Oleh Kurnianto Rindang

Masyarakat Adat di Kalimantan Barat mengeluarkan resolusi berisi pernyataan sikap dan  pandangan Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) terhadap situasi dan kondisi Masyarakat Adat yang terjadi di tanah Borneo saat ini.

Resolusi yang lahir dari hasil Musyawarah Wilayah AMAN Kalimantan Barat ke IV pada akhir Agustus 2024 ini telah disahkan dan disepakati oleh Masyarakat Adat Kalimantan Barat.

Maman dari komunitas Dayak Bakati’ Subah di daulat untuk membacakan hasil resolusi Masyarakat Adat Kalimantan Barat yang berbunyi: Masyarakat Adat di Kalimantan Barat merupakan penjaga alam dan pewaris titipan leluhur, serta masa depan dari Masyarakat Adat yang ada di tanah Borneo. Masyarakat Adat belajar pengetahuan tentang ilmu alam, pengetahuan tentang tradisi, kesenian, permainan adat, ritual dan upacara-upacara adat, bibit dan benih lokal, obat-obatan, serta belajar memahami sumber-sumber ekonomi, kedaulatan dan kemandirian Masyarakat Adat.

Sebagai pewaris titipan leluhur, kata Maman, Masyarakat Adat di Kalimantan Barat menguasai pengetahuan dan ekspresi budaya, lagu dan musik, hingga pengetahuan tentang motif-motif dan keterampilan tradisional yang ada di wilayah adat.  Masyarakat Adat yang ada di tanah Borneo, Kalimantan Barat juga berinovasi atas pengetahuan leluhur kami, agar kami mampu beradaptasi dengan perkembangan zaman, agar kami bisa terus hidup bersama alam,  demi menjaga bumi yang kami huni.

Di resolusi juga disebutkan bahwa Masyarakat Adat di Kalimantan Barat masih terus menghadapi tantangan besar dalam berbagai bidang, baik sosial, ekonomi, budaya, politik maupun wilayah dan sumber daya alam. Pembangunan ekonomi yang masih berorientasi pada eksploitasi sumber daya alam menyebabkan terjadinya berbagai konflik, intimidasi, kekerasan dan kriminalisasi terhadap komunitas-komunitas adat di Kalimantan Barat. Berbagai kebijakan nasional dan daerah yang tidak berpihak pada Masyarakat Adat terus mempengaruhi eksistensi, identitas dan ketahanan dari tatanan kehidupan kami sebagai Masyarakat Adat dan mengancam keberadaan wilayah adat kami.

Bagi kami, sebut Maman, wilayah adat tidak hanya dipandang sebagai sumber ekonomi dan kelangsungan hidup komunitas, tetapi juga merupakan identitas dari suatu eksistensi yang terkandung dalam sistem nilai, baik sosial, budaya maupun spiritual, yang diwariskan secara turun temurun. Dengan nilai-nilai itu, kami terus berupaya menjaga, memelihara dan mempertahankan wilayah adat kami.

“Kami menyatakan bahwa selama ini kami mampu mengelola dan menjaga sumber daya secara berkelanjutan. Hubungan antara alam sebagai ibu bumi dan sebagai sumber kehidupan, dengan kami sebagai penjaga alam demi masa depan anak cucu, merupakan suatu fakta yang tak terbantahkan,” demikian isi resolusi yang dibacakan Maman.

Pada bagian resolusi lainnya dijelaskan bahwa secara universal, hak-hak Masyarakat Adat diakui dan dilindungi oleh Deklarasi PBB tentang Hak-Hak Masyarakat Adat dan secara nasional diakui dan dilindungi dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 18b ayat (2) dan 28i ayat (3); Undang-Undang No. 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil; Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH); Ketetapan MPR No. 9 Tahun 2001 mengenai Pembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumber Daya Alam; serta Putusan MK No. 35/2012 tentang Hutan Adat.

Terkait hal ini, Masyarakat Adat Kalimantan Barat dalam resolusinya mengingatkan kepada para pemangku kepentingan baik nasional maupun daerah, bahwa di Kalimantan Barat telah terdapat delapan Peraturan Daerah yang mengakui hak-hak Masyarakat Adat di Kalimantan Barat. Namun hingga saat ini, Peraturan Daerah tersebut belum diimplementasikan dengan baik sebagai bentuk penghormatan negara kepada Masyarakat Adat di Kalimantan Barat.

Terkait Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) di tahun 2024 ini, Masyarakat Adat Kalimantan Barat dalam resolusinya menegaskan bahwa Masyarakat Adat menjadi bagian dari proses demokrasi elektoral yang disediakan oleh negara, baik di tingkat Kabupaten/Kota maupun Provinsi. Oleh karenanya, Masyarakat Adat menyatakan akan mengintervensi Pilkada 2024 di Kalimantan Barat.

“Kami akan mendukung calon kepala daerah yang berkomitmen dan berpihak kepada Masyarakat Adat,” demikian bunyi resolusi.

Tuntutan Masyarakat Adat Kalimantan Barat

Dalam resolusi ini juga diakui bahwa masih banyak tantangan untuk memastikan pengakuan, perlindungan dan pemenuhan hak-hak Masyarakat Adat di Kalimantan Barat. Oleh sebab itu, melalui resolusi ini Masyarakat Adat di Kalimantan Barat mendesak pemerintah dan DPR RI segera mempercepat proses pembahasan dan pengesahan Undang-Undang Masyarakat Adat, pemerintah segera meninjau ulang izin-izin yang ada di wilayah adat serta tidak mengeluarkan izin-izin baru untuk pengembangan industri berbasis hutan dan lahan di wilayah adat yang ada di Kalimantan Barat.

