[caption id="" align="alignleft" width="288"] Sosialisasi Putusan MK-Wolomari Boafeo[/caption] Ende 30 Oktober 2013. Pengurus Aliansi Masyarakat Adat Nusantara wilayah Nusa Bunga melaksanakan sosialisasi keputusan Mahkamah Konstitusi di Komunitas Wolomari Boafeo. Sosialisasi ini diselenggarakan bersamaan dengan kegiatan seremonial adat Po’o( tolak bala ). Tolak bala ini adalah upacara adat untuk mengusir semua jenis hama yang ada di lahan pertanian dan saat ini masyarakat adat Wolomari sedang memulai penanaman padi mereka. Kehadiran AMAN Nusa Bunga di Komunitas Wolomari ini atas undangan mereka karena membaca berita publikasi media massa terkait sosialisasi keputusan MK yang dilaksanakan oleh PW AMAN Nusa Bunga di Kabupaten Ende, sehingga Komunitas Wolomari mengundang AMAN untuk menyimak dan berdialog secara langsung. PW AMAN Nusa Bunga di tengah Komunitas Wolomari Boafeo untuk mengikuti serangkaian acara seremonial adat Tola Bala ( Po’o ) disiapkan oleh Mosalaki (tetua adat) dan dalam acara seremonial ini hadir 98 orang masyarakat adat petani Komunitas Wolomari. Menurut tokoh Adat ( Mosa Laki ) bapak Robertus Raja mengatakan bahwa selama ini Komunitas Wolomari Boafeo tidak pernah mengetahui soal undang-undang kehutanan yang ditetapkan pada tahun 1999 itu dan menurut cerita orang tua dulu ada undang-undang yang dikeluarkan pada tahun 1932 oleh pemerintahan Hindia Belanda. Lebih jauh Robert mengatakan bahwa sampai hari ini masyarakat adat Wolomari Boafeo masih bingung, sebab dinas kehutanan kabupaten dan provinsi tiba-tiba datang mematok plang di atas tanah masayarakat adat. Pemasangan plang pemerintah dilakukan tanpa sosialisasi dengan masyarakat adat. Hal yang sama juga dikatakan oleh Pak Roni (mantan kepala desa), bahwa dalam wilayah administarasi pemerintah desa hak ulayat mosalaki sudah diakui ada batas-batasnya. Kemudian datang memasang pilar yang baru, hal ini menjadi kebingungan dari pemerintah desa dan komunitas adat yang ada di Boafeo. Pengurus PW AMAN Nusa Bunga menyampaikan bahwa betapa pentingnya masyarakat adat membangun kekuatan dengan melaksanakan kembali seremonial adat dan struktur adat. Ketua AMAN Nusa Bunga Pilipus Kami, mengatakan bahwa masyarakat adat mulai saat ini harus memperkuat kembali komunitas adatnya masing-masing, untuk membentengi diri dari arus perkembangan modal asing yang semakin massif berinventasi di negeri ini. Sehubungan dengan dikabulkannya uji materi undang-undang No 41 tahun 1999 oleh Mahkamah Konstitusi, masyarakat adat berhak mengklaim kembali hutan adatnya. Keputusan MK ini menjadi cahaya bagi masyarakat adat untuk bisa menjaga dan mengelola hutan adat secara berkelanjutan. Tutur Philipus dalam penjelasannya mengatakan bahwa masyarakat adat adalah masyarakat yang hidup di wilayah tersebut setidaknya sudah 5 generasi menjalankan tradisi dan hukum adatnya. Komunitas adat Wolomari mempunyai potensi ekonomi yang menjanjikan, namun jika sebagian tanah adat diambil oleh negara maka, kehidupan masyarakat adat akan semakin sulit akibat lahan yang semakin sempit. Lurensius Seru menyampaikan bahwa setelah masyarakat adat Wolomari Boafeo mengetahui adanya keputusan MK ini, harus bisa membuktikan bahwa komunitas adat ini masih hidup dan berani mengambil kembali tanah ulayatnya yang diklaim oleh lembaga negara. Untuk tahap pertama bisa melakukan pemasangan plang dengan klaim hutan adat. Komunitas Adat Wolomari Boafeo bersepakat untuk menindak lanjut hasil sosialisasi dengan melakukan pemasangan plang. Dalam sosialisasi keputusan MK No 35/PUU-X/2012 ini komunitas adat Wolomari, merasa senang dan siap menjalankan keputusan MK tersebut. Bagi masyarakat adat Wolomari, dengan adanya keputusan MK ini mereka dimungkinkan mengelola kembali wilayah yang selama ini dikuasai Negara. *** Yulius fanus Mari/ Jhuan

Writer : |