AMAN, 12 Juni 2014. Membicarakan hutan dan sumberdaya hutan di wilayah Nusantara tidak dapat dipisahkan dari keberadaan beragam komunitas yang memiliki keterikatan sosial, budaya, spiritual, ekologi, ekonomi, dan politik yang kuat dengan tanah, wilayah, dan ekosistem hutan. Keberadaan dan peran mereka dalam pengelolaan hutan dan sumberdaya hutan telah dicatat oleh para peneliti dan ilmuwan dari berbagai disiplin ilmu sejak zaman kolonial. Namun, pada masa Orde Baru, pihak pemerintah menganggap beragam pola pengelolaan hutan, termasuk pertanian berbasis hutan, sebagai pola terbelakang yang merusak hutan. Pada saat itu, pemerintah menyebut komunitas-komunitas tersebut sebagai “peladang berpindah”, “pembuka- pembakar hutan”, “perambah hutan”, “suku terasing”, dan sebagainya. Jika tidak ada aral melintang, sebentar lagi kita akan memiliki presiden baru. Bagaimana seharusnya pemerintahan baru itu melihat persoalan masyarakat adat? Untuk lebih jelasnya silahkan baca jurnal wacana edisi 33 beserta suplemennya. Jurnal wacana itu dapat diunduh atau download di Wacana _33 sedangkan suplemen jurnal wacana dapat diunduh di Suplemen Wacana _33

Writer : |