Oleh Hairudin Alexander

Masyarakat Adat Bahau di Kabupaten Mahakam Ulu, Kalimantan Timur bersuka cita menggelar ritual Hudoq sebagai ucapan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas selesainya pelaksanaan penanaman padi. 

Ritual yang dilaksanakan usai proses menugal atau menanam padi ladang ini dilaksanakan setiap tahun pada bulan September hingga November.

Khusus di Kabupaten Mahakam Ulu, ritual Hudoq Pekayang ini sudah menjadi agenda pariwisata tahunan yang banyak mendatangkan pengunjung dari berbagai lapisan masyarakat.

Kepala Adat Long Bagun Ulu di Kabupaten Mahakam Ulu, Avun Ingan mengatakan setiap pelaksanaan ritual Hudoq tidak pernah sepi pengunjung. Avun menjelaskan ini karena ritual Hudoq memiliki keunikan dan nilai-nilai kearifan lokal. Dikatakannya, hampir seluruh kampung Masyaralat Adat di Mahakam Ulu melakukan ritual ini. Avun mencontohkan tahun ini ritual adat Hudoq Pekayan sudah dilaksanakan di kampung Long Isun, Kecamatan Long Pahangai, Kabupaten Mahakam Ulu.

Bahkan, sebut Avun, ritual Hudoq juga berlangsung di Samarinda yang merupakan Ibu Kota Provinsi Kalimantan Timur. Avun menambahkan ini terjadi karena banyak komunitas Masyarakat Adat Bahau yang merantau atau berpindah dan membentuk kampung di sekitar Samarinda.

“Sampai sekarang, komunitas Masyarakat Adat Bahau yang merantau ke Samarinda masih melakukan aktivitas berladang seperti di wilayah adat mereka. Itulah makanya, ritual Hudoq dilaksanakan di Samarinda,” terang Avun Ingan belum lama ini.

Selain komunitas Masyarakat Adat Bahau, sebut Avun, ritual adat Hudoq juga dilaksanakan oleh suku lain, tapi waktu dan tata cara agak berbeda seperti ritual Hudoq di komunitas Masyarakat Adat Wehea dan komunitas Masyarakat Adat Modang.

Tradisi Turun Temurun

Avun Ingan menerangkan ritual adat Hudoq sudah dilakukan secara turun temurun dan rutin dilakukan setiap tahun  oleh Masyarakat Adat Bahau.

Untuk diketahui, ritual Hudoq tidak boleh dilaksanakan diluar waktu musim pertanian. Jika dipaksakan untuk gelaran tertentu atau kepentingan sepihak, maka Masyarakat Adat setempat memiliki kepercayaan akan mendapat malapetaka  bagi orang-orang yang melanggar pantangan tersebut.

Avun menerangkan ritual Hudoq dilaksanakan sebagai ucapan syukur petani kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas selesainya pelaksanaan penanaman padi yang dilakukan setiap tahun, serta berharap bisa mendapatkan hasil panen padi serta rezeki yang berkecukupan.

Dalam pelaksanaannya, ritual Hudoq dibagi menjadi tiga :

Hudoq Tahariiq

Hudoq Tahariiq merupakan Hudoq pembuka. Hudoq ini dilaksanakan bersamaan dengan acara Nguraang.

Hudoq ini dilakukan di ladang dan biasanya Hudoq ini datang tiba-tiba dengan mencoreng arang pada wajah orang-orang yang datang Nguraang. Tujuannya adalah untuk mendatangkan hal-hal baik.

Hudoq Kawit

Hudoq kawit merupakan ritual Hudoq yang bertujuan untuk mendatangkan rezeki. Dalam ritual Hudoq Kawit ini dilakukan Ngaraang Sapeq yang merupakan ritual penutup. Ritual ini bersenang-senang dengan berbagai keramaian seperti menari dan lainnya. Keramaian ini biasanya dilakukan sepanjang malam hingga pagi.

Hudoq Pakoq

Hudoq Pakoq secara resmi menutup seluruh rangkaiaan ritual Hudoq. Dalam ritual ini digunakan pakaian dari pakis atau bunga-bunga berhias pada kepala penari. Dan, selanjutnya pada akhir acara akan saling mencoreng muka dengan arang, dimana tidak boleh ada yang marah dalam keceriaan. Setelah Hudoq ini, semua pakaian ritual dilepaskan untuk selanjutnya beraktifitas seperti biasa menunggu datangnya musim panen.

Ritual Hudoq Masyarakat Adat Bahau di Kalimantan Timur. Dokumentasi AMAN

Hudoq Bagian Dari Keyakinan

Tokoh Spiritual Masyarakat Adat Bahau Busang di Samarinda, Margaretha Seting Beran mengatakan Hudoq adalah bagian dari keyakinan, spiritualitas dan budaya Masyarakat Adat Dayak Bahau. Karenanya, sebut Margaretha, Hudoq merupakan bagian inti dari kehidupan Masyarakat Adat sebagai sebuah keyakinan.

“Jika Masyarakat Adat masih tetap eksis dengan keyakinan ritual adat dan budaya, maka Hudoq ini harus tetap ada sebagai bagian dari identitas social dan identitas spiritualitas mereka,” terang Margaretha yang juga Dewan AMAN Wilayah Kalimantan Timur.

Margaretha menjelaskan Hudoq ini sebenarnya melambangkan kelestarian, dalam arti Masyarakat Adat-nya masih ada dan lestari, lingkungannya masih ada dan lestari, budayanya masih ada dan dipraktekkan. Sebab, Hudoq ini  juga bagian dari budaya dan semangat spiritualitas Masyarakat Adat

“Kalau budaya mereka berladang masih dipraktekkan, itu artinya wilayah adat mereka masih ada, tanah mereka masih ada. Juga, masih ada ruang untuk mereka menjalankan adat dan budayanya,” paparnya.

Margaretha menyatakan dengan adanya Hudoq itu menunjukkan bahwa sebenarnya masih ada lingkungan yang lestari di wilayah Masyarakat Adat. Sebaliknya kalau lingkungan sudah tidak ada, tanah tidak ada, hutan tidak ada, itu artinya di wilayah tersebut sudah tidak ada lagi orang yang akan ber-hudoq,

Dikatakannya, mempertahankan Hudoq, itu sama artinya ada semangat juga untuk mempertahankan budaya dan lingkungan. Sebab, kalau lingkungan hancur dan hilang tidak ada Hudoq. Orang kalau tidak berladang, tidak akan ada Hudoq. Kalaupun ada Hudoq hanya akan menjadi bagian dari kesenian saja.

“Itu artinya, Hudoq bukan sekedar kesenian, tapi representasi atau gambaran dari keyakinan dan semangat spiritualitas Masyarakat Adat Bahau,” pungkasnya.

***

Penulis adalah Jurnalis Masyarakat Adat dari Kalimantan Timur

Writer : Hairudin Alexander | Kalimantan Timur
Tag : Kalimantan Timur Hudoq Ritual Sakral Masyarakat Adat Bahau