Konsolidasi AMAN Region Kalimantan, Sekjen : Kita Disini Untuk Memperkuat Masyarakat Adat
23 Januari 2024 Berita Haerudin AlexanderOleh Haerudin Alexander
Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Region Kalimantan menggelar konsolidasi selama dua hari diikuti sekitar 350 orang utusan organisasi dan komunitas Masyarakat Adat dari Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Kalimantan Utara, Kalimantan Tengah dan Kalimantan Timur.
Konsolidasi yang berlangsung di komunitas Adat Balik, Sepaku, Kecamatan Sepaku, Kabupaten Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur ini turut dihadiri Sekretaris Jenderal AMAN Rukka Sombolinggi beserta rombongan dari Pengurus Besar AMAN.
Konsolidasi dimeriahkan festival budaya dan dialog umum antara Masyarakat Adat dengan para pengambil kebijakan guna merumuskan mekanisme kerja kolaboratif bersama terkait langkah-langkah advokasi Masyarakat Adat yang ada di Kalimantan.
Sekjen AMAN Rukka Sombolinggi dalam sambutannya menyatakan bahwa kehadiran mereka dalam acara konsolidasi ini bukan hanya sekedar bertemu, namun ingin memperkuat Masyarakat Adat di region ini.
“Kita ada disini untuk bersama-sama memperkuat Masyarakat Adat di region Kalimantan ini,” kata Rukka saat membuka konsolidasi AMAN Region Kalimantan di komunitas Adat Balik Sepaku, Rabu (17/1/2024).
Rukka mengatakan saat ini komunitas Adat Suku Balik sedang terancam eksistensinya karena Proyek Strategis Nasional IKN yang sedang berlangsung di wilayah adat mereka. Ancaman penggusuran dan pemindahan sedang mereka hadapi.
Kondisi ini, kata Rukka, diperparah dengan belum adanya regulasi pengakuan dan perlindungan untuk mereka.
“Undang-Undang IKN memiliki kuasa kuat sehingga seandainya ada Peraturan Daerah adat atau pun Surat Keputusan pengakuan untuk komunitas, semua itu tidak berfungsi, yang terjadi hanya lempar sana-sani antara Pemerintah Kabupaten dan Otorita IKN untuk mengakui komunitas adat ini,” tandasnya.
Rukka menerangkan yang harus diperhatikan di region Kalimantan ini adalah banyak muncul organisasi-organisasi yang basisnya adalah identitas sebagai Masyarakat Adat.
“Kita suka atau tidak, di pulau ini (Kalimantan) paling mudah namanya direstui oleh orang-orang yang berasal dari organisasi berbaju adat,” sebutnya.
Rukka menegaskan kader-kader AMAN, komunitas anggota AMAN tidak boleh melakukan itu. Menurutnya, dipakaikan baju adat itu bisa jadi baju adat yang dibeli dipasar lalu ikut dukung-dukung perampasan wilayah adat. Kemudian, ikut dukung- dukung masyarakat dibelah kiri kanan.
“Bahkan, di IKN ini saya menyaksikan betapa dengan baju adat, orang-orang yang bukan pemilik tanah ini memberikan restu,” ungkapnya.
Rukka menyatakan prihatin pembangunan negara hanya bertujuan untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang hanya dinikmati oleh sekelompok orang dan tidak berkaitan dengan penyelesaian problematika Masyarakat Adat.
Bagi komunitas Masyarakat Adat, imbuhnya, pembangunan negara akan berimbas pada hilangnya wilayah adat. Hal ini terbukti meningkatnya eskalasi konflik agraria di berbagai wilayah adat yang melibatkan Masyarakat Adat.
Rukka menambahkan keadaan ini diperparah dengan lambatnya pemerintah menghormati hak-hak Masyarakat Adat melalui Rancangan Undang Undang (RUU) Masyarakat Adat yang belum juga disahkan serta Peraturan Daerah yang dapat melindungi dan mengakui hak Masyarakat Adat.
Dikatakannya, situasi yang dialami oleh Masyarakat Adat di Indonesia tidak terlepas dari apa yang mereka alami dalam satu dekade terakhir, berbagai kebijakan pemerintah dalam menjalankan proyek pembangunan negara dilaksanakan dengan mengabaikan hak hak Masyarakat Adat, beberapa diantaranya melalui Proyek Strategis Nasional termasuk yang ada di Kalimantan.
“Proyek pembangunan ini menjadi ancaman nyata bagi kehidupan Masyarakat Adat karena wilayah adatnya telah dijadikan sebagai lahan pembangunan, bahkan menghilangkan seluruh pengetahuan Masyarakat Adat yang diwariskan secara turun temurun,” paparnya.
Rukka menuturkan rusaknya lingkungan alam (gunung, hutan, sungai, bahkan daerah pemukiman), ketimpangan penguasaan lahan, konflik terus terjadi dan semakin rawan kehidupan Masyarakat Adat di Kalimantan semakin tak terhindarkan dari waktu ke waktu. Di samping itu, lanjutnya, ketimpangan struktural tersebut berakar pada hukum dan kebijakan negara yang semakin hari semakin menunjukkan ketidakhandalannya dalam memenuhi hak-hak warga negara termasuk Masyarakat Adat.
