Oleh Hairudin Alexander dan Mohamad Hajazi

The International Day of the World’s Indigenous Peoples atau Hari Internasional Masyarakat Adat Sedunia (HIMAS) merupakan hari spesial bagi Masyarakat Adat yang selalu diperingati setiap tanggal 9 Agustus. Peringatan HIMAS yang ditetapkan berdasarkan resolusi 49/214 pada 23 Desember 1994 ini menandai kebangkitan Masyarakat Adat dalam memperjuangkan hak-haknya.

Masyarakat Adat di seluruh dunia memiliki perbedaan budaya dan tradisi, akan tetapi Masyarakat Adat tersebut memiliki masalah yang sama terkait dengan perlindungan hak-hak mereka sebagai Masyarakat Adat.

Di Indonesia, perjuangan Masyarakat Adat dalam mendapatkan pengakuan atas hak-hak mereka masih jauh dari harapan, kendati Undang-Undang Dasar kita mengakui eksistensi Masyarakat Adat. 

Seperti kisah perjuangan yang dialami Petrus Asuty, seorang tokoh adat dari Muara Tae, Kabupaten Kutai Barat, Kalimantan Timur. Petrus memaparkan sejak 1971 hingga sekarang  wilayah adat mereka masih dikuasai oleh perusahaan secara bergantian hingga menghancurkan ruang hidup Masyarakat Adat. 

Petrus bercerita pada tahun 90-an, dirinya sempat lari ke hutan selama tiga bulan  saat mereka berkasus dengan perusahaan sawit PT. London Sumatra  (Lonsum). Sementara, 10 rekannya ditangkap.

“Saya dikejar dan rekan saya ditangkap karena kami menolak aktiitas perusahaan sawit di areal wilayah adat kami,” tuturnya.

Pemenang pengahargaan Equator Prize dari PBB ini menerangkan sejak mereka berjuang membela willayah adat dari penggusuran komunitas  adat di Muara Tae, mereka kerap berhadapan dengan aparat yang menjadi kaki tangan perusahaan. Bahkan, mereka kerap kali berhadapan dengan komunitas Masyarakat Adat tetangga yang mendukung perusahaan dan juga pemerintah.

“Sebelum ada  perusahaan masuk ke wilayah adat kami, pemerintah baik-baik saja kepada kami. Tapi setelah perusahaan masuk, pemerintah berubah mendukung apapun yang dilakukan perusahaan,” imbuhnya.

Petrus Asuy berharap pada peringatan HIMAS tahun ini ada kemajuan terhadap pengakuan hak-hak Masyarakat Adat, terutama di Muara Tae.

“Kami sedang mendorong pengakuan hak-hak Masyarakat Adat di Kabupaten Kutai Barat bisa segera terwujud. Momentum HIMAS ini jadi harapan kami, semoga  pemerintah dan Masyarakat Adat bisa bersinergi dalam membangun daerah,” ungkapnya.


Aliansi Masyarakat Adat Wilayah Nusa Tenggara Barat pada Perayaan HIMAS 2019

HIMAS di Nusa Tenggara Barat 

Dalam rangka memeriahkan peringatan Hari Internasional Masyarakat Adat Sedunia (HIMAS) pada 9 Agustus 2024, Pengurus Wilayah Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Nusa Tenggara Barat  akan menggelar dialog untuk merefleksi perjuangan hak-hak Masyarakat Adat. 

Dialog yang akan dilaksanakan di Taman Budaya Sasak Komunitas Adat Jelantik, Lombok Tengah tersebut akan menghadirkan pada Ketua Pengurus Harian Daerah dan Dewan AMAN Wilayah dan Daerah se-Nusa Tenggara Barat. 

Saharuddin dari Biro Manajemen dan Keuangan PW AMAN Nusa Tenggara Barat menjelaskan dialog ini bertujuan untuk memformulasikan langkah-langkah stategis dalam melindungi hak-hak Masyarakat Adat dan menjaga  tanah adat yang menjadi identitas Masyarakat Adat sebagai tempat untuk memenuhi kebutuhan hidup.

Saharudin menyebut selain dialog, perayaan HIMAS akan dimeriahkan dengan penampilan seni tradisi dari Suku Sasak seperti wayang sasak, musik tradisional cilokak, dan kesenian-kesenian tradisional lainnya.

"Perayaan HIMAS tahun ini harus lebih meriah dari tahun sebelumnya,” katanya pada Senin, 5 Agustus 2024.

Baiq Muliati selaku Ketua Pengurus Harian Daerah AMAN Lombok Tengah juga sangat antusias menyambut perayaan HIMAS tahun ini.

Ia menyatakan pada perayaan HIMAS tahun ini, mereka akan mengirim pengurus sekolah adat untuk mensukseskan kegiatan Musyawarah Besar Sekolah Adat se- Nusantara yang akan berlangsung di Komunitas Adat Osing, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur. Mereka akan mementaskan kesenian tradisoanal dan memperkenalkan kuliner tradisional lombok tengah disana.

Muliati berharap seluruh agenda perayaan HIMAS yang dilaksanakan AMAN tahun ini berlangsung sukses. Namun, Muliati juga berharap perayaan HIMAS kali ini tidak hanya sekedar seremonial, namun lebih pada penekanan untuk memperkuat semangat dalam mempertahankan dan membela hak-hak Masyarakat Adat di masing-masing wilayah pengorganisasian AMAN.

“Kita berharap ada kado manis dari perayaan HIMAS kali ini. Kado manis itu pengesahan Undang-Undang Masyarakat Adat,” katanya.

Penulis adalah Jurnalis Masyarakat Adat dari Kalimantan Timur dan Nusa Tenggara Barat

Writer : Hairudin Alexander dan Mohamad Hajazi | Kalimantan Timur dan Nusa Tenggara Barat
Tag : Masyarakat Adat HIMAS 2024