RUU Masyarakat Adat Jadi Bahasan Pokok di Rakernas AMAN VII
17 Maret 2023 Berita Deni Putra dan SepriandiOleh Deni Putra dan Sepriandi
Rancangan Undang-Undang (RUU) Masyarakat Adat yang sudah 14 tahun tidak disahkan oleh pemerintah akan menjadi pokok bahasan utama dalam Rapat Kerja Nasional (Rakernas) AMAN VII yang berlangsung selama tiga hari di Desa Kutei Lubuk Kembang, Kabupaten Rejang Lebong, Bengkulu.
Sekretaris Jenderal AMAN Rukka Sombolinggi menyatakan RUU Masyarakat Adat sudah terlalu lama mengendap di DPR RI. Karenanya, masalah tersebut akan menjadi pokok bahasan yang serius di Rakernas AMAN VII.
“Pokok bahasan penting saat Rakernas AMAN VII nantinya fokus terhadap pengesahan RUU Masyarakat Adat yang mandek tidak berjalan,” kata Rukka dalam sambutannya pada acara Pembukaan Rakernas AMAN VII di pendopo Bupati Rejang Lebong pada Jum’at (17/3/2023).
Ia menegaskan bahwa keberadaan Masyarakat Adat sejatinya diakui di UUD 1945 tetapi hanya berhenti disitu. Banyak peraturan yang digunakan untuk melegaslisasi untuk perampasan warisan leluhur kita.
Terkait hal ini, Rukka menerangkan di tahun 1999, para pendiri gerakan Masyarakat Adat pernah menyatakan bahwa kalau negara tidak mengakui kami, maka kami tidak mengakui negara.
“Itu adalah suasana bathin di tahun 1999, yang merupakan tumpukan dari kekecewaan, rasa sakit, rasa terluka dari Masyarakat Adat yang terus semangat memperjuangkan kemerdekaan tetapi belum meraih kemerdekaan,” ungkapnya.
Rukka menyebut undang-undang negara saat ini tidak sepenuhnya memberikan ruang dan pengakuan kepada Masyarakat Adat. Bahkan, produk hukum yang dibuat negara saat ini sudah memberikan peluang bagi perampasan Wilayah Adat. Contohnya, Undang-Undang Cipta Kerja.
“Produk hukum (UU Cipta Kerja) ini tidak melindungi Masyarakat Adat karena di dalam pengesahan undang-undang tersebut tidak melibatkan perwakilan dari Masyarakat Adat,” ujarnya.
Perluas Partisipasi Politik
Rukka mengatakan sejak tahun 2007, AMAN terus melakukan perluasan partisipasi politik di setiap lini. Terbukti, ada kader AMAN menjadi kepala daerah dan anggota legislatif. Kemudian, lebih dari 500 orang kader AMAN menjadi kepala desa.
“Ini penting dilakukan agar AMAN dapat mendorong kebijakan politik yang mendukung gerakan Masyarakat Adat,” pungkasnya.
Rukka menyebut salah satu bentuk dorongan partisipasi politik kader AMAN adalah pembebasan 148.000 hektare hutan adat, salah satunya ada di Kabupaten Rejang Lebong, Bengkulu. Diakuinya, proses ini dibuat berbelit-belit oleh Kementerian Kehutanan. Namun, dipastikan proses tersebut tidak akan mengurangi luas areal hutan adat yan dibebaskan, tetapi akan terus bertambah.
Pengakuan Pemerintah Daerah
Bupati Rejang Lebong Syamsul Efendi menyatakan sejauh ini sudah ada dua Peraturan Daerah (Perda) dan 5 Surat Keputusan Bupati yang menetapkan wilayah adat yaitu Kutei Air Lanang, Kutei Mangun Jaya, Kutei Babatan Baru, Kutei Cawangan dan Kutei Lubuk Kembang.
“Itu bentuk pengakuan pemerintah daerah terhadap keberadaan Masyarakat Adat di Rejang Lebong,” ujarnya.
Syamsul meminta Pengurus Besar AMAN ikut mendorong penetapan legalitas hutan adat di Kabupaten Rejang Lebong. Karena, usulan penetapan legalitas hutan adat telah disampaikan ke Kementerian Kehutanan.
"Hutan adat di Rejang Lebong sekitar 3000 hektare lebih yang tersebar di 6 kecamatan. Kami minta dorongan percepatan legalistas hutan adat oleh PB AMAN,” katanya.
Sekjen AMAN Rukka Sombolinggi mengapresiasi Pemerintah Kabupaten Rejang Lebong yang sudah mengesahkan Undang-Undang Perlindungan dan Pengakuan Masyarakat Adat di Daerah.
Rukka menyebut sekarang sudah ada 197 Perda Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Adat se-Nusantara, salah satunya termasuk di Pemerintah Kabupaten Rejang Lebong.
Bupati Rejang Lebong, Sekjen AMAN dan Ketua Dewan AMAN Nasional duduk berjajar saat menghadiri pembukaan Rakernas AMAN VII di Pendopo Bupati Rejang Lebong pada Jum'at (17/3/2023)
Mendorong Pengesahan RUU Masyarakat Adat
Ketua Dewan AMAN Nasional (DAMANNAS) Stefanus Masiun dalam sambutannya di acara Pembukaan Rakernas AMAN VII menyatakan bahwa momentum Hari Kebangkitan Masyarakat Adat Nusantara (HKMAN) ke-24 ini sebagai ajang refleksi panjangnya umur perjuangan Masyarakat Adat untuk mendapatkan pengakuan negara. Stefanus mendorong pengesahan RUU Masyarakat Adat terus dilakukan di tahun politik 2024.
"Kita harus terus mendorong pengesahan RUU Masyarakat Adat, sebab di tahun politik tahun 2024 mendatang, Presiden dapat meninggalkan legacy RUU Masyarakat Adat,” katanya.
***
Penulis adalah Jurnalis Masyarakat Adat Bengkulu