Oleh Muhamad Fauzi

Lima orang Masyarakat Adat Kampung Dukuh sedang menampilkan seni tradisi Terbang Sejak. Satu orang melakukan atraksi menggunakan golok sambil membaca ilmu-ilmu dukuh, sementara empat orang lainnya mengiringi dengan alat musik.

Tradisi yang populer untuk menyambut tamu yang dihormati oleh masyarakat ini sudah berumur 100 tahun. Selain menyambut tamu, tradisi Terbang Sejak ini juga biasa digunakan sebagai hiburan untuk acara kawinan dan khitanan (sunatan).

Khusus di acara khitanan, Terbang Sejak dimainkan dengan maksud agar anak kecil yang telah dikhitan tidak mengeluarkan darah.

Terbang Sejak adalah seni tradisi Kampung Dukuh di Desa Ciroyom, Kecamatan Cikelet Kabupaten Garut, Jawa Barat.  Beberapa pendirinya sudah masuk tiga generasi.

Generasi pertama Aki Iyin (kakek Iyin), generasi kedua Aki Ahromi (kakek Ahromi), generasi ketiga yang merupakan generasi penerus sekaligus pelestari adalah Abah Yayan.

Abah Yayan menjelaskan tradisi Terbang Sejak ini sudah hidup dan berkembang di Kampung Dukuh sejak abad ke-17. Dalam perkembangannya, tradisi Terbang Sejak kurang begitu mendapat perhatian dari masyarakat di luar Kampung Dukuh.

Tradisi ini hanya berkembang di wilayah Kampung Dukuh saja. Awalnya, tradisi Terbang Sejak hanya dilakukan untuk melakukan puji-pujian dan doa-doa kepada Yang Maha Kuasa. Memasuki awal abad ke-19, tradisi Terbang Sejak mendapat perhatian dari Aki Sanukri. Beliau mengembangkan Terbang Sejak menjadi sebuah seni hiburan rakyat.

“Sejak itu, tradisi Terbang Sejak ini mengalami perkembangan yang cukup pesat. Tidak hanya dikenal oleh masyarakat kampung adat Dukuh, tapi tradisi ini juga dikenal hampir di seluruh wilayah Kabupaten Garut,” terangnya.

Guru Sekolah Adat Kampung Dukuh Bidang Kesenian dan Tradisi, Yayan Hermawan menyatakan seni tradisi Terbang Sejak pertama kali diperlihatkan di Kampung Dukuh.

“Hingga kini, umur seni tradisi Terbang Sejak ini sudah hampir 100 tahun lebih,” ujarnya di Kampung Dukuh pada Senin, 19 Agustus 2024.

Yayan Hermawan menjelaskan cara yang dilakukan untuk memainkan Terbang Sejak ini harus ada ritual, karena dibarengi dengan atraksi golok tajam agar lebih semarak. Yayan menambahkan untuk memainkan tradisi ini diperlukan empat alat tradisional yaitu Kempring, Pangais, Bangsring dan Dogdog Pangrewong.  Dikatakannya, seni tradisi Terbang Sejak tidak bisa dimainkan sendiri, melainkan harus dimainkan secara berkelompok.

Yayan menerangkan seni tradisi ini merupakan warisa budaya dari nenek moyang mereka sehingga mereka memiliki tanggungjawab untuk mengurus dan melestarikannya.

“Kewajiban kami untuk melestarikan tradisi ini agar tradisi ini terus berkembang dan terjaga,” ungkapnya.

Kampung Dukuh

Kampung Dukuh merupakan kampung adat terbesar di Desa Ciroyom, Kecamatan Cikelet, Kabupaten Garut. Kampung yang memiliki pola hidup sederhana ini hanya berjarak sekitar 100 km dari Kota Garut.

Masyarakat Adat Kampung Dukuh sangat teguh memegang adat dan tradisi leluhurnya. Dalam keseharian,  Masyakarat Adat Dukuh hidup dari hasil bertani dan beternak.

Kehidupan mereka melandaskan pada sebuah falsafah yang dikenal dengan nama Elmu Dukuh. Falsafah ini merupakan warisan yang diperoleh secara turun temurun dan hanya dikuasai oleh orang-orang tertentu.

Dalam falsafah Elmu Dukuh, termuat berbagai aturan yang mengatur Masyarakat Adat Dukuh harus bersikap terhadap apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan dan apa yang boleh atau tidak boleh digunakan.

Ada beberapa aturan yang mengikat kehidupan Masyarakat Adat Kampung Dukuh, diantaranya :

dilarang selonjoran kaki ke arah makam yang dianggap keramat oleh mereka, dilarang berdua-duaan antara laki-laki dengan perempuan yang bukan muhrim, dilarang makan sambil berdiri, apalagi menggunakan tangan kiri.

Selain aturan tersebut, ada juga larangan khusus meliputi Pacaduan Kampung  yaitu larangan yang berhubungan dengan kampung, Pacaduan Makom  yaitu larangan yang berhubungan dengan makam, dan Pacaduan Leuweung  yaitu larangan yang berhubungan dengan hutan.

Larangan Kampung mengatur bentuk rumah dan isinya. Larangan Makam mengatur tata cara ziarah ke makam. Sementara, Larangan Hutan mengatur pemeliharaan dan pelestarian hutan.

***

Penulis adalah Jurnalis Masyarakat Adat dari Kampung Adat Dukuh, Garut.

Writer : Muhamad Fauzi | Simahiyang
Tag : AMAN Simahiyang Garut