Oleh Maruli Simanjuntak

Sekretaris Jenderal Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Rukka Sombolinggi  mengungkap perusahaan PT Toba Pulp Lestari (TPL) telah melakukan strategi sistematis dalam memecah belah perjuangan Masyarakat Adat untuk tujuan menguasai tanah adat di Tano Batak, mulai dari praktik adu domba, demonstrasi tandingan, kampanye saling hujat di media hingga kekerasan fisik dan kriminalisasi.

“Bagaikan domba yang diadu, ini adalah kerusakan sosial terbesar yang sedang terjadi di Tano Batak,” kata Rukka saat menjadi panelis dalam seminar bertajuk “Selamatkan Tano Batak, Lestarikan Danau Toba” yang diselenggarakan oleh Panitia Doa Bersama Merawat Lingkungan Hidup di Gereja HKBP Kebayoran Baru Jakarta pada Sabtu, 26 Juli 2025.

Rukka menjelaskan masih merekam kisah-kisah perjuangan Masyarakat Adat Tano Batak menolak kehadiran perusahaan milik Sukanto Tanoto ini sejak masih bernama Indorayon. Kini, perusahaan bubur kertas tersebut berganti nama menjadi Toba Pulp Lestari.

“Tetapi kejahatannya terus berlanjut dan makin membesar seperti bola salju,” ungkapnya.

Rukka menyebut lebih dari 150.000 hektar konsesi PT Toba Pulp Lestari (TPL) di wilayah Tano Batak diduga hasil dari perampasan tanah adat yang telah berlangsung sejak dekade 1980-an. Perampasan tanah adat yang dilakukan TPL ini memantik perlawanan dari Masyarakat Adat. 

Di tengah gelombang perjuangan panjang Masyarakat Adat dalam mempertahankan tanah adatnya tersebut, Rukka mengapresiasi keterlibatan gereja, khususnya Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) dalam perjuangan ini. Menurutnya, dukungan gereja ini menjadi harapan besar untuk menghentikan penderitaan panjang Masyarakat Adat di Tano Batak.

“Jika HKBP ikut melawan, saya yakin kita bisa menghentikan dosa sosial ini. Ini bukan sekedar konflik tanah, ini adalah soal nyawa, sejarah, dan martabat,” tegasnya.

Rukka menekankan tanah bagi Masyarakat Adat bukan sekadar sumber ekonomi, melainkan bagian dari identitas dan warisan antar generasi.

“Setiap sejengkal tanah memiliki penjaga dan cerita. Ketika tanah dirampas, yang hilang bukan hanya ruang hidup, tapi juga jati diri dan masa depan anak cucu,” imbuhnya.

Dalam konteks ini, Rukka mengangkat kisah keberhasilan komunitas Masyarakat Adat Aek Godang Tornauli di Kabupaten Tapanuli Utara yang telah melakukan pemetaan partisipatif wilayah adat dan berhasil mendapatkan Surat Keputusan Pengakuan serta Surat Keputusan Penetapan Hutan Adat.

“Ini bukti Masyarakat Adat mampu mengelola wilayah adatnya dengan baik dan berkelanjutan, tanpa ancaman dari korporasi seperti TPL,” ujarnya.

 


Panitia seminar sedang menyematkan ulos Batak ke Sekjen AMAN Rukka Sombolinggi. Dokumentasi AMAN

Praeses HKBP : Tutup TPL

Kalangan gereja ikut ambil bagian dalam seminar Selamatkan Tano Batak ini. Mereka turut  menyuarakan tutup TPL.

Praeses HKBP Distrik VIII Jakarta, Pdt. Oloan Nainggolan menyebut seruan tutup TPL adalah panggilan iman.

“Jika ada makhluk yang menderita atau musnah dari bumi ini, kita bertanggung jawab untuk mencarinya, mempertanyakannya, dan merawatnya,” ujarnya.

