Oleh Kurnianto Rindang

Ritual adat Babi Lemai menandai dimulainya Festival Rimba Sungai Utik di dusun Sungai Utik, desa Batu Lintang, Ke camatan Embaloh Hulu, Kabupaten Kapuas Hulu, Kalimantan Barat.

Ritual adat besar yang lazim dilakukan untuk Ngiga Nasit atau melihat nasib ini dikenal dengan ritual adat Babi Lemai. Ritual adat ini biasanya dilakukan untuk meminta restu dan perlindungan dari leluhur Masyarakat Adat dan Petara atau Sang Pencipta agar kegiatan berjalan dengan lancar tanpa ada kendala.

Sontak saja, Festival Rimba Sungai Utik yang ke II ini berlangsung lancar di jantung Borneo pada Jum’at,  2 Agustus 2024. Ratusan orang menghadiri festival ini, termasuk mahasiswa dari Universitas indonesia, akademisi dari Universitas Andalas hingga turis mancanegara dari Serawak Malaysia, Brunai Darussalam,  Filipina, Belanda, Norwegia. 

Festival Rimba Sungai Utik yang berlangsung satu hari ini dibuka oleh Wakil Bupati Kapuas Hulu Wahyudi Hidayat.

Dalam sambutannya, Wahyudi Hidayat mengatakan Pemrinah Kabupaten Kapuas Hulu sangat mendukung Festival Rimba Sungai Utik. Bahkan, Wahyudi menyatakan siap membantu melalui kebijakan agar gelaran festival tersebut di tahun 2025 mendatang lebih meriah lagi.

"Saya sangat bangga berada di sini, karena Sungai Utik merupakan salah satu dusun adat yang masih melestarikan budaya aslinya hingga dikenal ke mancanegara," ujar Wahyudi.

Ketua PD AMAN Kapuas Hulu, Herkulanus Sutomo Manna menyatakan Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) akan terus mendukung pelaksanaan Festival Rimba Sungai Utik ke depan. Karena hal ini, sejalan dengan slogan AMAN yakni Mandiri Secara Ekonomi dan Bermartabat Secara Budaya.

Lebih lanjut, pria yang akrab disapa Tomo ini menegaskan bahwasannya Festival Rimba ini murni inisiatif dari Masyarakat Adat di Sungai Utik.

“Festival ini dapat dimaknai sebagai ucapan rasa syukur terhadap rimba raya yang telah memberikan penghidupan bagi kita Masyarakat Adat. Semuanya ada disediakan oleh alam,” terangnya.

Tomo mengajak semua Masyarakat Adat untuk menjaga dan melestarikan rimba hutan, adat dan budaya yang ada di sekitar Sungai Utik, Kapuas Hulu.

“Ini penting karena Masyarakat Adat sangat berhubungan hidupnya dengan alam,” tegas Tomo.

Ia pun menceritakan keberadaan Sungai Utik saat ini tidak terlepas dari perjuangan Masyarakat Adat dalam merawat dan menjaganya dari ancaman perusak hutan.

“Lihat alam yang ada disekitar Sungai Utik ini, semuanya terjaga begitu indah dengan keanekaragaman hayatinya,” ungkapnya.

Tomo menambahkan sayangnya ditengah perjuangan tersebut, banyak dari Masyarakat Adat yang dikrimanlisasi karena mempertahankan hak atas wilayah adatnya.  Namun hal ini, akunya, tidak jadi penghalang bagi mereka untuk terus menjaga wilayah adat mereka.

“Masyarakat Adat Sungai Utik dalam menjaga alamnya selalu memegang teguh falsafah yang berbunyi tanah adalah indai, hutan adalah apai, sungai adalah darah.

Festival Rimba Sungai Utik. Dokumentasi AMAN

Untuk Melestarikan Adat Budaya

Ketua Panitia Festival Rimba Sungai Utik, Yosef Lambun menyampaikan bahwasannya festival ini dilaksanakan sebagai salah satu upaya melestarikan adat, budaya, dan alam beserta isinya. Selain itu, imbuhnya, melalui festival ini kita ingin menyampaikan kepada dunia untuk selalu menjaga dan melestarikan alam karena alam selalu memberikan penghidupan yang cukup kepada kita manusia.

“Itulah tujuan kita melaksanakan festival ini, menyampaikan kepada dunia bahwa Masyarakat Adat Sungai Utik masih tetap mempertahankan budaya, adat istiadat dan juga menjaga alam beserta isinya,” ucap Yosef.

Dapat Penghargaan PBB

Dikatakannya, festival rimba sengaja memilih lokasi di Sungai Utik karena Masyarakat Adat di tempat ini telah mengukir prestasi. Yosef menyebut komunitas Masyarakat Adat Dayak Iban Sungai Utik telah  menerima penghargaan Equator Prize dari Program Pembangunan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Penghargaan ini diberikan sebagai ucapan terimakasih karena mereka telah menjaga kawasan hutan perawan seluas 9.453,5 hektar dari ancaman korporasi.

Selain itu, sebutnya, komunitas Masyarakat Adat Dayak Iban Sungai Utik juga memperoleh penghargaan Kalpataru kategori Penyelamat Lingkungan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI oleh Wakil Presiden RI pada 11 Juli 2019 di Jakarta.

Yosef berharap pelaksanaan festival ini bisa berlanjut terus. Ia berharap ke depan bukan hanya Sungai Utik saja yang bisa melaksanakan festival ini, tetapi juga Masyarakat Adat di tempat lain juga bisa melaksanakannya untuk menjaga dan melestarikan alamnya.

“Jangan sampai alam murka terhadap kita manusia,” pungkasnya.

***

Penulis adalah Jurnalis Masyarakat Adat dari Kalimantan Barat

Writer : Kurnianto Rindang | Kalimantan Barat
Tag : AMAN Kalimantan Barat Sungai Utik