Ketua DAMANNAS hadiri Pertemuan Masyarakat Adat Asia
11 Desember 2012 Berita Rukka Sombolinggi[caption id="" align="alignnone" width="578"] Ketua DAMANNAS hadiri Pertemuan Masyarakat Adat Asia[/caption] Bangkok/ Thailand. “Ini adalah kesempatan emas bagi masyarakat adat dan pemerintah untuk menyamakan persepsi tentang masyarakat adat serta bagaimana upaya-upaya yang dilakukan untuk memperbaiki situasi masyarakat adat. Salah satu langkah konkrit adalah pengesahan UUPPHMA dan Kalau ini terjadi akan menjadi kontribusi besar yang bisa kita sumbangkan kepada World Conference on Indegenous Peoples/WCIP,” papar Hein Namotemo Ketua DAMANNAS saat memimpin delegasi AMAN menghadiri Pertemuan Masyarakat Adat se-Asia sebagai persiapan Konferensi Dunia tentang Masyarakat Adat yang akan dilaksanakan pada bulan September 2014 di Kantor pusat PBB, New York, Amerika Serikat. Pertemuan di Bangkok ini berlangsung tanggal 8-9 November 2012 lalu, dihadiri oleh 80-an orang utusan masyarakat adat dari 14 negara Asia. Pada tanggal 12 November tahun 2010, sidang umum PBB mengeluarkan sebuah resolusi, bahwa pada tahun 2014 akan dilaksanakan Konferensi Dunia tentang Masyarakat Adat. Konferensi ini merupakan sebuah sesi tingkat tinggi dalam Sidang Umum PBB yang diselenggarakan negara-negara anggota PBB bersama masyarakat adat untuk membicarakan berbagai hal terkait pemenuhan hak-hak masyarakat adat di seluruh dunia. Khususnya yang terkandung dalam Deklarasi PBB tentang Hak-Hak Masyarakat Adat. Pada bulan April 2012 lalu, Presiden Sidang Umum PBB telah menunjuk John Henriksen yang merupakan wakil Saami Parlemen Norway dan Ambassador de Alba, Duta Besar Meksiko untuk PBB sebagai pimpinan persiapan Konferensi 2014 nanti. Keputusan penunjukan John Henriksen ini adalah catatan sejarah bagi gerakan masyarakat adat dalam percaturan sejarah PBB, dimana Penunjukan John Henriksen merupakan peristiwa pertama kali dimana sebuah Konferensi Dunia diketuai oleh tokoh Non-state. John Henriksen dan Ambassador De Alba bertanggung jawab penuh atas seluruh persiapan menuju Konferensi Dunia 2014. Meskipun dalam tradisi PBB, Sidang Umum PBB atau Pertemuan Tingkat Tinggi PBB biasanya hanya dihadiri utusan negara. Namun untuk konferensi 2014 nanti diperkirakan 200-an orang utusan masyarakat adat dari seluruh dunia diperbolehkan hadir mengikuti pertemuan. Untuk menyambut konferensi ini, pada awal tahun 2012 lalu masyarakat adat membentuk sebuah Komite Koordinasi Global beranggotakan 2 orang per tiap region, ditambah 2 utusan Perempuan dan 2 utusan Pemuda. Dari 7 region yang ada Indonesia masuk dalam region Asia. Komite Koordinasi Global diberi mandat mempersiapkan masyarakat adat untuk menyambut konferensi 2014 nanti. Tahap persiapan akan dilakukan melalui putaran konsultasi di 7 region, bekerja sama dengan organisasi masyarakat adat serta menggelar pertemuan global masyarakat adat yang akan di laksanakan di Alta, Norwegia, bulan Juni, 2013 mendatang. Pertemuan tingkat Asia ini terselenggara berkat kerja sama antara Komite Global dengan Asia indigenous Peoples Pact/ AIPP, dukungan dari IFAD serta beberapa lembaga PBB lainnya. Dalam pertemuan di Bangkok ini delegasi masyarakat adat dari berbagai negara mencoba mengidentifikasi berbagai praktek, baik yang dilakukan oleh Pemerintah, lembaga Internasional dan masyarakat adat sendiri. Disamping itu peserta juga mengidentifikasi tantangan dan peluang yang dihadapi di tingkat nasional, ragional maupun Internasional. Masyarakat adat dari Phipilina menyampaikan bahwa IPRA merupakan sebuah terobosan terhadap pengakuan hak-hak Masyarakata adat di negaranya. Meski demikian masih ada berbagai hambatan dalam pelaksanaan UU tentang masyarakat adat, antara lain peran Komisi Masyarakat Adat yang dianggap sangat lemah dan dalam beberapa kasus justru melemahkan posisi masyarakat adat. Masyarakat adat dari Malaysia menyampaikan bahwa saat ini SUHAKAM sedang melakukan riset tentang masalah-masalah yang dihadapi oleh masyarakat adat negeri jiran itu. Proses tersebut disambut baik oleh masyarakat adat dan mereka berharap hasil dari studi ini dapat digunakan untuk mendorong sebuah kebijakan yang berpihak kepada masyarakat adat. Sementara itu AMAN sendiri melaporkan ada beberapa praktek baik yang sudah eksis di Indonesia. Namun masih perlu kesungguhan pemerintah untuk mengimplementasikannya secara kongkrit pada tingkat kebijakan yaitu; UUPA, UU Otonomi Daerah, UU Pengelolaan Pesisir dan Pulau-pulau kecil, UU Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dan lain sebagainya. AMAN juga melaporkan beberapa kesepakatan yang sudah dilakukan bersama instansi pemerintah, seperti ; MoU dengan KOMNAS HAM, MoU dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan yang terakhir MoU dengan Badan Pertanahan Nasional. Disamping itu Baleg DPR RI juga sedang menggodok rancangan UUPPHMA. Terlepas dari berbagai perkembangan isu masyarakat adat di beberapa negara Asia, namun secara keseluruhan dianggap jauh dari perkembangan memadai. Seperti militerisasi, perampasan tanah dan sumberdaya alam yang dalam banyak kasus diwarnai pelanggaran Hak Asasi manusia serius, masih terus berlangsung. Bahkan model-model konservasi alam versi pemerintah terus menyingkirkan masyarakat adat dari tanahnya sendiri. Satu hal yang mengemuka dalam pertemuan tingkat Asia ini adalah adanya penyangkalan pemerintah atas keberadaan masyarakat adat dalam negara masing-masing peserta. Pemerintah Indonesia misalnya, menolak mengakui keberadaan dan hak siapapun yang mengindentifikasikan dirinya sebagai masyarakat adat. Ini merupakan salah satu tantangan bagi AMAN, karena pemerintah Indonesia tak mengindahkan perkembangan positif dalam negeri. Untuk tingkat Internasional pemerintah Indonesia secara terus-menerus menekankan bahwa; “there are no indigenous peoples in Indonesia”! (tidak ada masyarakat adat di Indonesia). Kita harus terus-menerus menjembatani dan konsisten mengupayakan dialog konstruktif dengan pemerintah Indonesia, khususnya Kementerian Luar Negeri yang merupakan juru bicara resmi pemerintah untuk tingkat Internasional. Hasil positif lainnya dari Pertemuan Bangkok ini adalah kesepakatan bersama atas rencana tindak lanjut masyarakat adat menuju pertemuan Alta 2013 dan Konferensi 2014. Oleh karenanya penting melakukan lobby dengan pemerintah agar ikut terlibat secara aktif dalam Konferensi 2014 nanti. Untuk itu AMAN harus segera mempersiapakan diri mulai sekarang. Rukka Sombolinggi’