
Masyarakat Adat Dolok Parmonangan Minta Perlindungan Pasca Bentrok dengan Toba Pulp Lestari
12 Februari 2025 Berita Maruli SimanjuntakOleh Maruli Simanjuntak
Masyarakat Adat Dolok Parmonangan beramai-ramai mendatangi kantor Camat Panribuan di Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara pada Selasa, 11 Februari 2025 untuk meminta perlindungan pasca bentrok dengan security atau satuan pengamanan dari perusahaan PT Toba Pulp Lestari (TPL).
Masyarakat Adat mendesak pemerintah untuk menindak perusahaan TPL milik konglomerat Sukanto Tanoto itu karena terus melakukan intimidasi dan tindak kekerasan hingga berakibat konflik yang sudah berlangsung lama ini semakin tajam. Pemerintah pun diminta untuk menyelesaikan konflik yang terus berulang ini.
Op Jeges Siallagan dari perwakilan Masyarakat Adat Dolok Parmonangan menyatakan selama tiga bulan terakhir ini, mereka menghadapi gangguan dari pihak perusahaan TPL hampir setiap hari. Gangguannya dalam bentuk intimidasi, bahkan tanaman milik Masyarakat Adat dirusak oleh TPL.
"Setiap hari kami diganggu di tanah sendiri. Umbul air kami dirusak oleh TPL dengan alat berat, pohon-pohon ditebang,” kata Op Jeges Siallagan saat mengadu ke kantor Camat Panribuan, Selasa (11/2/2025).
Op Jeges juga menyampaikan protes Masyarakat Adat Dolok Parmonangan yang dilarang masuk ke areal tanah kami sendiri oleh security TPL. Menurut Op Jeges, tindakan security TPL ini sudah di luar batas kepatutan dan tidak bisa ditolerir.
“Security TPL menghadang dan melarang kami masuk ke areal tanah sendiri. Ketika kami coba masuk, kami dipukuli dan dilempari batu hingga banyak diantara kami yang mengalami luka di kepala," ujarnya.
Op Jeges menambahkan semua tindak kekerasan security TPL tersebut telah mereka laporkan ke Polisi Sektor (Polsek) Tiga Dolok dan Polres Simalungun. Namun, hingga kini aparat kepolisian selaku penegak hukum belum menunjukkan respons.
Ironisnya, setelah mereka melapor ke polisi, sebut Op Jeges, justru gangguan semakin sering dihadapi oleh Masyarakat Adat Dolok Parmonangan.
“Setiap hari kami terus diganggu TPL. Tanaman kami dirusak," kata Op Jeges sambil menyerahkan barang bukti berupa tanaman cabai, kopi, padi, dan jagung yang telah dirusak oleh TPL.
Hingga saat ini, sebutnya, mereka masih menghadapi intimidasi dari TPL, terutama ketika Masyarakat Adat ingin berladang. Dikatakannya, semua intimidasi TPL tersebut terekam dalam video yang telah beredar luas di berbagai platform media sosial.
“Itu fakta, tidak ada yang kami lebih-lebihkan," tegasnya.
Friska Simanjuntak, salah seorang perempuan adat, mengaku sering mendapat intimidasi dari TPL. Bahkan, tanaman yang menjadi satu-satunya sumber penghidupan keluarganya telah dirusak TPL Padahal, biaya sekolah anaknya sangat bergantung dari hasil tanam-tanaman yang dirusak TPL tersebut.
“Jika bertani saja kami terus diganggu, bagaimana kami bisa makan dan membiayai pendidikan anak-anak kami. Setiap malam kami juga khawatir diculik karena security TPL sangat beringas," keluhnya sambil berharap pemerintah segera turun tangan menyelesaikan konflik ini.
Menanggapi pengaduan ini, Sekretaris Camat Dolok Panribuan, Sarmida Lona Gultom menyatakan ikut prihatin atas apa yang dialami Masyarakat Adat Dolok Parmonangan, terlebih setelah melihat video insiden yang viral di media sosial. Sarmida pun berjanji dalam waktu dekat, mereka akan melakukan kunjungan lapangan.
“Tapi, perlu dipahami bahwa kewenangan kami sangat terbatas untuk menyelesaikan kasus ini," ujarnya.
***
Penulis adalah Jurnalis Masyarakat Adat dari Tano Batak, Sumatera Utara