Perhimpunan Pembela Masyarakat Adat Nusantara (PPMAN) telah mendapat informasi terkait dengan kriminalisasi yang dilakukan oleh Polres Tanah Bumbu dan Kota Baru Kalimantan Selatan terhadap Masyarakat Adat Dayak Meratus.

Kini, seorang pimpinan masyarakat yang juga sekretaris AMAN Tanah Bumbu di tangkap dan di tahan di LP Kota Baru dengan tuduhan menduduki dan mengerjakan kawasan hutan. Tuduhan tersebut telah menetapkan Trisno Susilo sebagai tersangka pada tahun 2011. Penahanan Trisno kemudian ditangguhkan.

Setelah 6 tahun berstatus tersangka tanpa proses Pengadilan, Kepolisian Tanah Bumbu kembali membuka kasus tersebut setelah perjuangan masyarakat adat dayak meratus kembali menguat paska putusan MK No. 35. Pada tanggal 1 Februari 2017, Trisno Susilo ditangkap dan ditahan oleh penyidik dan pada tanggal 14 Februari 2017 kasus yang dituduhkan tersebut akan disidangkan di PN Batulicin.

Hari ini, 10 Februari 2017, Pimpinan Masyarakat Adat Dayak Meratus yang juga Plt. BPH AMAN Tanah Bumbu, Manase Boekit di tetapkan sebagai tersangka atas tuduhan dengan sengaja menyuruh, mengorganisasi, menggerakan, melakukan pemufakatan jahat untuk melakukan penggunaan kawasan hutan secara tidak sah sebagaimana dimaksud dalam pasal 94 ayat 1 huruf a dan b junto pasal 19 huruf a dan c UU No. 18/2013 tentang P3H.

Paska penahanan Trisno Susilo, anggota kepolisian secara aktif mendatangi perkampungan warga di Kampung Napu, Kamboyan, Kambulang, Batulasung, Tuyan dan Alut yang bermukim di kawasan hutan adat dayak meratus. Anggota kepolisian dengan persenjataan lengkap melakukan pencarian dan pemanggilan pimpinan-pimpinan masyarakat yang aktif menolak keberadaan perusahaan perusak yang menguasai kawasan hutan adat dayak meratus.

Sejumlah masyarakat yang dipanggil polisi terintimidasi dan ketakutan hingga mengharuskan mereka meninggalkan keluarga kampung adatnya.

Informasi tentang Kasus

Masyarakat Adat Dayak Meratus adalah salah satu komunitas suku dayak yang mendiami wilayah pegunungan Meratus di Kalimantan Selatan. Suku Dayak Meratus adalah pemilik atau penguasa wilayah yang sah dari Pegunungan Meratus.

Keberadaannya di pegunungan meratus jauh sebelum Negara Republik Indonesia ini terbentuk. Dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, masyarakat adat di pegunungan Meratus telah terbiasa bertanam padi dengan sistem gilir balik, berburu binatang, mencari ikan, mencari sarang wallet dan beberapa telah mulai dengan kegiatan beternak babi dan ayam.

Perubahan besar kemudian terjadi, ketika Pemerintah Republik dengan Program HPH-nya mengusik kehidupan dayak meratus mulai tahun 1968, yakni dengan memberikan ijin konsesi HPH dan HTI kepada PT. Kodeco Timber. Konsesi PT. Kodeco Timber sebagian besar berada di wilayah kabupaten Tanah Bumbu dan Kotabaru. Inilah penyebab konflik utama yang berlarut-larut hingga sekarang, terlebih ketika ada pengalihan kepemilikan perusahaan dan perubahan ijin yang semula hanya ijin tebang kayu (HPH dan HTI) sekarang pemilik baru berusaha merubahnya menjadi perkebunan dengan cara alih fungsi kawasan. Klaim ijin sepihak itu tidak pernah ditunjukkan kepada masyarakat adat.

 

Respon

Kami meminta respon aktif dari Bapak/Ibu/Saudara (i) UNTUK SEGERA:

  1. Mendesak Kapolri, Jenderal Polisi Tito Karnavian untuk memerintahkan kepada Kapolda Kalimantan Selatan, Kapolres Tanah Bumbu dan Kapolres Tanah Baru untuk segera menarik seluruh anggota kepolisian di kawasan mukim masyarakat adat dayak meratus. Mengevaluasi kinerja Kepala Kepolisian Daerah Kalimantan Selatan, Kapolres Tanah Bumbu dan Kapolres Kota Baru karena telah menyalahgunakan kewenangan hukumnya dengan melakukan kriminalisasi terhadap pimpinan masyarakat adat dayak meratus dalam mempertahankan kedaulatan wilayah adatnya yang diakui dalam Konstitusi dan UU;
  1. Mendesak kepada Menteri KLHK, Ibu Siti Nurbaya untuk mengevaluasi dan memberhentikan Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Kalimantan Selatan karena telah merendahkan wibawa Mahkamah Konstitusi dengan tidak mengakui putusan MK 35. Selain itu, Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Kalsel juga secara aktif menjadi pelapor yang mengkriminalisasi masyarakat adat dayak meratus.
  1. Meminta peran aktif Komisi Kepolisian Nasional (Komplonas) untuk melakukan pemanggilan dan pemeriksaan atas dugaan pelanggaran yang dilakukan sejumlah pimpinan-pimpinan kepolisian di Kasel yang telah melakukan kriminalisasi kepada masyarakat adat dayak meratus;
  1. Meminta kepada Komisi Kejaksaan RI untuk mengawasi dan memeriksa kinerja Jaksa di Kejaksaan Negeri Batulicin yang menangani kasus aquo terhadap kriminalisasi Trisno Susilo karena diduga kuat proses dan penerapan pasal-pasal yang akan didakwakan melanggar hukum.
  1. Meminta peran aktif dari Komisi Yudisial untuk melakukan pengawasan terhadap hakim yang memeriksa perkara Nomor 17/pidsus/2017/PN.BLN yang akan mengadili Trisno Susilo di PN Batulicin.

Demikian Urgen Respon ini kami keluarkan untuk mendapatkan dukungan membela keadaulatan hak-hak masyarakat adat dayak meratus.

Atas dukungan dan perhatiannya diucapkan terimakasih.

Perhimpunan Pembela Masyarakat Adat Nusantara (PPMAN),

Writer : PPMAN | Bogor