
Masyarakat Adat Serawai Lawan Putusan Hakim : Tidak Adil, Kami Banding
25 April 2025 Berita Muhammad Alfath dan Harry SiswoyoOleh Muhammad Alfath dan Harry Siswoyo
Tim kuasa hukum Masyarakat Adat Serawai Semidang Sakti di Kabupaten Seluma, Bengkulu mengajukan banding atas putusan majelis hakim Pengadilan Negeri Tais yang menghukum dua orang anggota Masyarakat Adat dengan pidana satu bulan penjara atas tuduhan mencuri buah sawit milik PT Perkebunan Nusantara IV Regional 7 unit Talo-Pino.
Putusan hakim ini dinilai tidak adil karena dua anggota Masyarakat Adat yang dihukum : Anton dan Kayun tidak pernah mencuri sebab buah sawit yang mereka ambil tumbuh di wilayah adat sendiri.
Fitriansyah selaku kuasa hukum Anton dan Kayun mengatakan putusan majelis hakim Pengadilan Negeri Tais yang memvonis Anton dan Kayun dengan pidana penjara satu bulan telah mencederai prinsip keadilan. Karena itu, mereka akan mengajukan banding sebagai langkah hukum mencari keadilan.
"Hari ini, kami daftarkan bandingnya. Langkah hukum ini atas permintaan Anton dan Kayun serta keluarga," kata Fitriansyah dari kantor Hukum Masyarakat Adat Bengkulu pada Kamis, 24 April 2025.
Majelis Hakim Pengadilan Negeri Tais menjatuhkan vonis satu bulan penjara kepada Anton dan Kayun atas perkara tindak pidana ringan (Tipiring) percurian buah kelapa sawit yang diklaim milik PT Perkebunan Nusantara 4 regional 7 Talo-Pino, Kabupaten Seluma.
Persidangan yang berlangsung pada Kamis, 17 April 2025 ini dipimpin oleh hakim tunggal Galuh Kumalasari. Hakim memvonis Anton dan Kayun terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah telah melakukan perbuatan tindak pidana pencurian ringan.
Namun, pidana tersebut tidak harus dijalani terkecuali keduanya mengulangi perbuatan yang sama dalam masa percobaan tiga bulan.
Fitriansyah menilai putusan hakim ini tidak mempertimbangkan penghormatan terhadap keberadaan Masyarakat Adat di Seluma yang telah diakui dan dilindungi hak-haknya melalui Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2022 tentang Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Adat di Kabupaten Seluma.
Menurutnya, apa yang dialami Anton dan Kayun sesungguhnya bukan perbuatan pidana karena tempat kejadian perkara berada di tanah milik Masyarakat Adat yang dikuasai, dikelola dan dirawat sejak puluhan tahun.
Fitriansyah menyebut jika perusahaan mengklaim wilayah itu milik Hak Guna Usaha (HGU), faktanya lahan-lahan itu dikelola dan dirawat oleh Masyarakat Adat secara rutin dan berlangsung lama yang ditandai dengan masih adanya sisa tanam tumbuh berupa tanaman kopi yang sudah berusia tua.
"Prinsipnya, Anton dan Kayun tidak melakukan pencurian. Keduanya harus dibebaskan sekalipun vonisnya hanya percobaan satu bulan. Ini soal keadilan dan hak Masyarakat Adat yang sudah direbut,” tegasnya.
Kronologis Konflik
Masyarakat Adat Serawai Semidang Sakti bermukim di Desa Pering Baru, Kabupaten Seluma sejak tahun 1800. Mereka bercocok tanam padi sawah dan darat serta berladang kopi, durian dan lainnya.
Seiring perjalanan waktu pada tahun 1986, wilayah Masyarakat Adat Serawai dinyatakan sebagai tanah negara dan diperuntukkan untuk usaha perkebunan sawit. Masyarakat Adat Serawai yang berladang dan tinggal di wilayah adat itu diusir paksa.
Sejak itu, konflik bermunculan. Masyarakat Adat yang merasa tidak pernah mendapatkan persetujuan atas perkebunan sawit di wilayah adat mereka terus memprotes dan berjuang. Sejumlah orang di penjara bahkan ada yang tertembak. Masyarakat Adat yang terus berladang dan merawat tanahnya, melakukan perlawanan hingga mendatangi Kementerian dan Badan Pertanahan Nasional (BPN).
Sampai tahun 2012, berdasar hasil pengukuran ulang BPN ditemukan ada kelebihan luas HGU milik PTPN IV Regional 7 di Desa Pering Baru. Namun, hasil itu tidak menjadi perhatian pemerintah setempat.
Konflik antara Masyarakat Adat Serawai dan perkebunan pun menjadi api dalam sekam. Puncaknya pada 9 Februari 2025. Anton dan Kayun, yang merupakan kakak beradik, tiba-tiba ditangkap paksa saat sedang memanen buah sawit di ladang mereka sendiri.
Keduanya digelandang paksa ke kepolisian dan kemudian disidangkan. Hakim memvonis keduanya dengan tuduhan bersalah atas pencurian.
Masyarakat Adat Minta Keadilan
Keputusan majelis hakim Pengadilan Negeri Tais, Kabupaten Seluma atas dua orang anggota komunitas Masyarakat Adat Serawai Semidang Sakti diprotes. Masyarakat Adat Serawai tidak bisa menerima jika Anton dan Kayun dihukum atas tuduhan mencuri.
"Anton dan Kayun bukan pencuri. Keduanya mengambil sawit di tanah milik leluhur yang sudah bertahn-tahun dikelola Masyarakat Adat Serawai,” kata Tahardin, tokoh Masyarakat Adat Serawai Semidang Sakti.
Tahardin mendukung upaya banding yang diajukan oleh tim kuasa hukum agar Anton dan Kayun mendapatkan keadilan. Ia berharap para penegak hukum di tingkat banding nanti dapat memutus perkara ini dengan mempertimbangkan prinsip keadilan bagi Masyarakat Adat.
“Kami minta keadilan ditegakkan untuk Anton dan Kayun. Keduanya bukan pencuri, harus dibebaskan dari segala tuduhan,” katanya.
***
Penulis adalah Jurnalis Masyarakat Adat dari Bengkulu