Oleh Della Azahra

Sekretaris Jenderal Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Rukka Sombolinggi menegaskan akan mengajukan banding atas putusan Majelis Hakim Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta yang menolak gugatan AMAN dan beberapa komunitas Masyarakat Adat terhadap Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) terkait pembentukan Undang-Undang Masyarakat Adat (UU MA).

Rukka mengatakan sangat kecewa dengan putusan PTUN Jakarta. Menurutnya, PTUN Jakarta telah gagal menjadi sarana mencari keadilan bagi Masyarakat Adat di Indonesia dengan secara langsung membenarkan tindakan Presiden dan DPR yang mengabaikan permohonan Masyarakat Adat untuk membentuk UU MA.

“PTUN gagal menjadi kontrol terhadap penyelenggaraan fungsi pemerintahan di Indonesia, sekaligus membuktikan dirinya tidak menjalankan amanat UU Administrasi Pemerintahan,” kata  Rukka sehari pasca PTUN Jakarta menolak gugatan AMAN dan beberapa komunitas Masyarakat Adat pada Jum’at, 17 Mei 2024.

Putusan atas gugatan pembentukan UU Masyarakat Adat yang diajukan AMAN dan beberapa komunitas Masyarakat Adat disampaikan melalui amar putusan elektronik yang diunggah PTUN Jakarta pada Kamis, 16 Mei 2024.  

Rukka menegaskan bahwa putusan ini bukanlah akhir dari perjuangan. Ia menyatakan AMAN beserta komunitas Masyarakat Adat di seluruh Nusantara akan terus berjuang menuntut negara untuk melaksanakan kewajiban yang diberikan oleh konstitusi. Karena itu, Rukka menegaskan pihaknya akan mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi.

“Kita akan banding dan akan terus mencari jalan untuk memperjuangkan dan mewujudkan hak-hak konstitusional Masyarakat Adat di seluruh Nusantara,” tegas Rukka.

Putusan PTUN Jakarta Tidak Adil

Koordinator tim hukum dari Perhimpunan Pembela Masyarakat Adat Nusantara (PPMAN) Fatiatulo Lazira membenarkan bahwa PTUN Jakarta telah menolak gugatan AMAN dan komunitas Masyarakat Adat.

Pria yang akrab disapa Fati ini sangat menyayangkan putusan majelis hakim PTUN Jakarta. Menurutnya, putusan ini menunjukkan ketidakadilan hukum bagi seluruh Masyarakat Adat di Nusantara.

“Putusan ini tidak adil bagi Masyarakat Adat,” tegasnya.

Namun, Fati menyampaikan bahwa putusan ini bukanlah akhir dari perjuangan panjang pengesahan RUU Masyarakat Adat. Menurutnya, masih terdapat upaya-upaya hukum yang akan dilakukan kedepannya.

“Kita punya waktu sejak putusan ini, paling lama 14 hari untuk menyatakan banding,” tuturnya.

Fati berharap kedepan PTUN Jakarta dapat lebih progresif dalam memaknai gugatan ini, termasuk menjatuhkan putusan yang menganulir putusan tingkat pertama.

“Ketika ruang politik untuk kita mengajukan permohonan sudah tertutup, kemudian pengadilan juga sudah menutup diri, lantas kemudian kemana lagi warga negara melakukan upaya,” tanya Fati.

Fati menambahkan atas putusan yang tidak berkeadilan ini, kuasa hukum penggugat perkara Nomor 542/G/TF/2023/PTUN.JKT menyatakan sikap bahwa PTUN sebagai kontrol terhadap penyelenggaraan fungsi pemerintahan berdasarkan UU Administrasi pemerintahan telah membuktikan dirinya gagal menjalankan amanat UU dimaksud.

Fati juga mengatakan bahwa para penggugat dan Masyarakat Adat di Indonesia akan tetap menuntut kepada negara untuk melaksanakan kewajiban konstitusionalnya untuk membentuk UU Masyarakat Adat

“PTUN Jakarta yang mengadili perkara dimaksud gagal menjadi sarana bagi pencari keadilan untuk mewujudkan hak-hak konstitusionalnya,” ujarnya.

***

Penulis adalah volunteer di Infokom PB AMAN

Writer : Della Azzahra | Jakarta
Tag : DPR RI PTUN Presiden