Surat AMAN Kepada Dewan Pers: Laporan keberatan atas artikel tentang Suku Polahi di Gorontalo yang dimuat oleh Kompas.com
14 Mei 2013 Berita Infokom AMANJakarta, 7 Mei 2013 Nomor: 412/SEKJEN/PB AMAN/V/2013 Perihal: Laporan keberatan atas artikel tentang Suku Polahi di Gorontalo yang dimuat oleh Kompas.com Kepada Yth. Bpk. Bagir Manan, Ketua Dewan Pers Cq. Bpk. Yosef Adi Prasetyo, Ketua Divisi Pengaduan Gedung Dewan Pers, Lantai 7-8 Jl. Kebon Sirih No 32-34 Jakarta, 10110 Telp. 62-21 3521488; 3504877; 3504874-75 Fax. 62-21 3452030 Email : sekretariat@dewanpers.or.id Dengan hormat, Kami dari Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), melalui surat ini, bermaksud menyampaikan laporan KEBERATAN atas artikel tentang Komunitas Adat Polahi yang diterbitkan pada Hari Senin, tanggal 6 Mei 2013, pukul 09.55 Wib, di kolom Regional Kompas.Com Artikel yang dimuat dalam Kolom Regional Kompas.com ini sebelumnya berjudul “Suku Polahi di Gorontalo Ini, Setengah Manusia Setengah Hewan” kemudian diganti menjadi “Warga Polahi, Terpinggirkan di Hutan Boliyohuto.” http://regional.kompas.com/read/2013/05/06/09551746/Suku.Polahi..Setengah.Manusia.Setengah.Hewan Namun demikian, bersumber dari Kompas.Com, Tribun-Timur.com juga menaikkan berita dengan judul dan content yang sama - “Suku Polahi di Gorontalo Ini, Setengah Manusia Setengah Hewan” Senin, 6 Mei 2013, pukul 11.23 Wita. http://makassar.tribunnews.com/2013/05/06/suku-polahi-di-gorontalo-ini-setengah-manusia-setengah-hewan Berdasarkan analisa kami terhadap judul dan content dari artikel tersebut, kami menemukan bahwa : 1. Artikel tersebut sarat diskriminasi SARA terhadap Masyarakat Adat, dengan menyematkan predikat Suku Polahi sebagai setengah manusia setengah hewan; primitif dan bodoh. Dalam Rekomendasi Umum CERD (Committee on Elimination of Racial Discrimination) No. 23 tentang Masyarakat Adat, disebutkan : The Committee calls on particular upon states parties to : a). Recognize and respect indigenous distinct culture, history, language and way of life as an enrichment of the State’s cultural identity and to promote its preservation ; b). Ensure that member of indigenous peoples are free and equal in dignity and rights and free from any discrimination, in particular that based on indigenous origin. 2. Artikel tersebut menyebarkan kesesatan berpikir kepada masyarakat luas mengenai Masyarakat Adat secara umum dan khususnya Komunitas SukuPolahi. Dalam hal ini, artikel tentang Suku Polahi tersebut melanggar UU No. 40 Tahun 1999, tentang PERS – Pasal 6 tentang peranan Pers, ayat : b) Menegakkan nilai-nilai dasar demokrasi, mendorong terwujudnya supremasi hukum dan Hak Asasi Manusia, serta menghormati kebhinekaan; c) Mengembangkan pendapat umum berdasarkan informasi yang tepat, akurat dan benar. 3. Artikel tersebut juga melanggar Deklarasi PBB tentang Hak-Hak Masyarakat Adat (United Nations’ Declaration on the Rights of Indigenous Peoples). Deklarasi ini dalam alinea kedua, keempat dan kelima dari Pembukaan, menyebutkan : Menegaskan bahwa masyarakat adat sejajar dengan semua masyarakat lainnya, sementara tetap mengakui hak semua orang untuk berbeda, untuk menganggap dirinya berbeda, dan untuk dihormati karena perbedaan tersebut; Menegaskan lebih jauh bahwa semua doktrin, kebijakan dan praktek-praktek yang didasarkan pada atau menyokong keunggulan kelompok masyarakat atau individu-individu atas dasar asal-usul kebangsaan atau ras, agama, etnis atau perbedaan budaya adalah rasis, secara ilmiah salah, secara hukum tidak sah, secara moral terkutuk, dan secara sosial tidak adil; Menegaskan kembali bahwa masyarakat adat, dalam pelaksanaan hak-hak mereka, harus bebas dari segala bentuk diskriminasi apapun; Selanjutnya, pasal 2 dalam Deklarasi ini menyebutkan : Masyarakat adat dan warga-warganya