AMAN Mengecam Penggusuran Rumah Masyarakat Adat di Sikka
23 Januari 2025 Berita Apriadi GunawanOleh Apriadi Gunawan
Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Wilayah Nusa Bunga mengecam aksi penggusuran yang dilakukan secara brutal oleh PT Kristus Raja Maumere (Krisrama) terhadap rumah dan tanaman milik Masyarakat Adat Suku Soge Natarmage dan Goban Runut-Tana Ai di Nangahale, Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur, Rabu (22/1/2025).
Penggusuran yang dimobilisasi oleh PT Krisrama yang bernaung dibawah Keuskupan Maumere ini diduga melibat sejumlah preman dan aparat keamanan hingga berhasil merobohkan 120 unit rumah dan ratusan tanaman milik Masyarakat Adat.
Ketua Pelaksana Harian AMAN Wilayah Nusa Bunga Maximilianus Herson Loi menyatakan aksi penggusuran secara brutal yang dilakukan PT Krisrama terhadap rumah dan tanaman milik Masyarakat Adat Suku Soge Natarmage dan Goban tidak manusiawi. Mengingat, pengelola PT Krisrama adalah kaum Klerus (kaum tertabis) yang bertugas melanjutkan pelayanan Kristus untuk keselamatan umat manusia, termasuk mewartakan cinta kasih.
“Keselamatan manusia harus dilihat dari kaca mata yang kompleks. Dia tidak hanya soal diri pribadi manusia tetapi juga termasuk harta milik. Jadi Klerus jangan datang menggusur rumah dan tanaman milik umat. Seharusnya Klerus harus tampil sebagai pelindung umatnya dari ancaman penggusuran dan kriminalisasi,” ungkap Maximilianus Herson Loi di Maumere pada Rabu, 22 Januari 2025.
Herson Loi menerangkan berkaca dari peristiwa penggusuran yang dilakukan PT. Krisrama di Nangahale, sejatinya tindakan tersebut tidak mencerminkan jati diri kaum Klerus. Herson menambahkan jika melihat nama dan mayoritas pengelola di PT. Krisrama, mestinya tindakan penggusuran ini tidak terjadi.
Menurutnya, yang harus dikedepankan adalah dialog yang bermartabat dengan prinsip cinta kasih. Untuk itu, imbuhnya, AMAN mengecam tindakan brutal PT. Krisrama dan mendesak untuk segera menghentikan penggusuran rumah dan tanaman milik Suku Soge dan Goban Runut di Nangahale.
“Hentikan penggusuran Masyarakat Adat di Nangahale,” tandasnya.
Herson menyebut berdasarkan informasi dari lapangan terkonfirmasi sudah 50 lebih unit rumah dan ratusan tanaman milik Masyarakat Adat di Nangahale yang digusur. Tindakan brutal penggusuran tersebut dilakukan dengan dikawal ketat oleh aparat polisi, TNI dan Satpol PP Kabupaten Sikka. Herson menambahkan ada juga terpantau beberapa preman kampung dengan kepala diikat kain merah.
Herson menduga orang-orang yang kepala diikat kain merah tersebut sengaja dimobilisasi oleh PT. Krisrama untuk menekan Masyarakat Adat Suku Soge dan Goban Runut.
“Kita menduga kehadiran preman-preman ini by desaign, bagian dari skenario untuk menciptakan konflik horizontal,” ungkapnya.
Rumah Masyarakat Adat yang dirusak dengan alat berat. Dokumentasi AMAN
Batalkan SK HGU PT. Krisrama
Menyikapi aksi brutal yang dilakukan PT. Krisrama, AMAN Wilayah Nusa Bunga mendesak Kementerian ATR/BPN RI untuk membatalkan SK HGU Nomor 01/BPN.53/7/2023 tentang Pembaharuan HGU PT. Krisrama di Nangahale Kabupaten Sikka.
“Kami menilai penerbitan SK HGU tersebut cacat administratif, karena itu harus dibatalkan,” kata Herson Loi.
Pertanyakan Sikap Polisi
Herson juga mendesak Kapolri untuk mencopot Kapolres Sikka karena dinilai melakukan pembiaran terjadinya tindakan penggusuran rumah dan tanamanan milik Masyarakat Adat Suku Soge Natarmage dan Goban Runut di Nangahale, Kabupaten Sikka.
“Kami mempertanyakan sikap Polres Sikka yang membiarkan terjadinya penggusuran. Kami juga mengecam kenapa Polres Sikka membiarkan preman-preman berada di lokasi penggusuran. Mestinya, itu tidak boleh terjadi,” ujarnya.
Herson mengatakan tugas Polri semestinya menjadi pengayom dan pelindung masyarakat, bukan menjadi pengayom dan pelindung perusahaan.
“Apa karena Masyarakat Adat Suku Soge dan Goban Runut tidak punya uang sehingga tidak pantas untuk dilindungi,” tanya Herson.
Herson menegaskan melindungi bukan karena ada uang dan kuasa. Melindungi merupakan kewajiban polisi untuk memberikan rasa aman dan nyaman kepada masyarakat.
Masyarakat Adat Suku Soge dan Goban Runut berhak atas rasa aman. Hak atas rasa aman merupakan hak dasar warga yang wajib dipenuhi oleh negara,” jelasnya.
Herson yakin jika Polres Sikka bertindak profesional tampil sebagai pengayom dan pelindung masyarakat, maka peristiwa penggusuran puluhan unit rumah dan ratusan tanaman milik Masyarakat Adat Suku Soge dan Goban Runut tidak terjadi.
Apalagi, tindakan brutal penggusuruan rumah dan tanaman milik Masyarakat Adat Suku Soge dan Goban Runut terjadi ditengah proses persidangan delapan orang Masyarakat Adat Suku Soge dan Goban Runut di Pengadilan Negeri Maumere.
Bebaskan dari Tuntutan Hukum
Herson menyebut ke-8 orang yang diadili ini adalah umat Keuskupan Maumere yang mestinya mendapat perlindungan. Karenanya, Herson memohon kepada majelis hakim Pengadilan Negeri Maumere untuk membebaskan ke-8 orang Masyarakat Adat Suku Goban dan Runut dari segala tuntutan hukum.
“Kami mohon ke-8 orang tersebut dibebaskan karena mereka bukan penjahat. Apa yang mereka lakukan semata hanya untuk menjaga keutuhan wilayah adat serta mempertahankan wilayah adat yang merupakan warisan leluhur,” pungkasnya.