ALIANSI MASYARAKAT ADAT NUSANTARA Jakarta, 2 Mei 2013 –Masrani menerima Surat Keputusan Bupati Kutai Barat mengenai pemberhentian dirinya sebagai Kepala Kampung Muara Tae, Kecamatan Jempang, Kabupaten Kutai Barat, Kalimantan Timur, Kamis (2/5/2013). SK bertanggal 10 April 2013 tersebut memuat pertimbangan-pertimbangan yang mendasari pemberhentian Masranui, diantaranya terkait Alokasi Dana Kampung (ADK), gugatan terhadap Surat Keputusan Bupati Kutai Barat pada 2012 tentang Tapal Batas, danpermintaan masyarakat Kampung Muara Tae. “Kami mengajukan gugatan perdata terhadap SK Bupati tahun 2012 tentang Tapal Batas itu karena kami menuntut kembali tanah adat kami. Tanah leluhur kami yang selama ratusan tahun telah menghidupi kami semua. Kami yang menjadi korban, mengapa kami lagi yang dikriminalisasi?”tegas Masrani menanggapi tuduhan Bupati Kutai Barat tersebut. AMAN mengecam keras tindakan Bupati Kutai Barat Ismail Thomas yang memberhentikan Petinggi Kampung Muara Tae secara semena-mena. Tindakan tersebut dinilai cacat hukum dan tidak masuk akal. AMAN menilai Keputusan Bupati tersebut terkait erat dengan kasus reclaim wilayah adat Muara Tae yang dirampas oleh beberapa perkebunan sawit, termasuk PT Borneo Surya Mining Jaya (BSMJ) yang kini tidak diizinkan melakukan aktivitas apapun di wilayah adat Muara Tae. Sebelumnya melalui SK Bupati Kutai Barat No. 146.3/K.525/2012 tentang Penetapan Garis Batas Wilayah antara Kampung Muara Ponak dan Muara Tae, Bupati Kutai Barat secara sewenang-wenang memasukkan sebagian wilayah adat Muara Tae ke dalam wilayah Kampung Muara Ponak. “Tuduhan-tuduhan yang diberikan kepada saya ini semena-mena. Bupati hanya mengikuti laporan masyarakat tanpa bukti yang jelas. Terkait ADK itu,bangunannya sudah selesai. Apa yang fiktif? Malahtanda tangan wargalah yang fiktif. Banyak warga Muara Tae yang dibohongi karena merasa tidak pernah menandatangani surat dukungan pemberhentian saya sebagai Petinggi Muara Tae,” kata Masrani saat dihubungi AMAN via telepon. “Saya pernah menolak permintaan lima warga yang hendak mendirikan koperasi dan bekerja sama dengan PT BSMJ. Saya tidak mau tanah adat Muara Tae diambil oleh PT BSMJ. Mereka lalu melaporkan saya ke Bupati dan kemudian merekayasa pertemuan dan tanda tangan warga untuk mendukung pemberhentian saya,” tambah Masrani. Patricia Miranda Wattimena Staf Urusan HAM dan Hubungan Internasional Pengurus Besar Aliansi Masyarakat Adat Nusantara patricia@aman.or.id +6285243753674

Writer : Patricia Miranda Wattimena | Jakarta