ini jelas tidak adil, harus dilawan,” kata Saiduani Nyuk pada Selasa, 15 Juli 2025.
Saiduani menegaskan AMAN Kalimantan Timur menolak program transmigrasi ini. Pemerintah harus adil kepada Masyarakat Adat, beri kepastian hukum dan berikan perlakuan yang sama.
“Jangan membuat problem baru di Kalimantan. Kami menolak tegas program transmigrasi ini,” tegas Duan, sapaan akrab Saiduani Nyuk.
Arni dari Infokom PD AMAN PASER menyampaikan program transmigrasi ini sudah beredar luas di kalangan Masyarakat Adat. Arni menegaskan program ini sangat sesat. Komunitas Masyarakat Adat yang menjaga tanah leluhurnya sedang memperjuangkan agar ada pengakuan terhadap hak-hak Masyarakat Adat, sementara disisi lain program transmigrasi ini mengistimewakan warga lain yang datang ke Kalimantan. Mereka diberi tanah, rumah dan diberi uang untuk dapat mandiri.
Arni menuturkan dimana nurani pemerintah melihat kondisi Masyarakat Adat saat ini dipersulit untuk membuat surat kepemilikan tanah atau sertifikat hak milik. Sementara, warga transmigrasi diberi keistimewaan mendapatkan tempat tinggal dengan status hak milik.
Menurutnya, cara seperti ini bukan untuk pemerataan ekonomi, pembangunan dan penduduk. Sebaliknya, transmigrasi ini dapat menimbulkan konflik horizontal yang kapan saja dapat mengkriminalisasikan Masyarakat Adat yang ingin mempertahankan wilayah adatnya.
Warga Transmigrasi Sudah Banyak di Paser
Hal senada disampaikan Yurni Sadariah dari DAMANWIL Kalimantan Timur. Dikatakannya, program transmigrasi ini harus ditolak, terutama oleh Masyarakat Adat di Paser. Yurni menyebut saat ini Masyarakat Adat Paser masih banyak yang belum memiliki tanah dan rumah. Seharusnya, kata Yurni, pemerintah memprioritaskan Masyarakat Adat terlebih dahulu, bukan mendatangkan orang dari luar ke komunitas. Menurutnya, hal ini rawan konflik.
“Hal ini sudah banyak terjadi di Paser, banyak warga transmigrasi yang tidak menghormati adat dan istiadat, orang transmigrasi justru sering kali mengendalikan Masyarakat Adat, melecehkan dan menghina Masyarakat Adat yang mempertahankan kebudayaannya,” paparnya.
Belum Ada Pemberitahuan dari Pemerintah
Kepala Desa Kerang Mahmud Sajirun mengatakan sejauh ini pemerintah pusat belum pernah memberitahukan, apalagi mendialogkan rencana pelaksanaan program transmigrasi ini kepada warga. Mahmud mengaku program ini rawan konflik karena lahan yang akan diperuntukan untuk lokasi transmigrasi tidak ada.
“Saat ini ada lokasi Hutan Tanaman Industri (HTI), akan tetapi lokasi tersebut belum pernah ada pelepasan hak kepada Masyarakat Adat. Lahan ini dimanfaatkan oleh Masyarakat Adat untuk berkebun sebab tanah-tanah ini milik komunitas Masyarakat Adat yang diberikan leluhur,” terangnya sembari berharap pemerintah lebih dahulu memprioritaskan kesejahteraan Masyarakat Adat setempat, terutama pemenuhan hak-haknya harus diberikan.
***
Penulis adalah Jurnalis Masyarakat Adat dari Kalimantan Timur