Oleh Arfin Tompodung

Masyarakat Adat mendesak pemerintah menutup aktivitas pertambangan milik PT. Meares Soputan Mining  dan PT. Tambang Tondano Nusajaya di wilayah adat Tonsea Likupang, Sulawesi Utara.

Masyarakat Adat Tonsea Likupang membentuk Gerakan Likupang Bersatu sebagai bentuk perlawanan terhadap aktivitas ekstraktif tambang yang mengancam keberlanjutan hidup Masyarakat Adat.

Kepala Biro Advokasi Pengurus Wilayah Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Sulawesi Utara Gabriel Watugigir menegaskan AMAN Sulawesi Utara berdiri bersama Masyarakat Adat Tonsea Likupang dan masyarakat lokal dalam perjuangan menolak aktivitas tambang yang merusak ruang hidup. Bagi Masyarakat Adat,  imbuhnya, tanah, hutan, laut, dan sungai adalah satu kesatuan hidup yang tak ternilai.  

Gabriel mengatakan kerusakan yang dilakukan oleh PT. Meares Soputan Mining (MSM)  dan PT. Tambang Tondano Nusajaya (TTN) bukan hanya lingkungan, tetapi juga penghancuran terhadap identitas dan keberlanjutan hidup Masyarakat Adat Tonsea.

"Negara seharusnya melindungi hak-hak Masyarakat Adat, bukan justru memberikan karpet merah bagi investasi yang merampas ruang hidup rakyat," tegas Gabriel pekan lalu.

Menurutnya, ketika Masyarakat Adat kehilangan akses terhadap tanah, sumber air, dan laut maka hal itu sama artinya dengan merampas hak dasar Masyarakat Adat untuk hidup layak. Hak atas lingkungan yang sehat, hak atas budaya, hak atas pangan, dan hak untuk menentukan nasib sendiri sebagai Masyarakat Adat diabaikan.

"Negara wajib menghormati, melindungi, dan memenuhi hak-hak Masyarakat Adat. Jika dibiarkan, maka kehadiran tambang bukan hanya kejahatan ekologis, tetapi juga pelanggaran Hak-Hak Asasi Manusia,” tandasnya.

Sungai Tercemar

Melki Kaweke, warga Likupang Satu menyatakan Masyarakat Adat membentuk wadah Gerakan Likupang Bersatu sebagai bentuk ekspresi pembelaan terhadap tanah, air serta kebudayaan yang merupakan warisan leluhur. Menurutnya, wilayah adat Likupang adalah bagian dari tanah adat Tonsea Likupang, yang secara turun-temurun dijaga oleh Masyarakat Adat dan masyarakat lokal sebagai sumber penghidupan serta identitas kultural.

Melki menuturkan sejak masuknya perusahaan tambang ke wilayah adat mereka, lingkungan menjadi rusak, termasuk beberapa sungai tercemar.

Melki mencontohkan kondisi sungai Marawuwung sudah semakin mengkhawatirkan akibat pencemaran.

Ia menambahkan bukan hanya sungai Marawuwung di Likupang yang tercemar, tetapi juga  sungai Araren, sungai Rarandam di Resettlement. Kedua sungai ini telah menunjukkan tanda-tanda dugaan pencemaran berat. Air sungai menjadi keruh dan berwarna, biota sungai menghilang, dan Masyarakat Adat sekitar mulai mengalami gangguan kesehatan.

“Sumber air bersih yang selama ini digunakan Masyarakat Adat untuk kebutuhan sehari-hari, kini tak lagi aman. Sungai sudah tercemar akibat tambang,” kata Melki.

Seorang Masyarakat Adat mengangkat poster "Save Sungai Marawuwung" sebagai bentuk protes atas operasional tambang di wilayah adat Tonsea Likupang. Dokumentasi AMAN

Mengancam Struktur Sosial dan Budaya Masyarakat Adat

Disebutnya, selain berdampak pada ekologi, tambang juga mengancam struktur sosial dan budaya Masyarakat Adat Tonsea. Karenanya, Masyarakat Adat minta agar pemerintah segera menutup aktivitas perusahaan tambang di wilayah adat Tonsea Likupang.

Ali Bakari, Masyarakat Adat Likupang dari kampung Ambong juga mengeluhkan hal serupa. Menurutnya, perlawanan terhadap pihak korporasi yang merusak alam harus dilakukan secara bersama-sama.

"Saat ini kami sepakat untuk menyatukan visi dan misi dalam Gerakan Likupang Bersatu. Ini juga menjadi peringatan penting untuk para legislatif dan eksekutif untuk berpihak kepada Masyarakat Adat karena sudah jelas perusahaan tambang merusak ingkungan,” paparnya.

Ali Bakari menegaskan gerakan ini tidak lahir dari satu desa saja, tapi merupakan konsolidasi dari berbagai desa yang merasakan langsung dampak eksploitasi tambang. Dikatakannya, gerakan ini juga sebagai simbol penolakan dan perlindungan terhadap tanah leluhur milik Masyarakat Adat Tonsea.

“Hentikan seluruh aktivitas pertambangan di wilayah adat Tonsea Likupang,” tegas Ali sembari meminta perusahaan tambang untuk memulihkan kembali lingkungan hidup yang telah rusak akibat aktivitas tambang, termasuk sungai, lahan pertanian, dan pesisir.

***

Penulis adalah Jurnalis Masyarakat Adat di Tondano, Sulawesi Utara

Writer : Arfin Tompodung | Tondano, Sulawesi Utara
Tag : Masyarakat Adat Tutup Perusahaan Tambang Tonsea Likupang