Oleh Maruli Simanjuntak

Dua pekan setelah banjir bandang dan longsor melanda wilayah Sumatera Utara pada akhir November 2025, situasi di beberapa kampung Tano Batak semakin memburuk. Akses jalan terputus, ratusan rumah hancur, ladang rusak, air bersih tidak berfungsi, dan jalur distribusi lumpuh total akibat kelangkaan BBM.

Sementara hingga kini, satu komunitas Masyarakat Adat dilaporkan belum dapat diketahui nasibnya akibat terputusnya komunikasi dan akses jalan darat.

Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) melalui Pengurus Wilayah AMAN Tano Batak, Pengurus Daerah AMAN Tapanuli Utara, dan Pengurus Daerah AMAN Humbang Hasundutan mencatat ada 25 orang yang meninggal dunia,  418 rumah rusak berat, 775 hektare ladang hancur dan 3.000 kepala keluarga di 11 komunitas adat berada dalam kondisi darurat.

Tim AMAN sejak hari pertama bencana terus memaksimalkan pelayanan, mulai dari pengumpulan data langsung dari komunitas hingga melakukan pendistribusian bantuan pangan ke berbagai kampung terdampak. Hingga hari ke-14 pasca bencana, AMAN telah menyalurkan beras 5 ton, telur 1,6 ton, minyak goreng 1.100 liter, gula 300 kg, ikan kering 500 kg, garam 300 kg

"Sejak bencana terjadi, tim kami terus memaksimalkan pelayanan, mulai dari pengumpulan data langsung dari komunitas hingga melakukan pendistribusian bantuan pangan ke berbagai kampung terdampak,” kata Ketua Pelaksana Harian AMAN Wilayah Tano Batak Jhontoni Tarihoran pada Senin, 8 Desember 2025.

Jhontoni menyebut distribusi bantuan dilakukan ke 11 komunitas Masyarakat Adat terdampak bencana. Dikatakannya, meski akses jalan tertutup dan kendaraan tidak bisa beroperasi akibat kelangkaan BBM, tim relawan AMAN terpaksa membawa bantuan dengan berjalan kaki menembus jalur licin dan terjal.

“Distribusi logistik sempat terhambat di beberapa lokasi, relawan harus berjalan kaki berjam-jam sambil memanggul karung bantuan,” ungkap Samuel Raimondo Purba, Ketua Pelaksana Harian AMAN Daerah Humbang Hasundutan. 

Rumah Hancur, Krisis Air Bersih, dan Gagal Panen

Di komunitas Masyarakat Adat Sitahuis, Kabupaten Tapanuli Tengah, tim Sopo AMAN Tano Batak yang turun langsung ke lapangan pada Senin (08/12/2025) melaporkan ada 15 rumah anggota Masyarakat Adat yang hancur akibat banjir bandang dan longsor, 1 warga meninggal. Kemudian, pipa air bersih putus dan tertimbun longsor, seluruh ladang rusak dan gagal panen.

Awal bencana melanda komunitas Masyarakat Adat Sitahuis, warga harus berjalan kaki sepanjang 20 kilometer untuk mencari bantuan akibat akses jalan tertutup. Namun kini, akses jalan sudah terbuka. Mobil sudah bisa menembus ke komunitas ini, namun kondisinya masih rawan.

Ketua komunitas Masyarakat Adat Sitahuis Timbul Lumban Tobing mengatakan kondisi mereka masih jauh dari pulih. Disebutnya, saat ini Masyarakat Adat Sitahuis sangat membutuhkan bantuan seperti ahan pangan (beras, ikan, minyak goreng), pakaian layak pakai, pipa air 3 inci 70 batang.

Timbul mengatakan bencana ini bukan hanya merusak rumah dan ladang, tetapi juga memutus seluruh sumber air bersih kami.

“Setiap hari kami harus memikirkan berbagai cara untuk bertahan hidup,” ujarnya dengan nada lirih, Senin (8/12/2025).

Sementara itu, penulis yang tergabung dalam anggota Tim Sopo AMAN yang turun langsung ke Sitahuis menyatakan kondisi di lapangan saat ini masih sangat memprihatinkan.

Ia menceritakan ketika tiba di Sitahuis, mereka melihat warga berjuang tanpa kepastian dan tekanan luar biasa.

“Mereka sangat membutuhkan penanganan cepat dan dukungan dari seluruh pihak,” ujarnya.

Sejumlah perempuan adat sedang berjalan menelusuri jembatan darurat. Dokumentsi AMAN

Akses Jalan Masih Tertutup Longsor

Di komunitas Masyarakat Adat Bius Batu Nagodang Siatas Sitonong, akses jalan utama hingga kini masih tertutup longsor dan pohon tumbang.

Ketua Komunitas Masyarakat Adat Bius Batu Nagodang Siatas Sitonong Risten Simanullang mengatakan untuk keluar masuk wilayah adat, masyarakat harus berjalan kaki dua jam.

“Itu satu-satunya cara membawa logistik,” ujarnya.

Risten menyatakan listrik hingga kini juga masih padam, komunikasi terputus dan layanan kesehatan tidak dapat dijangkau.

Di wilayah adat Simardangiang juga dilaporkan pipa air gravitasi putus tersapu longsor. Warga sudah melakukan perbaikan, tetapi air tetap keruh dan tidak layak minum.

“Ladang kami hilang. Kami tidak tahu bagaimana bertahan dalam beberapa bulan ke depan,” kata Kepala Desa Simardangiang Tampan Sitompul.

***

Penulis Adalah Jurnalis Masyarakat Adat di Tano Batak, Sumatera Utara

Writer : Maruli Simanjuntak | Tano Batak, Sumatera Utara
Tag : Tano Batak Sumatera Utara Pasca Banjir Longsor