Oleh Rhonal Apolo

Pagi itu, seluruh Masyarakat Adat berkumpul di kampung Ngkiong, desa Dora Ngkiong, Kecamatan Lamba Leda Timur, Kabupaten Manggarai Timur, Nusa Tenggara Timur pada Sabtu, 7 September 2024. Mereka menggelar Tarian Caci untuk mensyukuri hasil panen.

Tarian Caci merupakan salah satu tarian tradisional Masyarakat Adat di Kabupaten Manggarai Timur. Tarian ini biasanya dilakukan pada saat syukuran hasil panen atau sering disebut acara Penti dan Hang Woja oleh orang Manggarai.

Pimpinan Adat Kampung Ngkiong, Rofinus Hatul menjelaskan asal mula tarian caci berasal dari desa Todo, Kecamatan Satarmesa, Kabupaten Manggarai di pulau Flores. Nama Caci berasal dari kata "Ca" yang berarti "satu" dan "Ci" yang berarti "uji". Jadi, bisa diartikan Caci bermakna uji ketangkasan satu lawan satu.

Rofinus menambahkan tarian caci ini juga merupakan lambang dari kejantanan seorang pria. Karenanya, tarian caci ini hanya bisa dilakukan oleh kaum pria.

Biasanya, sebut Rofinus, tarian caci dilakukan saat acara adat yaitu pada saat syukur hasil panen atau sering orang Manggarai Timur sebut acara Penti atau juga pada saat acara Pukang Mbaru Gendang atau Lonto Mbaru Gendang (syukuran rumah adat).

Rofinus menerangkan tarian caci memiliki keunikan yang khas, mulai dari jenis kostum yang digunakan, sampai dengan peralatan tarian caci seperti pecut (larik), perisai (nggiling), panggal (penutup kepala), dan penangkis (koret).

Sementara, penari cacinya hanya menggunakan celana putih dibaluti dengan kain songke Manggarai dan dibagian pinggang diikat menggunakan selendang Manggarai. Kemudian, dibagian belakang pinggang diikat untaian nggiring-nggiring yang berbunyi ikuti irama penari caci.

Masih kata Rofinus, wajah penari caci ditutupi kain destar batik, tapi matanya tidak sehingga masih bisa melihat arah gerakan dan pukulan lawan yang dilakukan oleh penari.

Mikael Ane, salah seorang penari caci sekaligus pemangku adat Gendang Ngkiong menerangkan bahwa tarian caci ini berawal dari sebuah tradisi Masyarakat Adat Manggarai, dimana para laki-lakinya saling bertarung satu lawan satu untuk menguji keberanian dan juga ketangkasan mereka dalam bertarung. Tarian ini kemudian berkembang menjadi kesenian. Gerakan tari, lagu, dan juga musiknya seirama.

Mikael menyebut tidak semua orang bisa Wau Caci atau turun ke lapangan caci untuk mengikuti adu kejantanan dalam tarian caci ini. Sebab, ketika sudah turun ke lapangan caci, otomatis kita sudah tahu resiko atau konsekuensinya.

“Tari caci ini sama halnya dengan perang satu lawan satu yang bertarung menggunakan cambuk dan perisai,” sebutnya.

Mikael menerangkan penari yang bersenjatakan cambuk bertindak sebagai penyerang  dan seorang lainya bertahan menggunakan prisai.

“Berani jadi penari caci, harus bisa menerima luka dan kalah,” jelasnya.

Beberapa Istilah Dalam Tarian Caci

Dalam pagelaran tradisional tarian caci ini, banyak istilah-istilah daerah yang dipakai, diantaranya Paki yaitu seorang yang berperan sebagai pemukul dalam tarian caci, Ta’ang yaitu seorang yang menangkis sebuah pukulan, Beke yaitu kala.

“Seorang itu dikatakan kalah dalam tarian ini apabila pemukul mengenai area wajah atau mata seorang penangkis,” sebut Mikael.

Dikatakannya, dalam tarian caci ini ada istilah yang disebut Lomes yaitu penari caci mengikuti irama pukulan gong dan gendang saat menari. Disela-sela tariannya, penari caci biasanya menyanyikan lantunan pantun atau syair yang biasa disebut Paci. Namun sebelum menari sambil menyanyi, ada istilah Tuak Bakok yaitu para penari meminum arak atau khas minuman Manggarai dengan tujuan agar penarinya bersemangat.      

“Semua istilah yang terdapat dalam tarian caci ini mengisyaratkan lekatnya budaya tradisional Masyarakat Adat Manggarai,” pungkasnya.

***

Penulis adalah Jurnalis Masyarakat Adat dari Manggarai Timur  

Writer : Rhonal Apolo | Manggarai Timur
Tag : Tarian Caci Hasil Panen Manggarai Timur