bebas dan sederajat dengan semua kelompok-kelompok masyarakat dan warga-warga lainnya, dan mempunyai hak untuk bebas dari segala bentuk diskriminasi dalam pelaksanaan hak-hak mereka, khususnya yang didasarkan atas asal-usul atau identitas mereka. AMAN adalah Organisasi Masyarakat (Ormas) yang beranggotakan 2.243 Komunitas Adat yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia. AMAN dibentuk pada tanggal 17 Maret 1999 dalam Kongres Masyarakat Adat Nusantara di Hotel Indonesia. Tujuan pembentukan AMAN adalah untuk memperjuangkan pengakuan dan penegakan Hak-Hak Masyarakat Adat di Indonesia. Dalam melaksanakan tujuannya, AMAN bekerja melalui Kantor Pengurus Besar (PB) AMAN di Jakarta, 20 Pengurus Wilayah (PW) AMAN setingkat Propinsi dan 86 Pengurus Daerah (PD) AMAN setingkat Kabupaten. Dalam UUD 1945, Masyarakat Adat diakui keberadaannya sebagai bagian dari bangsa Indonesia yang memiliki hak, seperti: (1) Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam Undang-Undang (Amandemen UUD 45 pasal 18B), (2) Setiap orang berhak bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apapun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif (pasal 28I ayat 2 UUD 1945), (3) Identitas budaya dan hak masyarakat tradisional dihormati selaras dengan perkembangan zaman dan peradaban (pasal 28I ayat 3 UUD 1945). Pengakuan dan perlindungan Hak-Hak Masyarakat Adat ini juga tercantum dalam beberapa Undang-Undang, misalnya Undang-Undang No. 27 tahun 2007 tentang Pengelolaan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil serta Undang-Undang no.32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Saat ini juga, DPR-RI sedang membahas RUU tentang Pengakuan dan Perlindungan Hak Masyarakat Adat (RUU PPHMA). Selain artikel tentang Suku Polahi ini, pada tanggal 22 Januari 2013, pukul 11.51 Wib, Kompas.com juga memuat artikel tentang Suku Boti di Timur Tengah Selatan, dengan menyebutkan suku tersebut sebagai primitif. http://regional.kompas.com/read/2013/01/22/11512553Suku.Boti.Harus.Dipertahankan Kami yang tergabung dalam Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), sungguh menyesalkan dan merasa prihatin yang amat dalam atas dimuatnya artikel yang sangat mendiskreditkan, menghina, melecehkan martabat dan melanggar hak-hak Masyarakat Adat untuk bebas dari segala bentuk diskriminasi apapun. Kami percaya, bahwa media mempunyai peran yang efektif dalam mengembangkan kehidupan berbangsa dan bernegara, mengembangkan toleransi dan penghormatan atas perbedaan budaya, serta memperkuat sikap kritis terhadap pelanggaran Hak Asasi Manusia dan ketidakadilan. Akan sangat disayangkan jika media justru berperan sebaliknya. Oleh sebab itu, kami mendesak Dewan Pers, untuk :
- Memberikan teguran dan mendesak PT. Kompas Cyber Media untuk menyatakan permohonan maaf kepada komunitas adat Polahi dan komunitas-komunitas Masyarakat Adat yang telah menjadi korban pemberitaan yang tidak mencerminkan penghargaan dan penghormatan atas keragaman budaya bangsa yang menjadi pondasi bangsa Indonesia ini.
- Mendesak seluruh media di Indonesia untuk menghentikan penggunaan istilah-istilah yang mendiskreditkan, menghina, melecehkan martabat dan menjurus pada diskriminasi rasial dalam semua pemberitaan media.
- Membuat Panduan Pers untuk penggunaan istilah-istilah yang berpotensi memiliki dampak luas pada publik, guna mencegah terjadinya pengulangan peristiwa serupa.
Demikian laporan keberatan dan desakan ini kami sampaikan. Kami berharap Dewan Pers dapat mendukung penegakan hak-hak masyarakat adat, sesuai dengan peran dan fungsinya. Atas perhatian dan respon positif dari Dewan Pers, kami mengucapkan terimakasih. Hormat Kami, Abdon Nababan Sekretaris Jendral AMAN Tembusan :
- PT. Kompas Cyber Media
- Dewan Nasional AMAN
- Arsip
[dm]47[/dm] [dm]48[/dm]