Nuabosi Revitalisasi Budaya dengan Poto Nggo
14 Januari 2015 Berita Yulius Fanus MariPada Rabu, 5 Februari 2014 masyarakat adat Nuabosi di Kabupaten Ende menyelenggarakan Poto Nggo, ritual adat untuk meresmikan gong baru yang akan masuk ke rumah adat sebagai kelengkapan adat di Nuabosi. Acara adat ini diselenggarakan oleh seluruh mosa laki dan faiwalu ana kalo (tokoh adat dan masyarakat adat setempat) serta dihadiri oleh seluruh tokoh adat yang wilayah adatnya berbatasan dengan komunitas adat Nuabosi. Beberapa yang diundang dan hadir di acara Poto Nggo ini adalah Bupati Ende Marselinus Patu, Anggota DPRD Philipus Kami, perwakilan Dinas Pariwisata dan pemerintah desa, AMAN Nusa Bunga, dan seluruh komunitas masyarakat adat yang wilayah kekuasaannya berbatasan dengan komunitas adat Nuabosi, serta para kerabat yang tinggal di luar komunitas. Ritual Poto Nggo ini berlangsung di Rumah Adat Nuabosi. Ritual ini mempunyai makna yang sangat dalam untuk kehidupan masyarakat adat Nuabosi. Dan dengan kehadiran gong yang baru dibeli itu, para tokoh adat dan fai walu ana kalo kembali melakukan kegiatan seremonial adat yang beberapa tahun terakhir ini tidak dijalankan. Poto Nggo bermakna sebagai alat pemersatu bagi seluruh masyarakat adat (faiwalu ana kalo) yang hidup di tanah adat Nuabosi dan selalu mematuhi kearifan yang telah diwariskan oleh leluhur mereka. Kedua, sebagai bagian dari kekuatan sakral untuk kehidupan masyarakat adat Nuabosi dalam menghadapi berbagai persoalan yang di komunitas maupun tantangan permasalahan dari luar. Ketiga, gong adat menjadi kekuatan supranatural dan menjadi media untuk merangkul seluruh masyarakat adat (fai walu ana kalo). Keempat, sebagai media penyemangat dalam menghadapi perjuangan mempertahankan hak-hak masyarakat adat. Menurut warga komunitas, gong baru itu merupakan hasil komunikasi antara tokoh adat Nua Bosi dan Dinas Pariwisata. Sebelum komunikasi itu, masyarakat adat dan tokoh adat sedang melaksanakan kegiatan kerja untuk membangun kembali rumah adat. Ritual Poto Nggo diawali dengan penjemputan gong adat dari bandara, karena gong baru itu datang dari Denpasar, Bali. Yang menjemput adalah para tokoh adat, diiringi alat musik daerah gendang Veko. Setiba di halaman rumah adat, gong baru itu disambut oleh kepala tokoh adat, dilanjutkan serah-terima dengan Dinas Pariwisata. Acara penerimaan ini diiringi musik gong lamba serta tarian Woge dan Wanda Pau. Kemudian salah seorang tokoh adat menyampaikan “Mai ... mai nai nua, ndoa tembo ndia napa peka ... ne’e ari ana,” yang kira-kira bermakna, “Selamat datang. Silakan masuk ke rumah. Seluruh masyarakat adat sudah menunggu kedatanganmu.” Kedua, acara pemberian pemberkatan atau acara pemujaan dan memberikan sajian makanan kepada gong baru. Lalu dilanjutkan dengan peresmian pemukulan gong, yang menyatakan gong ini sudah menjadi milik masyarakat adat Nuabosi. Ketiga adalah acara Woi atau mengucapkan senandung bahasa adat yang menceritakan riwayat hadup dan merenung persoalan yang ada di komunitas adat Nuabosi. Keempat, penyampaian sambutan-sambutan sekaligus atraksi seni musik Geko yang dibawakan oleh masyarakat adat Nuabosi. Semangat untuk menghidupkan kembali adat dan budaya Nuabosi Semangat tokoh adat dan masyarakat adat Nuabosi kembali muncul tidak terlepas dari bentuk dorongan perjuangan AMAN Nusa Bunga yang telah menunjukkan keberhasilan merebut kembali hutan masyarakat adat. Sebelum AMAN hadir di komunitas Nuabosi, masyarakat adat Nuabosi sedang bermasalah dengan pemerintah, dalam hal ini Dinas Kehutanan. Permasalahannya adalah negara mengambil alih hutan adat menjadi hutan negara. AMAN lalu melaksanakan sosialisasi Putusan Mahkamah Konstitusi No. 35/PUU-X/2013 dan perjuangan AMAN menegakkan hak-hak masyarakat adat, serta mendorong komunitas untuk menghidupkan kembali kearifan budayanya. AMAN juga menjelaskan betapa penting membangkitkan kembali ritual adat sesuai dengan warisan leluhur yang secara turun temurun. Karena tradisi, rumah adat, tubu musu ora nata (simbol kekuatan kampung), sanggar seni, dan alat-alat tradisional warisan leluhur merupakan bukti kepada negara bahwa masyarakat adat itu ada. Menurut Adriamus Doga, mewakili AMAN Nusa Bunga, Poto Nggo yang diselenggarakan kembal ini merupakan semangat baru untuk membangkitkan masyarakat adat dalam menghadapi tantangan budaya baru dari luar. Lanjutnya, karena perjuangan masyarakat adat dan AMAN untuk merebut kembali hutan adat, Nuabosi kembali bersatu dan menghidupkan adat dan budayanya, untuk menunjukan kepada Negara bahwa masyarakat adat Nuabosi itu ada. ____ Penulis: Yulius Fanus Mari (Jhuan)