Peringatan HKMAN dan 25 Tahun AMAN di Tana Luwu: Desak Presiden dan DPR Sahkan RUU Masyarakat Adat
18 Maret 2024 Berita Andre TandigauOleh Andre Tandigau
Pengurus Wilayah Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Tana Luwu memperingati Hari Kebangkatikan Masyarakat Adat Nusantara (HKMAN) dan 25 Tahun AMAN di Cafe D’Twins, Kelurahan Sabbamparu, Kecamatan Wara Utara, Kota Palopo pada Minggu, 17 Maret 2024.
Peringatan yang berlangsung secara sederhana ini dibuka langsung oleh Ketua Pengurus Harian AMAN Tana Luwu, Irsal Hamid. Dalam sambutannya, Irsal menyatakan bahwa Peringatan HKMAN dan 25 Tahun AMAN dilaksanakan setiap tahun tepatnya setiap tanggal 17 Maret 2024.
Irsal mengatakan ada yang berbeda dari peringatan HKMAN dan 25 Tahun AMAN kali ini, dimana secara nasional AMAN dan Perhimpunan Pembela Masyarakat Adat Nusantara (PPMAN) tengah menggugat Presiden Dan DPR RI di PTUN Jakarta terkait Rancangan Undang-Undang (RUU) Masyarakat Adat yang tidak kunjung disahkan.
Karenanya di momentum bersejarah ini, sebut Irsal, AMAN Tana Luwu mendesak Presiden dan DPR RI segera mensahkan Undang-Undang Masyarakat Adat.
“Kami berharap pengesahan Undang-Undang Masyarakat Adat ini jadi kado terindah pada peringatan HKMAN dan 25 Tahun AMAN kali ini,” kata Irsal Hamid disela peringatan HKMAN dan 25 Tahun AMAN di Palopo.
Pada kesempanan yang sama, DAMANNAS Region Sulawesi, Bata Manurun mengatakan bahwa momentum peringatan HKMAN dan 25 Tahun AMAN ini sangat strategis karena rakyat Indonesia baru saja melaksanakan Pemilu 2024. Pria yang akrab disapa Batman ini berharap Presiden dan anggota DPR terpilih dari hasil pelaksanaan Pemilu 2024 dapat memberikan dukungan yang penuh atas pengesahan Undang-Undang Masyarakat Adat.
Menurut Bata Manurun, pengesahan Undang-Undang Masyarakat Adat sudah sangat mendesak karena faktanya saat ini Masyarakat Adat masih mengalami perampasan wilayah adat yang dilakukan oleh korporasi atau perusahaan tambang.
“Sudah cukup lama Masyarakat Adat menderita karena ketiadaan Undang-Undang yang melindungi mereka. Ini saatnya, pemerintah dan DPR mensahkan Undang-Undang Masyarakat Adatm” tegasnya.
Hal senada disampaikan Kepala Badan Registrasi Wilayah Adat (BRWA) Sulawesi Selatan, Zainal Abidin bahwa untuk pengakuan dan perlindungan Masyarakat Adat lewat Undang-Undang Masyarakat Adat itu sepenuhnya kewenangan pemerintah. Dan semestinya, pemerintah yang harus pro aktif mendorong lahirnya Undang-Undang Masyarakat Adat.
Zainal mengakui bahwa perjuangan untuk melahirkan Undang-Undang Masyarakat Adat ini memang sangat rumit karena ada kepentingan politik dan kepentingan investasi. Tapi poinnya, kata Zainal, negara harus mengembalikan hak-hak Masyarakat Adat lewat Undang-Undang Masyarakat Adat. Disamping itu, perlu juga mendorong Peraturan Daerah (Perda) Pengakuan Masyarakat Adat, khususnya di Kota Palopo, Kabupaten Luwu Utara yang saat ini sudah berjalan tahapan percepatan Pengakuan Masyarakat Adat lewat Surat Keputusan Bupati. Kemudian, dua Kabupaten di Luwu Timur dan Luwu juga sudah ada Perda Pengakuan Masyarakat Adat.
Ketua DAMANWIL Tana Luwu, Palindungan Tandigau menyebut Tana Luwu terbangun dari Masyarakat Adat. Ada sekitar 144 komunitas adat menjadi anggota AMAN, sementara versi pemerintah Masyarakat Adat hanya dijadikan sebagai objek saja.
Halim dari perwakilan Perkumpulan HuMa mengatakan bahwa secara konstitusi dalam UUD 45 pasal 18b ayat (2) itu sudah jelas dimana bunyinya bahwa negara mengakui kesatuan-kesatuan Masyarakat Adat serta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup. Artinya, secara konstitusi ini telah mengisyaratkan perlunya pengaturan terkait Undang-Undang Masyarakat Adat. Tetapi kembali lagi bahwa pemerintah saat ini tidak ada rasa keperpihakan kepada Masyarakat Adat sehingga Masyarakat Adat hanya menjadi jualan politik saja dimasa kampanye.
“Itu terbukti, dimana selama dua periode masa kepemimpinan Presiden Joko Widodo, Undang-Undang Masyarakat Adat ini masih menjadi jualan politik. Faktanya hingga kini Undang-Undang Masyarakat Adat tidak kunjung disahkan,” papar Halim.
Direktur YBS, Abdul Malik Saleh menyampaikan pemerintah harus bertanggungjawab atas mangkraknya pengesahan Undang-Undang Masyarakat Adat di DPR. Untuk itu, pengesahan Undang-Undang Masyarakat Adat ini harus disegerakan jika pemerintah tidak ingin dipersalahkan.
“Sejarah akan mencatat bahwa ini kesalahan pemerintah jika Undang-Undang Masyarakat Adat tidak segera disahkan,” tegasnya.
***
Penulis adalah Jurnalis Masyarakat Adat dari Rongkong, Tana Luwu