Oleh Risnan Ambarita

“Tutup TPL !!!” Seruan ini menggema di depan Istana Kepresidenan Indonesia Jalan Veteran Jakarta Pusat. Ratusan orang dari berbagai elemen masyarakat sipil ikut menyuarakan seruan ini ketika Masyarakat Adat yang menjadi korban konflik dari perusahaan PT Toba Pulp Lestari (TPL) menggelar Aksi Kamisan di depan Istana pada Kamis, 5 September 2024.

Masyarakat Adat korban konflik TPL bersama dengan Komisi Untuk Orang Hiang dan Korban Kekerasan (KontraS) bergabung di Aksi Kamisan. KontraS memberi ruang kepada Masyarakat Adat untuk menyampakan aspirasinya di Aksi Kamisan yang ke-830.

Mersy Silalahi, salah seorang tokoh Perempuan Adat Simalungun dalam orasinya di Aksi Kamisan mengecam cara-cara kekerasan yang diperlihatkan aparat keamanan dalam membackup perusahaan PT Toba Pulp Lestari saat menghadapi Masyarakat Adat Sihaporas dan Dolok Parmonangan di Kabupaten Simalungun. Menurutnya, cara-cara kekerasan tersebut sangat nyata dialami Masyarakat Adat Sihaporas dan Dolok Parmonangan dalam kasus penculikan Sorbatua Siallagan dan empat warga Masyarakat Adat Sihaporas belum lama ini.

“Masyarakat Adat diperlakukan layaknya teroris, polisi menangkap suami saya pada jam 3 pagi dinihari tanpa surat panggilan,” sebutnya.

Sedihnya, korban yang sudah tidak berdaya harus mengalami penyiksaan di depan anak-anaknya.

“Suami saya dipukuli, disetrum listrik di depan anak-anaknya. Menyedihkan sekali, perasaan kami sangat terluka menyaksikan penyiksaan ini,” imbuhnya.

Mersy menceritakan peristiwa kelam itu terjadi pada 22 Juli 2024. Sekitar 50 orang tidak dikenal datang menyatroni rumah warga disaat warga tengah tertidur pulas di masing-masing rumahnya desa Buntu Pangaturan Shaporas, Kecamatan Pematang Sidamanik, Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara.

Mersy mengaku peristiwa ini sungguh mengagetkan Masyarakat Adat Sihaporas. Apalagi setelah diketahui, pelakunya ternyata anggota polisi. Terbukti, kelima orang Masyarakat Adat yang diculik dari rumahnya dibawa oleh Polres Simalungun. Kelimanya adalah Jonny Ambarita, Thomson Ambarita, Giovani Ambarita, Parando Tamba, dan Dosmar Ambarita.

“Ini yang kedua kalinya suami saya ditangkap dengan cara brutal akibat memperjuangkan tanah adat leluhur Ompu Mamontang Laut Ambarita yang sudah 11 generasi dikelola keluarga secara turun-temurun,” sebut Mersy, istri dari Thomson Ambarita.

Thomson bersama rekannya Jonny Ambarita pernah mendekam di penjara pada September 2019 karena dikriminalisasi oleh TPL.  

Cabut Izin Konsesi TPL

Judianto Simajuntak selaku kuasa hukum Masyarakat Adat Simalungun dari Perhimpunan Pembela Masyarakat Adat Nusantara (PPMAN) mengatakan kehadiran Masyarakat Adat Sihaporas dan keturunan ompu umbak siallagan di Aksi Kamisan merupakan bagian dari upaya mereka untuk mencari keadilan.  Judianto menambahkan kehadiran mereka di Aksi Kamisan bergabung dengan KontraS juga sebagai bentuk solidaritas atas kasus pembunuhan Munir yang sudah berlangsung 20 tahun dan setahun terjadinya peristiwa penggusuran di Rempang.

“Kesempatan ini momentum untuk menyuarakan hak-hak korban Masyarakat Adat supaya dilindungi oleh negara,” kata Judianto disela Aksi Kamisan di depan Istana Negara Jakarta.

Judianto mengatakan sampai saat ini, pemeritah belum mencabut izin konsesi Toba Pulp Lestari dari wilayah adat yang ada di komunitas Masyarakat Adat Sihaporas dan Dolok Parmonangan di Simalungun. Akibatnya, penyelesaian konflik Masyarakat Adat dengan Toba Pulp Lestari terus berlarut-larut hingga kini.

Padahal, sebutnya, Masyarakat Adat sudah melakukan pendekatan kepada Bupati, DPRD bahkan sudah beraudiensi kepada Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Siti Nurbaya sejak tahun 2019. Tetapi, belum juga ada penyelesaian sampai saat ini.

Judianto mengatakan ketika konflik ini dibiarkan berlarut-larut tidak segera diselesaikan, maka konflik antara Masyarakat Adat dan TPL ini akan menjadi masalah berkepanjangan. Bahkan, ke depan juga bisa berpotensi menimbulkan ancaman kriminalisasi dan kekerasaan seperti yang dialami Masyarakat Adat saat ini.

Oleh karena itu, Judianto meminta pemerintah harus segera berupaya melakukan penyelesaian dengan memberikan perlindungan dan pengakuan terhadap hak-hak Masyarakat Adat Sihaporas dan keturunan Ompu Umbak Siallagan.

“Pemerintah harus segera menyelesaikan konflik ini karena sudah banyak Masyarakat Adat yang menjadi korban kriminalisasi,” cetusnya.

***

Penulis adalah Jurnalis Masyarakat Adat dari Tano Batak, Sumatera Utara

Writer : Risnan Ambarita | Sumatera Utara
Tag : Tutup TPL Kamisan KontraS