Masyarakat Adat Papua Desak Pemerintah Cabut Izin Investasi Kelapa Sawit
24 Oktober 2023 Berita Nesta MakubaOleh Nesta Makuba
Masyarakat Adat Kiyura dan Iwaka di Kabupaten Mimika, Papua Tengah tengah berjuang hidup sejahtera setelah wilayah adat mereka dikuasai oleh perusahaan kelapa sawit PT Pusaka Agro Lestari (PAL) selama 13 tahun. Ribuan hektar hutan adat mereka habis dibabat PT PAL. Hutan adat yang dipenuhi anekaragam tumbuhan hayati seperti kayu besi, merbau, lenggua, matoa dan tambang tersebut selama ini menjadi tumpuan hidup Masyarakat Adat Kiyura dan Iwaka.
“Kami tambah miskin, kami tambah susah, hutan adat kami habis dibabat perusahaan kelapa sawit. Kami sekarang dijajah di atas wilayah adat kami sendiri,” kata Ratna Kameyauw, tokoh Masyarakat Adat Kiyura dan Iwaka di Kabupaten Mimika, Papua Tengah pekan lalu.
Ratna menyatakan hutan adat yang telah habis dibabat tersebut kini telah beralih fungsi menjadi tanaman perkebunan kelapa sawit. Anekaragam tumbuhan hayati yang selama ini jadi tumpuan hidup Masyarakat Adat telah diganti dengan tanaman pohon kelapa sawit.
“Ini yang kami sedihkan, hutan adat yang selama ini jadi tumpuan hidup kami sudah berubah bentuk menjadi perkebunan kelapa sawit,” kata Ratna.
Maraknya perkebunan kelapa sawit di tengah perkampungan wilayah adat Papua ini telah menarik perhatian dari kalangan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Papua. Baru-baru ini, DPR Papua menggelar rapat dengan jajaran Pemerintah Propinsi Papua pada 18 Oktober 2023 guna menindaklanjuti maraknya perkebunan kelapa sawit yang dikeluhkan oleh Masyarakat Adat dan Koalisi Peduli Masyarakat sipil.
Keluhan yang disampaikan meliputi perampasan wilayah Masyarakat Adat Aywu di Kabupaten Boven Digul, Papua Selatan dan Masyarakat Adat Kiyura dan Iwaka di Kabupaten Mimika. Mereka minta izin investasi perusahaan kelapa sawit PT Indo Asiana Lestari di Distrik Mandobo dan Distrik Fofi, Kabupaten Boven Digoel dan izin PT PAL di Kabupaten Mimika dicabut.
Selain perkebunan kelapa sawit, Masyarakat Adat dari Suku Besar Wate di Kabupaten Nabire juga meminta izin tambang PT Kristalin Eka Lestari dicabut.
Menindaklanjuti keluhan ini, pimpinan DPR Papua mendesak Pemerintah Propinsi Papua untuk segera mencabut sejumlah izin investasi perkebunan kelapa sawit dan pertambangan yang bermasalah di wilayah adat Papua.
Ketua Komisi II DPR Papua Mega Nikijuluw menyatakan semua izin investasi yang bermasalah di wilayah adat Papua harus dicabut. Mega menyebut ada beberapa kasus perampasan tanah adat berkedok investasi yang dilakukan oleh sejumlah perusahaan kelapa sawit dan pertambangan yang bermasalah, tapi justru izinnya dikeluarkan oleh Pemprop Papua. Ia mencontohkan kasus PT Pusaka Agro Lestari (PAL), sejak beroperasi pada tahun 2009 hingga 2021, PT PAL dinyatakan pailit atau bangkrut dan menjual asetnya kepada perusahaan lain. Namun izinnya dikeluarkan oleh Pemprop Papua tanpa menyelesaikan persoalannya dengan Masyarakat Adat Kiyura dan Iwaka.
Anggota Komisi II DPR Papua Jhon NR Gobay menyatakan izin PT PAL dikeluarkan oleh Pemprop Papua. Namun sekarang, PT PAL mundur karena telah diputus pailit oleh Pengadilan Niaga. Sementara, perkebunan kelapa sawit sudah dibuka, lingkungan sudah rusak. Dalam situasi seperti ini, sebut Jhon, Pemprop Papua jangan lepas tanggung jawab.
“Pemprop Papua harus bertanggung jawab atas permasalahan ini,” tandas Jhon NR.
Jhon menyebut kasus lain yang kini menjadi perhatian serius dari Komisi II DPR Papua adalah aspirasi Koalisi Peduli Suku Aywu terkait investasi perkebunan kelapa sawit di Kabupaten Boven Digoel yang disinyalir bermasalah. Banyak terjadi pelanggaran terkait pelepasan wilayah Masyarakat Adat seperti intimidasi dan juga pemalsuan dokumen tanpa memikirkan prinsip-prinsip Hak Asasi Manusia terutama hak hidup, ruang kelola orang Papua di atas wilayah adatnya sendiri.
Menanggapi hal ini, Kepala Dinas Penanaman Modal Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PMPTSP) Papua, Solaiyen Murib Tabuni meminta waktu untuk berdiskusi dengan dinas teknis lainnya terkait permasalahan izin investasi yang dikeluhkan Masyarakat Adat.
“Kami meminta waktu untuk koordinasi lanjutan dengan dinas teknis lainnya untuk membahas permasalahan izin investasi di tanah Papua,” tukasnya.
***
Penulis adalah Jurnalis Masyarakat Adat dari Papua