AMAN Menemui Fraksi Nasdem Bahas Urgensi UU Masyarakat Adat
18 November 2024 Berita Shinta Aprillia dan Melani Dwi KhotimahOleh : Shinta Aprillia dan Melani Dwi Khotimah
Setelah bertemu dengan Fraksi PKB, Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) kembali melakukan pertemuan dengan Fraksi Nasdem di DPR RI untuk membahas Urgensi Undang-Undang Masyarakat Adat agar bisa segera diusulkan masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2025.
Pertemuan yang dirangkai dengan pembahasan RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga ini dibingkai dalam acara Focus Group Discussion (FGD) di ruang rapat Gedung Nusantara V DPR RI pada Jum’at, 15 November 2024.
Pertemuan dihadiri Deputi Sekjen AMAN Bidang Politik dan Hukum Erasmus Cahyadi, Koordinator Nasional Jaringan Nasional Advokasi Pekerja Rumah Tangga (JALA PRT) serta organisasi masyarakat sipil lain seperti KPA, Greenpeace, WALHI, Kemitraan Partnership dan Kaoem Telapak.
Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat dalam sambutannya mengatakan diskusi ini merupakan forum lanjutan yang sudah dilakukan oleh Fraksi Nasdem di DPR RI. Lestari menyatakan hasil dari diskusi ini nantinya akan mereka bawa dalam rapat-rapat di DPR untuk diperjuangkan hingga menjadi produk undang-undang yang sah.
“Hal ini sudah menjadi tugas dan kewajiban kami sebagai wakil rakyat dalam memperjuangkan aspirasi dan hak-hak warga negara secara adil, termasuk UU Masyarakat Adat,” kata Lestari saat membuka pertemuan Focus Group Discussion di gedung DPR RI.
Wakil Ketua Badan Legislatif DPR RI, Martin Manurung yang turut hadir dalam FGD menuturkan pengesahan Undang-Undang Masyarakat Adat merupakan langkah penting dalam mewujudkan keadilan sosial bagi Masyarakat Adat. Namun, tantangan yang dihadapi untuk mengesahkan Undang-Undang Masyarakat Adat ini sangat kompleks karena adanya perbedaan pandangan di internal DPR sebagai lembaga legislatif dan juga realitas politik.
Deputi Sekjen AMAN Erasmus Cahyadi berharap Fraksi Nasdem dapat menindaklanjuti pertemuan ini secara formal di DPR untuk mengusulkan UU Masyarakat Adat menjadi salah satu yang diusulkan dan didukung oleh fraksi partai lain. Sebab, RUU Masyarakat Adat telah lama berproses di DPR sejak tahun 2009 hingga 2024. Namun, hingga kini belum disahkan oleh DPR.
Eras mengatakan Undang-Undang Masyarakat Adat ini perlu segera disahkan karena Undang-Undang Desa tidak mampu menjawab pengakuan Masyarakat Adat. Kemudian, Undang-Undang Masyarakat Adat ini juga dinilai penting karena perlunya menyediakan jalur lain untuk pengakuan Masyarakat Adat.
Di mata publik yang awam, sebut Eras, persoalan ini akan menyamakan antara Masyarakat Adat dan Masyarakat Hukum Adat. Padahal, akunya, secara hukum hal itu tidak sama.
“Istilah Masyarakat Hukum Adat itu diterjemahkan sebagai desa atau rakyat. Sedangkan, Masyarakat Adat itu lebih luas karena bisa terdiri dari sepuluh desa, bisa berisi satu desa. Jadi, isinya sangat beragam,” jelasnya.
Eras menambahkan istilah Masyarakat Adat yang didorong untuk menjembatani Masyarakat Hukum Adat di konstitusi disebut dengan istilah Masyarakat Tradisional. Diterangkannya, Masyarakat Tradisional itu dalam strukturnya masyarakat yang sangat tradisional membawa hak dan ideologi yang menjadikan hak-hak tersebut tidak lahir dan dibawah ideologi.
Eras mengatakan publik mungkin mengira dengan adanya pengakuan Masyarakat Adat, itu berarti tidak boleh ada pembangunan dan menciptakan keseragaman. Menurut Eras, pandangan tersebut perlu diluruskan.
“Pengakuan terhadap Masyarakat Adat membuka jalan bagi pembangunan yang lebih inklusif dan berkeadilan. Dimana, Masyarakat Adat tidak hanya menjadi penerima dampak tetapi aktif dalam pelaksanaan pembangunan tersebut,” ungkap Eras.
Bulan lalu, AMAN bersama sejumlah koalisi masyarakat sipil menemui anggota DPR RI dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (F-PKB) di gedung DPR RI pada 28 Oktober 2024. Pertemuan delegasi AMAN beserta sejumlah koalisi masyarakat sipil yang dipimpin Sekretaris Jenderal Rukka Sombolinggi dengan Fraksi PKB yang dipimpin Maman Imanulhaq guna membahas strategi komunikasi politik untuk mensahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Masyarakat Adat yang sudah 10 tahun lebih mangkrak di DPR.
Pertemuan ini merupakan tindaklanjut dari aksi Gerakan Rakyat Kawal Masyarakat Adat (GERAK MASA) ke Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR-RI) dan Istana Negara pada Jum’at, 11 Oktober 2024.
***
Penulis adalah volunteer Infokom PB AMAN