
Masyarakat Adat Kasepuhan Mensakralkan Padi Melalui Ritual
02 Mei 2025 Berita Juhendi dan Dika SetiawanOleh Juhendi dan Dika Setiawan
Masyarakat Adat Kasepuhan di Banten Kidul menempatkan padi sebagai hal yang sakral, tidak boleh sembarangan memperlakukannya. Semuanya harus menggunakan ritual, mulai dari mempersiapkan lahan sawah, pembibitan, pemeliharaan, panen, pengangkutan, penyimpanan, pengolahan hingga mengkonsumsinya dalam bentuk nasi.
Ritual Jatnika Ngamitkeun Sri Ti Bumi atau secara harfiah Ngamitkeun Sri Ti Bumi menjadi salah satu ritual yang penting dilakukan oleh Masyarakat Adat Kasepuhan saat bercocok tanam hingga memanen padi.
Ritual ini dilakukan oleh orang tertentu dan tidak boleh ditonton. Dalam tradisi Sunda, terutama dalam kehidupan tradisional Masyarakat Adat Kasepuhan, ritual semacam ini menandakan betapa padi sangat dihormati, diposisikan sebagai Nyai Sri, simbol kesuburan yang dalam keseharian menjadi makanan bahan pokok.
Ada lima ritual utama yang harus dilakukan oleh Masyarakat Adat Kasepuhan dalam memposisikan padi secara terhormat.
Pertama, Jatnika Nibakeun Sri Ka Bumi. Ritual ini penanda benih padi mulai ditanam secara serentak oleh Incu Putu Masyarakat Adat Kasepuhan Cisungsang. Setelah padi ditanam, ritual berikutnya disebut Jatnika Ngamitkeun Sri Ti Bumi yaitu masa panen.
Ritual Jatnika Ngamitkeun tahun ini jatuh pada 28 April 2025. Selanjutnya, pada hari Jumat pertama bulan Muharram (kalender Hijriyah), dilakukan ritual Prah Prahan (cacah jiwa). Dalam ritual ini dihitung semua aset Masyarakat Adat (Incu Putu), termasuk jumlah jiwa, binatang peliharaan berkaki 4 yang dapat dikonsumsi, dan harta benda lainnya.
Setelah itu, padi akan dibawa dari Lantayan (empat menjemur padi terbuat dari bambu) menggunakan Rengkong, diiringi oleh alunan musik angklung Buhun lalu dimasukan ke dalam Leuit (lumbung padi)
Setelah selesai semua, padi yang diikat (dipocong) dimasukan ke dalam Leuit, maka dilakukan ritual Rasul Pare Di Leuit. Ritual ini dilakukan dengan tujuan agar padi yang disimpan di dalam lumbung dapat bertahan lama dan bebas dari hama/gangguan lainnya sehingga aman dikonsumsi.
Siklus ritual padi ini akan berakhir pada ritual Rasul Seren Taun yaitu ritual syukuran atas hasil panen yang berlimpah dan cadangan padi di lumbung yang mampu mencukupi kebutuhan Masyarakat Adat Kasepuhan.
Siklus ritual ini terus berulang setiap tahunnya dan tetap dilakukan oleh Masyarakat Adat Kasepuhan Cisungsang.
Warisan Budaya Tak Benda Dari Leluhur
Di Kasepuhan Cicarucub, ada namanya ritual Ngunjal. Ritual ini merupakan sebuah warisan budaya tak benda dari para leluhur yang sampai saat ini masih terjaga dan dilakukan oleh Masyarakat Adat Banten Kidul.
Ritual Ngunjal atau pemindahan padi dari lantai tempat pengeringan padi ke lumbung dipimpin Kokolot Lembur atau Ketua Adat. Masyarakat Adat cukup antusias mengikuti prosesi ritual Ngunjal padi yang dilaksanakan di kampung Cibadak, Desa Warungbanten, Kecamatan Cibeber, Kabupaten Lebak, Banten pada Minggu, 27 April 2025.
Dadi indrabayu selaku tokoh Masyarakat Adat dari kampung Cibadak menjelaskan secara bahasa : Ngunjal memiliki arti mengirimkan, memindahkan, membawa padi. Dalam prosesinya, Ngunjal tidak serta merta membawa padi begitu saja. Tabuhan musik tradisional seperti suling, karinding dan rengkong turut mengiringi proses pemindahan padi ke leuit rurukan atau lumbung padi utama.
Dadi menyatakan setiap padi yang di panen tidak langsung dibawa ke lumbung. Padi disimpan di Lantayan atau tempat pengeringan padi terlebih dahulu. Setelah melalui proses penjemuran baru padi dipindahkan ke dalam lumbung.
“Masyarakat Adat di sini biasa menyebut prosesi ini dengan ritual Ngunjal,” terangnya.
Memiliki Makna Penting
Dikatakannya, ritual Ngunjal juga merupakan salah satu agenda tahunan di setiap Kasepuhan atau komunitas Masyarakat Adat yang ada di Banten Kidul. Ngunjal atau memindahkan padi dari lahan pertanian untuk disimpan ke lumbung padi tidak bisa dilakukan sembarangan. Sebab, padi merupakan suatu hal yang disakralkan oleh Masyarakat Adat di Banten Kidul.
“Padi memiliki makna yang sangat penting bagi Masyarakat Adat di Banten Kidul,” tegasnya.
Dadi menuturkan bagi Masyarakat Adat Kasepuhan, padi itu harus di pupusti yang artinya harus diperlakukan dengan baik, harus diistimewakan. Bahkan, dalam proses pengiriman padi dari lahan pertanian ke lumbung harus diiringi dengan lantunan musik tradisional.
“Hal ini tidak bisa dihilangkan sebab ada keterikatan antara padi dengan musik tradisional seperti karinding, suling, angklung, rengkong dan gamelan,” jelasnya sembari menambahkan ritual yang terkait dengan padi ini bukan hanya sakral, tapi ada nilai-nilai luhur yang tidak terhitung di dalamnya.
***
Penulis adalah Jurnalis Masyarakat Adat dari Banten Kidul