Oleh Yesnath Anthony

Ketua AMAN Sorong Raya Feki Mubalen menabuh tifa sebagai tanda dibukanya secara resmi acara “Musyawarah Tapal Batas Wilayah Adat Marga” di Kampung Wismer, Distrik Miyah Selatan, Kabupaten Tambrauw, Papua Barat Daya. Musyawarah yang berlangsung selama dua pekan dan berakhir pada 2 Maret 2023 ini diikuti oleh 10 marga dari Masyarakat Adat Miyah, yaitu Hae Aranggapo, Hae Tee, Sedik Aya Makot, Hae Ara Meyuo, Sedik Ruf, Momo Ka, Momo Heyout, Irun, Sewia, dan Esyah.

Sejumlah tamu undangan hadir dalam pembukaan musyawarah itu, di antaranya dari Greenpeace, The Samdana Institute, Forest Watch Indonesia (FWI), Badan Registrasi Wilayah Adat (BRWA), dan Akawuon. Para tamu disambut dengan tarian yang meriah oleh Masyarakat Adat.

Feki Mubalen menyatakan bahwa kegiatan musyawarah itu penting bagi Masyarakat Adat. Ia mengatakan, jika kita percaya hutan, tanah, dan segala isinya diciptakan Tuhan, maka melalui kegiatan itu, kita sedang berupaya untuk melindungi dan menjaga titipan Tuhan. Sebab, katanya, semua yang ada di wilayah adat itu, seperti pohon, ikan, dan tanah, diberikan Tuhan untuk Masyarakat Adat.

“Untuk itu, perlu dijaga dan dilindungi,” kata Feki dalam sambutannya membuka musyawarah di Kampung Wismer tersebut.

Ia berharap, melalui kegiatan musyawarah adat itu, muncul pengakuan di antara 10 marga yang mendiami Distrik Miyah Selatan, sehingga tidak menjadi konflik di waktu yang akan datang.

"Pengakuan batas wilayah antar-marga ini sangat penting agar tidak terjadi konflik,” tandasnya.

Frans Hae selaku Ketua Panitia menjelaskan bahwa kegiatan musyawarah adat tentang tapal batas wilayah adat yang terlaksana itu, merupakan tindak lanjut dari kegiatan musyawarah adat yang pernah dilakukan pada 2015 lalu.

"Ini Masyawarah Adat kedua,” ungkapnya. “Kegiatan ini kami laksanakan untuk menindaklanjuti hasil musyawarah adat pertama tahun 2015 lalu.”

Frans memaparkan bahwa musyawarah adat merupakan mekanisme pengambilan keputusan tertinggi dalam menyelesaikan konflik yang terjadi di tengah Masyarakat Adat dan keputusannya mengikat secara adat.

“Tujuannya agar tidak ada sifat klaim dan monopoli di antara sesama Masyarakat Adat, " tegasnya.

Kepala Distrik Miyah Selatan Karel Hae yang turut memberikan sambutan mewakili Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Tambrauw, mengatakan kalau pemerintah mendukung kedaulatan Masyarakat Adat di Tambrauw. Ditegaskannya, Pemkab Tambrauw selalu mendukung Masyarakat Adat untuk melindungi hutan dan tanah adat. Kegiatan musyawarah adat itu pun diakuinya penting untuk membantu pemerintah dalam sisi pembangunan infrastruktur ke depannya.

“Terkhusus, untuk anak cucu kita ke depannya,” kata Karel menegaskan pentingnya menjaga keberlangsungan wilayah adat bagi generasi selanjutnya.

***

Penulis adalah jurnalis Masyarakat Adat dari Papua Barat.

 

Writer : Yesnath Antony | Papua Barat
Tag : Tapal Batas Sorong Raya