Oleh Sepriandi

Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) menolak pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistem (KSDAHE) yang rencananya akan dilakukan DPR pada Juli 2024 karena dinilai telah mengabaikan hak-hak Masyarakat Adat di Indonesia.

Ketua Pengurus Harian AMAN Bengkulu, Fahmi Arisandi mengatakan pengesahan RUU KSDAHE ini dinilai abai terhadap hak-hak Masyarakat Adat. Padahal, Masyarakat Adat berhak atas pengelolaan wilayah konservasi.

Menurut Fahmi, harusnya pembahasan RUU KSDAHE melibatkan Masyarakat Adat. Penetapan wilayah konservasi oleh negara juga harusnya melibatkan Masyarakat Adat. Sebab, Masyarakat Adat rata-rata bermukim dekat dengan wilayah konservasi seperti kawasan pegunungan dan kawasan pesisir.

"Jika diabaikan, ini bisa memicu konflik baru yang menimpa keberadaan Masyarakat Adat. Karena itu, negara harus mengedepankan aspek hak dan partisipasi,” kata Fahmi Arisandi pada Kamis, 27 Juni 2024.

Fahmi mengakui bahwa di Bengkulu,  secara umum pengesahan RUU KSDAHE akan berdampak negatif pada Masyarakat Adat.

Ketua PD AMAN Tana Serawai, Zemi Sipantri menilai langkah pemerintah bersama DPR yang akan mengesahkan RUU KSDAHE sangat tidak adil bagi Masyarakat Adat. Menurut Zemi, seharusnya pemerintah dan DPR lebih dulu mengesahkan RUU Masyarakat Adat yang sudah tertunda cukup lama. Fakta ini menunjukkan bahwa pemerintah tidak berpihak kepada Masyarakat Adat.

“Pemerintah tidak adil. RUU KSDAHE tidak terlihat urgensinya, tapi justru buru-buru mau disahkan. Sebaliknya, RUU Masyarakat Adat yang sudah cukup lama mangkrak di DPR dibiarkan begitu saja. Ini aneh,” tandasnya.

Zemi memaparkan berdasarkan catatan AMAN, ada sekitar 75 persen wilayah adat masuk dalam kawasan hutan. Dimana, 1,6 juta hektare wilayah adat yang masuk dalam konservasi tersebut memiliki populasi sekitar 2,9 juta Masyarakat Adat. 

Di wilayah adat PD AMAN Tana Serawai, sebut Zemi, kawasan konservasi banyak bersentuhan langsung dengan Masyarakat Adat  seperti kawasan Hutan Lindung Register 37 Bukit Sanggul. Zemi menyebut kawasan hutan ini berdekatan langsung dengan pemukiman Masyarakat Adat.

Zemi mengatakan negara kerap mempersalahkan keberadaan Masyarakat Adat ketika mereka menyentuh wilayah konservasi. Tapi sebaliknya, ketika investor yang merusak wilayah Adat dan lingkungan dianggap tidak masalah.

“Sekali lagi, cara-cara seperti ini tidak masuk akal,” tegasnya.

Zemi menyatakan atasnama perwakilan Masyarakat Adat di Bengkulu, ia mendesak DPR  untuk tidak mengesahkan RUU KSDAHE tanpa melihat aspek kepentingan Masyarakat Adat dan lingkungan secara umum.

“Lupakan pengesahan RUU KSDAHE, sebaiknya DPR fokus untuk mengesahkan RUU Masyarakat Adat,” ujarnya.

***

Penulis adalah Jurnalis Masyarakat Adat di Bengkulu

Writer : Sepriandi | Bengkulu
Tag : RUU KSDAHE