Pdt. Prof. Septemmy E. Lakawa dari STFT Jakarta menyoroti pentingnya keadilan ekologis sebagai bagian tak terpisahkan dari keadilan sosial.

“Danau Toba dan Tanah Batak adalah identitas kita. Jika tanah ini hilang, maka tak relevan lagi menyebut diri sebagai orang Batak Toba,” katanya.

Kehadiran TPL Bertentangan Dengan Reforma Agraria

Sekretaris Jenderal Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) Dewi Kartika, yang turut didapuk sebagai pembicara dalam seminar menyatakan kehadiran TPL bertentangan dengan prinsip konstitusi dan semangat reforma agraria.  Menurutnya, aktivitas TPL melanggar pasal 33 UUD 1945 dan UUPA 1960.

“Negara harus mengembalikan tanah kepada rakyat melalui reforma agraria sejati,” tegasnya.

Pandangan senada disampaikan Supardy Marbun, pensiunan pejabat Kementerian ATR/BPN. Ia mendorong negara untuk tidak ragu menggunakan kewenangannya dalam memastikan tanah ulayat kembali ke tangan Masyarakat Adat.

Sementara itu, Ekonom Bhima Yudhistira dari CELIOS mengkritik ketergantungan ekonomi terhadap industri ekstraktif. Ia mendorong pengembangan ekonomi kerakyatan berbasis pengelolaan sumber daya oleh masyarakat, petani, perempuan, dan nelayan.

Menuju Aksi Doa Bersama 

Ketua Panitia Leo Hutagalung menjelaskan seminar ini merupakan bagian dari rangkaian kegiatan menuju aksi “Doa Bersama” yang akan digelar pada 17 Agustus 2025 mendatang, bertepatan dengan peringatan Hari Kemerdekaan Republik Indonesia.

Leo menyebut aksi ini akan diikuti sekitar 2.025 peserta dari jemaat HKBP se-Jabodetabek dan organisasi masyarakat sipil yang tergabung dalam gerakan “Tutup TPL” seperti AMAN, KSPPM, KPA, JKLPK, Yayasan Forum Adil Sejahtera (YFAS) dan masyarakat sipil lainnya.

Nantinya, kegiatan akan ditutup dengan doa dan seruan moral agar gereja dan masyarakat terus mengambil bagian dalam perjuangan pemulihan Tano Batak.

“Di dunia yang semakin rusak, biarlah kita menjadi tangan-tangan pemulih. Di tengah luka yang makin dalam, gereja harus menjadi suara kasih yang memeluk bumi,” tutup panitia.

Danau Toba Krisis Ekologis

Kondisi Danau Toba saat ini alami krisis ekologis. Dalam dua pekan terakhir, puluhan ton ikan di keramba jaring apung milik warga Kabupaten Samosir mati mendadak. Kematian massal ini dipicu oleh keruhnya air Danau Toba diduga akibat fenomena turbulensi vertikal yang mengangkat lumpur, bahan organik, dan racun dari dasar danau ke permukaan.

Hasil pengujian Dinas Lingkungan Hidup Samosir menunjukkan kadar oksigen terlarut (DO) hanya 3,9 mg/L—di bawah ambang batas aman bagi ikan nila yaitu 5 mg/L.

Selain faktor alam, pencemaran akibat aktivitas industri dan pakan ikan yang tidak termanfaatkan turut memperparah kondisi air Danau Toba.

Dinas Lingkungan Hidup Samosir menjelaskan fenomena ini terjadi hampir setiap lima tahun dan terus memburuk karena endapan limbah di dasar Danau Toba yang kian bertambah, termasuk dari aktivitas perusahaan besar yang abai terhadap daya dukung lingkungan Danau Toba.

***

Penulis adalah Jurnalis Masyarakat Adat dari Tano Batak, Sumatera Utara

Writer : Maruli Simanjuntak | Tano Batak, Sumatera Utara
Tag : Tano Batak Sekjen AMAN TPL Kuasai Tanah Adat