Masyarakat Adat juga mendesak Pemerintah Provinsi dan DPRD Kalimantan Barat segera mengesahkan Peraturan Daerah Masyarakat Adat Kalimantan Barat dan mengesahkan penetapan hutan adat di Kalimantan Barat.  Selain itu, Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota di Kalimantan Barat segera memasukkan peta-peta wilayah adat yang telah dibuat secara partisipatif oleh Masyarakat Adat menjadi bagian dari kebijakan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi dan Kabupaten/Kota yang terintegrasi. 

Kemudian, Kementerian/Lembaga terkait segera mencabut semua izin usaha perusahaan dan semua izin skema perhutanan sosial (HKM, HTR, HD, Hutan Kemitraan) yang masuk ke wilayah adat kecuali hutan adat.

Terhadap perkembangan Ibukota Nusantara (IKN) di Kalimantan Timur yang mengancam keberadaan Suku Balik,  Masyarakat Adat Kalimantan Barat mendukung penuh dan bersolidaritas atas perjuangan Suku Balik.  Masyarakat Adat mendesak pemerintah menghormati dan menghargai serta melindungi hak-hak Masyarakat Adat dalam penetapan IKN.

“Segera hentikan penggusuran terhadap tanah-tanah Masyarakat Adat dan makam leluhur, situs adat dan cagar budaya dalam pembangunan infrastruktur IKN,” demikian bunyi salah satu tuntutan Masyarakat Adat Kalimantan Barat.

Dalam hal ini, Masyarakat Adat Kalimantan Barat juga mendesak pemerintah serta dunia usaha dalam memastikan pembangunan infrastruktur di daerah harus memperhatikan dan melindungi budaya dan kearifan lokal serta pihak korporasi yang beroperasi di wilayah adat harus mengutamakan prinsip FPIC (Free Prior Informed Consent), melindungi dan menghormati hak-hak Masyarakat Adat.

Selanjutnya, meminta pemerintah daerah di Kalimantan Barat segera memberikan perhatian khusus dalam mendukung penyelenggaraan sekolah-sekolah adat yang dikembangkan di wilayah-wilayah adat untuk memastikan keberlanjutan pengetahuan tradisional Masyarakat Adat kepada generasi di masa mendatang.

Kepada aparatur negara (TNI/POLRI), Masyarakat Adat Kalimantan Barat menyerukan di dalam melakukan penanganan konflik yang ada di wilayah adat, wajib menghormati hukum-hukum adat yang hidup dan berkembang di wilayah adat masing-masing sebagai bentuk penghormatan kepada Hak Asasi Masyarakat Adat.

Pada bagian lain, Masyarakat Adat Kalimantan Barat juga menolak dengan tegas pendirian Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) di Kabupaten Bengkayang serta menolak program transmigrasi di seluruh pulau Kalimantan.

Kemudian, Masyarakat Adat Kalimantan Barat meminta kepada pemerintah untuk menghentikan segala bentuk aktivitas usaha pertambangan di seluruh wilayah adat yang ada di Kabupaten Kapuas Hulu. Dan, mendesak semua pihak untuk menghentikan segala bentuk aktivitas yang menghancurkan situs-situs budaya yang merupakan bagian dari kekayaan Masyarakat Adat.

Dibagian akhir yang menjadi tuntutan Masyarakat Adat Kalimantan Barat, Pemerintah Pusat didesak untuk menjadikan Kalimantan sebagai Daerah Otonomi Khusus dan atau Daerah Istimewa. Pemerintah juga wajib mengakomodir hak-hak Masyarakat Adat terkait pembentukan partai lokal khusus di Kalimantan Barat.

Musyawarah Wilayah AMAN Kalimantan Barat. Dokumentasi AMAN

Bentuk Kesadaran Atas Situasi Masyarakat Adat

Ketua PW AMAN Kalimantan Barat Tono menerangkan resolusi dan tuntutan yang telah disepakati oleh Masyarakat Adat Kalimantan Barat ini merupakan bentuk dari kesadaran kami terhadap berbagai situasi memperihatinkan yang dihadapi Masyarakat Adat Kalimantan Barat.

“Resolusi ini merupakan bentuk desakan perubahan terhadap negara agar segera melakukan langkah-langkah perubahan untuk melaksanakan pengakuan dan perlindungan terhadap Masyarakat Adat,” tegasnya.

Tono menambahkan melalui resolusi ini, mereka ingin memperkuat komitmen sebagai Masyarakat Adat yang senantiasa berjuang bersama-sama dalam mempertahankan identitas dan hak yang kami warisi dari leluhur kami. Karenanya, Tono berharap resolusi Masyarakat Adat Kalimantan Barat ini jadi perhatian pemerintah.

“Harapan kami, resolusi Masyarakat Adat Kalimantan Barat ini segera diakomodir oleh pemerintah,” pintanya.

***

Penulis adalah Jurnalis Masyarakat Adat dari Kalimantan Barat

Writer : Kurnianto Rindang | Kalimantan Barat
Tag : AMAN Kalimantan Barat