“Keadaan ini sedang dialami kelompok Masyarakat Adat yang terancam punah akibat dari pembangunan megaproyek IKN. Kelompok Masyarakat Adat tersebut adalah Masyarakat Adat Balik Sepaku dan Masyarakat Adat Balik Pemaluan,” ungkapnya sembari menyebut komunitas Masyarakat Adat ini berada di jantung (ring 1) pembangunan IKN sehingga sangat rentan untuk kehilangan wilayah adatnya.
Padahal, sebut Rukka, komunitas Masyarakat Adat Balik Sepaku dan Balik Pemaluan telah menguasai wilayah adatnya secara turun temurun, jauh sebelum berdirinya Negara Republik Indonesia.
Tidak Sendiri Menghadapi IKN
Syamsiah, salah seorang tokoh Perempuan Adat Suku Balik menyatakan terima kasih atas terselenggaranya acara konsolidasi AMAN region Kalimantan. Ia mengatakan kehadiran Pengurus Besar AMAN dan pengurus lainnya dari propinsi se-Kalimantan ke acara konsolidasi ini membuat mereka jadi tambah semangat.
“Kami sadar sebagai Suku Balik, kami tidak sendiri menghadapi IKN ini,” katanya.
Syamsiah menyatakan sebenarnya mereka tidak menolak program IKN yang saat ini sedang berlangsung di wilayah adat komunitas Suku Balik. Syamsiah menegaskan yang mereka tolak adalah kerjanya dan juga proses pembangunan IKN tersebut.
“Kenapa pembangunan IKN itu harus di sini (wilayah adat Suku Balik). Kalimantan ini luas hutannya, luas juga pulaunya,” sebut Syamsiah.
Menurutnya, pembangunan IKN di komunitas suku Balik secara tidak langsung akan merusak kampung dan hutan adat mereka, termasuk merusak sungai. Padahal, kata Syamsiah, itu semua tempat penghidupan mereka.
“Sumber penghidupan kami itu ada di kampung, hutan adat dan sungai. Bagaimana jika itu semua dirusak, mau jadi apa kami nanti,” tanyanya sembari meminta hak-hak kelola Masyarakat Adat harus dilindungi.
Konsolidasi AMAN se-Kalimantan. Dokumentasi AMAN
Pernyataan Sikap
Setelah dua hari menggelar konsolidasi di wilayah adat Suku Balik, Sepaku pada 17-18 Januari 2024, Masyarakat Adat yang hadir dalam konsolidasi tersebut menyatakan sikap sebagai berikut:
1. Kami menolak segala bentuk penggusuran dan perampasan wilayah adat yang mengatasnamakan Proyek Strategis Nasional (PSN) di seluruh Kalimantan.
2. Kami mendesak Pemerintah Pusat dan Badan Otorita IKN untuk segera menghentikan seluruh proses pembangunan IKN sebelum adanya jaminan hukum pengakuan, penghormatan, perlindungan, dan pemenuhan hak Masyarakat Adat yang berada di dalam dan sekitar area kawasan IKN.
3. Kami mendesak Pemerintah Daerah Provinsi, Kabupaten/Kota di seluruh Kalimantan untuk segera melaksanakan Permendagri No.52 Tahun 2014 tentang Pedoman Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat hukum Adat, dan percepatan implementasi Putusan Mahkamah Konstitusi No. 35/PUU-X/2012 tentang Hutan Adat. Sehingga kami dapat mengoptimalkan peran dan kontribusi kami dalam pembangunan ekonomi daerah dan nasional.
4. Kami mendesak Pemerintah Daerah Provinsi, Kabupaten/Kota di seluruh Kalimantan untuk mengimplementasikan kebijakan tentang Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Adat beserta Wilayah Adatnya.
5. Kami mendesak Pemerintah untuk menjamin akses Perempuan, anak dan kaum disabilitas terhadap ruang hidup dan dalam mempraktekkan pengetahuan kolektifnya.
6. Kami mendesak TNI dan POLRI untuk menghentikan segala bentuk intimidasi, kriminalisasi dan kekerasan serta berbagai bentuk pelanggaran HAM terhadap Masyarakat Adat, dan para pembela Masyarakat Adat yang berjuang mempertahankan hak-haknya, memperjuangkan tanah-airnya, termasuk hak-hak kami sebagai peladang tradisional.
7. Kami mendesak Presiden dan DPR RI sebelum berakhir masa jabatannya untuk segera mengesahkan RUU Masyarakat Adat yang sesuai dengan aspirasi Masyarakat Adat.
8. Kepada para pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden yang terpilih di Pilpres 2024 nanti wajib melaksanakan mandat Konstitusi UUD 45 untuk mengakui, melindungi dan menghormati Masyarakat Adat beserta hak-hak tradisionalnya.
***
Penulis adalah Jurnalis Masyarakat Adat dari Kalimantan Timur