Masyarakat Adat Suku Andio Tolak Pertambangan Batu Gamping di Banggai
05 Februari 2024 Berita SamsirOleh Samsir
Masyarakat Adat Suku Andio menolak pertambangan batu gamping (batu kapur) yang rencananya akan dilakukan oleh sejumlah perusahaan di Kabupaten Banggai, Sulawesi Tengah.
Sedikitnya lima perusahaan tambang batu gamping akan beroperasi di sejumlah wilayah Banggai. Kelima perusahaan tersebut adalah PT Moramo Gamping Makmur di Kecamatan Lamala dan Mantho seluas 2.340.00 hektar, PT Empros Dharma Jaya di Kecamatan Masama seluas 92,55 hektar, PT Mineral Inti Selaras di desa Ranga-Ranga dan Bantayan seluas 77,25 hektar, PT Giadaya Kapoer Abadi di desa Bantayan dan Ranga-Ranga seluas 99.00 hektar, PT Patriot Karya Nusantara di desa Ranga-Ranga seluas 97.00 hektar.
Masyarakat Adat Suku Andio menilai rencana beroperasinya tambang batu gamping dapat merusak wilayah adat warisan leluhur yang bernilai historis. Kemudian, pertambangan juga diyakini akan merusak lingkungan dan areal pertanian yang selama ini menjadi sumber perekonomian warga.
Ismail Anggio, salah seorang tokoh adat Suku Andio menyebut salah satu daerah yang menjadi lokasi pertambangan di Kecamatan Masama selama ini menjadi lumbung pangan di Kabupaten Banggai sejak tahun 1982. Ismail khawatir ketika tambang batu kapur dipaksakan beroperasi di daerah tersebut maka diyakini akan merusak struktur lahan pertanian bahkan budaya mereka.
“Hal ini yang kita khawatirkan, makanya kita menolak pertambangan di Banggai,” kata Ismail Anggio di kampungnya desa Masama, Kabupaten Banggai pada Sabtu, 3 Februari 2024.
Ia mengungkap ada empat cagar budaya Suku Andio yang terancam musnah jika perusahaan tambang beroperasi di Banggai. Keempat cagar budaya tersebut adalah Benteng Radjawali di komplek perkebunan Saulean perbatasan Masama dan desa Labotan, Kuburan Ambaraal (tokoh dan pejuang Suku Andio) di Kecamatan Lamala, Kuburan Radjawali (pejuang Suku Andio) di Taugi Ite’ dan Gereja Tua di desa Simpangan.
AMAN Dukung Suku Andio
Ketua Pengurus Daerah AMAN Tompotika, Fainal Djibran menyatakan rencana beroperasinya aktivitas pertambangan di Kabupaten Banggai yang ditolak oleh Masyarakat Adat Suku Andio patut didukung. Mengingat, daerah itu memiliki sejumlah situs warisan budaya yang perlu dilestarikan keberadaannya karena memiliki nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan kebudayaan.
“Kami dukung sikap Masyarakat Adat Suku Andio yang menolak adanya aktivitas pertambangan di Kabupaten Banggai,” kata Fainal Djibran.
Fainal menambahkan penolakan ini untuk melindungi wilayah adat dari ancaman kerusakan alam akibat pertambangan, karena imbasnya akan merugikan kelestarian alam pengunungan yang masih alami.
Menurutnya, pemerintah boleh saja memberikan karpet merah kepada investor pertambangan. Tapi, Masyarakat Adat juga harus tetap dilindungi.
“Masyarakat Adat tidak boleh diabaikan, manakala pemerintah mendatangkan investor ke satu daerah,” tegasnya.
Suku Andio Diakui Pemerintah
Suku Andio merupakan salah satu suku minoritas yang berada di lembah gunung Tompotika tepatnya di wilayah Kecamatan Masama, Kabupaten Banggai, Sulawesi Tengah. Suku Andio mendiami wilayah adat yang terbentang dari Lomba hingga Sinsiok di Bantayan.
Keberadaan Suku Andio mulai dikenal sejak pecahnya Kerajaan Tompotika pada tahun 1580. Sedangkan, penamaan ‘Andio’ diambil dari nama seorang pemuda yang memiliki sikap santun, kritis, cerdas dan bijak.
Bupati Banggai Amirudin Tamoreka menyatakan Suku Andio merupakan salah satu suku yang eksis di wilayah Kecamatan Masama dan Lamala. Sebelumnya, hanya ada tiga suku di Banggai. Namun, sekarang sudah bertambah suku Andio.
“Tadinya kita mengenal ada tiga suku di daerah ini: Banggai, Balantak, dan Saluan. Namun, seiring perjalanan waktu ada satu suku lagi yakni Suku Andio,” kata Bupati Amirudin.
***
Penulis adalah Jurnalis Masyarakat Adat dari Sulawesi Tengah