Gelombang Aksi di Daerah Masih Terus Terjadi Tuntut Pengesahan UU Masyarakat Adat
16 Oktober 2024 Berita Imanuel KalohOleh Imanuel Kaloh
Gelombang aksi Masyarakat Adat di sejumlah daerah masih terus terjadi menuntut pengesahan Undang-Undang Masyarakat Adat sembari menolak pengoperasian proyek Geothermal yang dapat mengancam kelestarian lingkungan dan perampasan tanah adat.
Di Kabupaten Ende, Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Wilayah Nusa Bunga bersama sejumlah organisasi kepemudaan menggelar aksi damai di kantor Bupati dan DPRD Ende pada Senin, 14 Oktober 2024. Massa aksi mendesak pemerintah pusat untuk segera mengesahkan Undang-Undang Masyarakat Adat dan menolak beroperasinya proyek Geothermal Lesugolo di Ende.
Ketua Pengurus Harian Daerah AMAN Flores Tengah, Kristoforus Ata Kita, yang juga koordinator aksi menekankan dalam aksi damai tersebut pentingnya perlindungan bagi Masyarakat Adat. Ia mendesak pemerintah untuk segera mengesahkan Undang-Undang Masyarakat Adat serta menghentikan diskriminasi dan kriminalisasi terhadap Masyarakat Adat.
"Kami mendesak pemerintah pusat untuk segera mengesahkan Undang-Undang Masyarakat Adat, menghentikan diskriminasi dan kriminalisasi terhadap Masyarakat Adat, serta mencabut SK Kementerian ESDM tentang penetapan Pulau Flores sebagai Pulau Panas Bumi," kata Kristoforus dalam orasinya di depan kantor Bupati Ende, Senin (14/10/2024).
Sovia Tentiana Risna dari Perempuan AMAN dalam orasinya juga turut menyuarakan pengesahan Undang-Undang Masyarakat Adat. Ia membacakan sejumlah tuntutan dalam aksi ini. Pertama, meminta pemerintah memperhatikan Masyarakat Adat yang terkena dampak pembangunan proyek Geotermal, kedua mendesak Kementerian PUPR untuk segera membayar ganti rugi tanah Masyarakat Adat Rendu yang terdampak pembangunan waduk Lambo, ketiga mendesak kepolisian Republik Indonesia untuk menangkap dan mengadili aparat penegak hukum yang diduga menganiaya Masyarakat Adat Pocoleok dan wartawan di Kabupaten Manggarai.
Sovia mengatakan aksi damai ini merupakan bentuk protes Masyarakat Adat terhadap berbagai kebijakan pemerintah yang dinilai merugikan hak-hak Masyarakat Adat dan lingkungan. Dikatakannya, AMAN Wilayah Nusa Bunga berharap melalui aksi ini, pemerintah akan lebih memperhatikan dan menghormati hak-hak Masyarakat Adat di Kabupaten Ende dan sekitarnya.
Aksi di Manado
Aksi demonstrasi menuntut pengesahan Undang-Undang Masyarakat Adat juga terjadi di Manado, Sulawesi Utara.
Aksi demonstrasi yang tergabung dalam Aliansi Masyarakat Adat, Sipil, Mahasiswa (AMARAH) ini berlangsung di kantor DPRD Provinsi Sulawesi Utara pada Jumat, 11 Oktober 2024.
Dalam aksi ini, AMARAH meminta pemerintah untuk menghentikan perampasan wilayah adat dan perusakan situs Masyarakat Adat, perampasan ruang hidup Masyarakat Kalasey Dua dan perkebunan Kelelondey, menolak reklamasi di Teluk Manado dan hentikan kriminalisasi nelayan Karangria
Kemudian, massa aksi juga meminta DPRD dan Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara untuk membentuk Perda Masyarakat Adat serta menghentikan kriminalisasi terhadap produk dan petani cap tikus.
Ketua Pelaksana Harian Wilayah AMAN Sulawesi Utara Kharisma Kurama mengatakan semua persoalan yang mereka suarakan ini merupakan permasalahan yang selama ini dialami Masyarakat Adat. Namun, tidak diperhatikan oleh pemerintah dan DPRD Sulawesi Utara.
"Kita sedih, selama ini tidak ada itikad baik dari pemerintah dan DPRD Sulawesi Utara untuk menyelesaikan permasalahan Masayarakat Adat yang ada di wilayah ini,” paparnya.
Terkait hal ini, Kharisma meminta pemerintah dan DPRD Sulawesi Utara untuk segera melakukan sesuatu yang dapat membantu kepentingan hak-hak Masyarakat Adat. Ia menegaskan AMAN Sulawesi Utara akan kembali melakukan aksi ke kantor Gubernur dan DPRD Sulawesi Utara jika berbagai tuntutan yang diajukan tidak ditindaklanjuti.
“Kami menunggu sikap tegas seperti apa yang akan diambil oleh pemerintah dan DPRD dalam menyahuti tuntutan kami, jika tidak direspon maka kami akan kembali menduduki gedung DPRD,” tandasnya.
Menyikapi hal ini, DPRD Sulawesi Utara berjanji akan menindaklanjuti tuntutan Masyarakat Adat.
"Kami berjanji akan mengawal semua poin yang disuarakan. Ke depan, setelah pembahasan DPRD akan membawa semua persoalan ini dibahas bersama Kepala Daerah," kata anggota DPRD Prisilya Rondo.
***
Penulis adalah Jurnalis Masyarakat Adat di Sulawesi Utara