Jakarta (29/7), www.aman.or.id - Lima puluh tahun ke depan, Universitas Masyarakat Adat akan mendominasi pendidikan yang ada di seluruh nusantara. Kampus-kampus Masyarakat Adat tersebut berdiri kuat dari akarnya: Masyarakat Adat itu sendiri. Sistem yang terbangun di dalamnya akan terhimpun dari tradisi pengetahuan Masyarakat Adat itu sendiri dan proses belajarnya juga beradaptasi sepenuhnya dari praktik tradisi adat istiadat setiap Masyarakat Adat dari Papua hingga Aceh.

Hal itu dijelaskan Sekjen AMAN Rukka Sombolinggi dalam acara Retreat Metodologi Pendidikan Adat di Sianjur Mula-Mula, Samosir, Sumatera Utara (27/7). “Bayangan saya 50 tahun ke depan, Universitas Masyarakat Adat sudah mendominasi pendidikan kita,” katanya.

 

 

baca juga: Rumah Belajar Sianjur Mula-Mula Tuan Rumah Retreat Metodologi Pendidikan Adat Se-Nusantara

Rukka juga mengatakan bahwa masa setengah abad ke depan akan menjadi masa yang mencerahkan bagi Masyarakat Adat di seluruh nusantara. Kehidupan ber-Masyarakat Adat dalam lima dekade ke depan diimpikan akan pulih dari gempuran kapitalisme yang mengungkung negeri ini berpuluh-puluh tahun.

“50 tahun ke depan juga Masyarakat Adat sudah berada di tahap memulihkan diri,” jelas Sekjen AMAN periode 2017-2022 itu.

Sekjen AMAN menghadiri Retreat Metodologi Pendidikan Adat di Sianjur Mula-Mula yang berlangsung dari 27-31 Juli 2018. Retreat tersebut diikuti oleh 35 orang dari Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Nusa Tenggara, Jawa, dan Papua.

Hadir juga Mina Susana Setra Deputi IV Sekjen AMAN, Ketua AMAN Tano Batak Roganda Simanjuntak, Wakil Ketua DAMANNAS Abdon Nababan, Ketua Umum BPAN Moh Jumri, Serge Marti dan Eny Setyaningsih dari LifeMosaic, etnomusikolog Rizaldi Siagian, Kristine Mae Sumalinab yang akrab disapa Kring Kring, Masyarakat Adat Mandaya dari Caraga, Davao Oriental, Filipina.

 

Retreat Metodologi Pendidikan Adat merupakan sebuah ruang yang mempertemukan para penggerak Sekolah Adat/Rumah Belajar dari seluruh nusantara. Para penggerak ini saling berbagi dan belajar satu sama lain untuk semakin menajamkan semangat perjuangan dalam menempuh visi Masyarakat Adat yang Berdaulat, Mandiri dan Bermartabat.

Adapun tujuan dari Retreat ini adalah sebagai berikut

  • Berbagi pengalaman keberhasilan dan kesulitan menjalankan pendidikan adat di berbagai komunitas di Indonesia;
  • Berbagi pengalaman dan belajar dari pendidikan adat di Filipina;
  • Memperkuat gagasan tentang pendidikan adat yang mendukung penentuan nasib sendiri wilayah adat, serta kedaulatan, kemandirian, martabat dan jati diri Masyarakat Adat: prinsip-prinsip, kerangka pembelajaran;
  • Memperkuat kemampuan para penggerak pendidikan adat untuk menjadi mentor di daerahnya;
  • Penayangan perdana (soft launch) perangkat video pendidikan adat produksi LifeMosaic.

Retreat Metodologi Pendidikan Adat kali ini digelar di Sianjur Mula-Mula. Sebelumnya Retreat Metodologi Pendidikan Adat diselenggarakan di Kasepuhan Ciptagelar, Banten pada 19-23 Maret 2016. Kala itu baru diikuti peserta dari Tano Batak, Sumatera Barat, Jambi, Kalimantan Utara, Kalimantan Barat, Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Timur, dan Maluku Utara.

baca juga: Retret Metodologi Pendidikan Adat

Pada retreat kali ini peserta semakin bertambah. Dalam dua tahun terakhir persebaran sekolah adat terlihat cepat. Salah satu daerah yang turut serta kali ini adalah Papua yang dihadiri Origenes Monim dkk.

Origenes merupakan direktur Sekolah Adat Papua di Jayapura. Ia membentuk sekolah adat pada 19 Juni 2017 dan diresmikan langsung oleh Gubernur Papua Lukas Enembe. Kini sekolah adat tersebut sudah satu tahun sembilan bulan. Bagi Origenes, sekolah adat merupakan wadah bagi generasi masa depan anak-anak Papua. Dalam sekolah adat yang digagas, dia menyusun kurikulum berdasarkan tradisi pengetahuan yang mereka miliki di Sentani.

“Saat ini terdapat 167 siswa sekolah adat kami. Metode belajar, salah satunya, menerapkan ruang tersendiri antara perempuan dan laki-laki saat akan belajar seturut tradisi pengetahuan kami,” katanya saat dihubungi via telepon.

Melalui retreat metodologi pendidikan adat ini, ia berharap agar spesifikasi lokallah yang dijadikan sebagai metodologi bersama. Kurikulum yang mau disusun, katanya, tetap harus berdasarkan pengetahuan masing-masing Masyarakat Adat. Sementara untuk pengetahuan umum, seperti bahasa nasional, Pancasila dll bisa melengkapi metodologi tersebut.

Sementara itu, Muhlis Paraja penggagas Sekolah Adat Bowonglangi, Pattalassang, Gowa, Sulawesi Selatan berharap lewat Retreat Metodologi Pendidikan Adat kali ini, akan ada satu hasil untuk peningkatan kapasitas pendidik sekolah adat khususnya dalam pemahaman dua sisi: ilmu pengetahuan Masyarakat Adat warisan leluhur dan ilmu pengetahuan sesuai perkembangan zaman.

“Ada satu metode pendekatan terhadap pengetahuan yang sudah ada dengan pengetahuan zaman now ala milenial,” katanya. Sehingga, lanjutnya, sekolah adat terus bertumbuh dari pengetahuan akar: Masyarakat Adat dan di sisi lain tidak ketinggalan dari perkembangan zaman.

Muhlis melihat bahwa dengan adanya Sekolah Adat Bowonglangi, jati diri Masyarakat Adat Bowonglangi kembali pulih. Sekolah Adat Bowonglonagi berdiri pada 11 Maret 2010 dan sekolah ini mempertemukan Pattalassang dengan AMAN, sehingga pada 2012 resmi jadi komunitas anggota AMAN.

Perjuangan generasi muda menggagas sekolah adat ini ternyata menjadi “buah cerita” bagi kampung-kampung tetangga. Mereka menyaksikan Pattalassang kembali pulih, secara perlahan, dengan jati diri Masyarakat Adat. Nilai-nilai kebersamaan seperti gotong royong, adanya pertumbuhan gerakan ekonomi di kampung, para pemuda bergerak sebagai relawan dalam membangun kampung dan sebagainya tumbuh dengan kuat.

Retreat Metodologi Pendidikan Adat ini semakin menguatkan kebersamaan dan jati diri Masyarakat Adat Nusantara. Memulai dengan pendidikan, menapak perjalanan Masyarakat Adat yang berdaulat, mandiri dan bermartabat di depan mata.

Jakob Siringoringo - Infokom PB AMAN

Writer : Jakob Siringoringo | Jakarta