Pemuda Adat Talang Mamak Melakukan Pemetaan Wilayah Adat
08 Mei 2018 Berita ArwanTalang Mamak, Riau (4/5/18) – Pemuda Adat Talang Mamak, Provinsi Riau melakukan pemetaan wilayah adat di dua komunitas adat, yaitu Talang Sungai Jirak dan Talang Jerinjing. Pemuda Adat yang tergabung dalam Barisan Pemuda Adat Nusantara (BPAN) mencari petanda petikalan (tempat bersejarah) dengan mengelilingi batas wilayah adat dimasing-masing kebatinan, yang biasa disebut dalam bahasa Talang Mamak dengan cucur aik sindeng pematang. Bukan hanya itu, mencari batas wilayah adat juga dilakukan dengan menggunakan GPS (global posision system) untuk mengambil titik koordinat yang kemudian dimasukkan dalam peta. Pemetaan wilayah adat ini dilakukan bukan tanpa rintangan, terkadang mereka harus berjalan kaki masuk ke dalam hutan dan menyelusuri sungai, hingga larut malam untuk mendapatkan titik koordinat yang sesuai. Kesulitan ini disebabkan oleh hutan sebagai tempat berladang (huma) sudah tidak ada lagi. Hutan bagi masyarakat adat Talang Mamak memiliki arti yang sangat penting karena hasil ladang digunakan untuk gawai, ritual adat, obat-obatan dan sebagainya. Saat ini dengan kebijakan Pemerintah tentang larangan membakar telah menghilangkan identitas masyarakat adat Talang Mamak. Perusahaan sawit menghancurkan wilayah adat Wilayah adat Talang Mamak sudah dipenuhi oleh sawit milik multi perusahaan. Dampak yang terjadi sangat besar bagi kehidupan masyarakat adat, ketika musim kemarau banyak sungai mengalami kekeringan. Diperparah dengan pencemaran limbah yang dihasilkan oleh perusahaan sawit di sungai yang biasa digunakan oleh masyarakat adat untuk melakukan kegiatan MCK (mandi,cuci, kakus). Ketika musim penghujan tiba, banjir melanda wilayah adat akibat pengundulan hutan di hulu sungai sebagai sumber mata air dan wilayah adat lainnya. Suher, salah satu pemuda adat Talang Mamak mempertanyakan kenapa pemerintah seakan membiarkan perusahaan beroperasi di wilayah adat sedangkan tidak memiliki izin dan melanggar peraturan yang ada. Selain itu, ia pun kecewa karena masyarakat adat tidak dapat lagi berladang. “Sementara masyarakat adat untuk berladang saja sangat susah, ada yang ditangkap oleh Polisi katanya melanggar hukum dan peraturan. Jadi, hukum itu seperti apa? Tajam ke bawah tumpul ke atas”. “wilayah adat kami sudah ada sejak dahulu, kini banyak yang dihabiskan oleh perusahaan dengan kebijakan Pemerintah Daerah dengan tanpa musyawarah dengan masyarakat adat, tanpa sepengetahuan membuka lahan di wilayah adat. Izinnya tidak ada sama sekali, tapi tidak ditindaklanjuti oleh Pemerintah. Izinnya tumpang tindih,” tambahnya. Penulis: Arwan