Oleh : Apriadi Gunawan

Ribuan massa dari sejumlah elemen Masyarakat Adat yang tergabung dalam Gerakan Rakyat Kawal Masyarakat Adat (GERAK MASA) menggelar aksi demonstrasi ke Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR-RI) dan Istana Negara pada Jum’at, 11 Oktober 2024.

Aksi demonstrasi yang dimeriahkan dengan berbagai atribut budaya dari berbagai daerah ini  berlangsung damai. Massa aksi menuntut janji Presiden Joko “Jokowi” Widodo untuk mensahkan Undang-Undang Masyarakat Adat, sembari memberi peringatan (alarm) kepada pemerintah agar tidak menunda-nunda lagi pengesahan Undang-Undang Masyarakat Adat yang sudah satu dekade mangkrak di DPR.

Sekretaris Jenderal Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Rukka Sombolinggi menyatakan rezim Jokowi secara terang-terangan telah membegal RUU Masyarakat Adat yang menjadi harapan bagi seluruh Masyarakat Adat di Nusantara. Dengan menolak pembahasan dan pengesahan RUU Masyarakat Adat, itu artinya Presiden Joko Widodo sengaja membiarkan Masyarakat Adat hidup tanpa jaminan hukum.

Sebaliknya, demi pengusaha dan elit politik, Presiden Joko Widodo memaksakan pembentukan dan pengesahan UU Cipta Lapangan Kerja (CILAKA). Padahal ratusan ribu mahasiswa, Masyarakat Adat, Buruh, Petani, Nelayan dan Perempuan di Republik ini turun ke jalan menolak undang-undang tersebut.

“UU CILAKA yang penuh kecacatan disahkan dengan diam-diam, sementara UU Masyarakat Adat dibiarkan satu dekade mangkrak di DPR,” katanya.

100 Hari Masa Pemerintahan Prabowo-Gibran

Rukka mendesak Presiden terpilih Prabowo Subianto agar dalam masa pemerintahannya nanti lebih tegas dan konsisten dalam mengakui, melindungi, dan memenuhi hak-hak Masyarakat Adat. Ia berharap dalam 100 hari masa pemerintahan Prabowo-Gibran sudah bisa mengesahkan Rancangan Uundang-Undang Masyarakat Adat. Rukka mengatakan Undang-Undang ini akan menjadi landasan hukum yang kuat untuk mengakui dan melindungi hak-hak Masyarakat Adat, serta memberikan kepastian hukum atas wilayah adat yang selama ini diabaikan.

“Undang-Undang Masyarakat Adat ini kami perlukan agar Masyarakat Adat dapat sepenuhnya menjadi warga Indonesia tanpa khawatir kehilangan tanah dan warisan leluhur mereka,” kata Rukka Sombolinggi kepada awak media disela aksi unjukrasa di gedung DPR RI pada Jum’at, 11 Oktober 2024.

Rukka menceritakan sering kali tanah leluhur mereka dirampas dengan buldozer tanpa pemberitahuan kepada Masyarakat Adat. Kemudian, menyulapnya menjadi lokasi tambang. Dikatakannya, kejadian ini terjadi dibanyak wilayah adat atasnama Proyek Strategis Nasional (PSN) dirampas dengan kekuatan alat berat.

"Tanah leluhur kami terus-menerus dirampas, dibuldoser untuk menjadi lokasi tambang.   Kami butuh perlindungan hukum yang memastikan hak atas tanah, wilayah, sumber daya, serta penegakan hukum adat di kampung-kampung kami diakui oleh Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia dan dilaksanakan oleh Pemerintah," jelasnya.

Rukka minta pengakuan hak atas wilayah adat dipercepat, termasuk penyelesaian konflik agraria yang selama ini tersandera di meja kabinet Presiden Joko Widodo. Sekaligus menghentikan seluruh perampasan tanah untuk pembangunan PSN, bisnis pengusaha dan kebijakan pro pemodal asing lainnya di atas wilayah adat.

Rukka menyoroti perampasan wilayah adat demi memindahkan Ibu Kota Nusantara (IKN) ke Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU) dan Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar) di Kalimantan Timur.  Disebutnya, penetapan lokasi IKN pada Agustus 2019 dilakukan tanpa persetujuan pemilik wilayah adat, bahkan di lapangan terdapat banyak konflik agraria yang tidak pernah diselesaikan pemerintah.

“Sebanyak 51 komunitas Masyarakat Adat di Penajam Paser Utara dan Kutai Kartanegara  hingga saat ini mengalami ketidakjelasan nasib dan masa depannya karena tidak adanya jaminan hukum pengakuan dan perlindungan hak- hak atas wilayah adat yang telah mereka tempati secara turun-temurun,” jelas Rukka.  

Bahkan, imbuhnya, seluruh wilayah adat komunitas Masyarakat Adat Balik Sepaku di Kabupaten Penajam Paser Utara seluas 40.087,61 hektar secara keseluruhan masuk dalam wilayah pembangunan IKN.

“Kondisi ini mendudukkan Masyarakat Adat Balik Sepaku sebagai komunitas Masyarakat Adat yang terancam punah akibat pembangunan IKN,” tegasnya.

Rukka menerangkan perampasan tanah terjadi sangat cepat selama pemerintahan Joko Widodo, AMAN mencatat terdapat 687 konflik agraria di wilayah adat seluas 11,07 juta hektar. Korbannya lebih dari 925 orang Masyarakat Adat yang dikriminalisasi, 60 orang Masyarakat Adat direpresi dan tidak sedikit yang meninggal dunia.

Sahkan RUU Masyarakat Adat. Dokumentasi AMAN

Tanggapan DPR

Anggota DPR RI Daniel Johan dari Fraksi PKB menegaskan bahwa Fraksi PKB mendukung penuh pengesahan RUU Masyarakat Adat karena memiliki urgensi besar terhadap pengakuan dan perlindungan hak-hak Masyarakat Adat. Dikatakannya, kehidupan masyarakat saat ini, akarnya berasal dari Masyarakat Adat. Johan mengatakan pihak yang tidak setuju dengan UU Masyarakat Adat akan mendapatkan "kualat".

"Kalau Masyarakat Adat sejahtera, kita semua penghidupannya akan lebih baik. Hutan-hutan, perubahan iklim, akan bisa kita atasi dengan sangat efektif," kata Daniel saat menemui massa aksi yang menuntut RUU Masyarakat Adat disahkan di depan gedung DPR RI, Jum’at (11/10/2024).

Johan menyebut sebagai legislator, dirinya bakal mendorong RUU Masyarakat Adat segera disahkan. Menurutnya, UU Masyarakat Adat merupakan bagian dari semangat untuk mewujudkan reformasi agraria. Ia yakin reformasi agraria bisa berjalan dengan baik apabila UU Masyarakat Adat disahkan.

“Saya setuju UU Masyarakat Adat ini perlu segera disahkan, perjuangan (UU Masyarakat Adat) ini adalah perjuangan kita bersama," pungkasnya.

***

 

Writer : Apriadi Gunawan | Infokom PB AMAN
Tag : SahkanRUUMasyarakatAdat Jangan Tunda Peringatan Untuk Pemerintah