KSP Undang Bupati Lamandau dan PT. SML Selesaikan Konflik dengan Masyarakat Adat Laman Kinipan Kalimantan Tengah
01 Desember 2018 Berita Eka HindratiJakarta (10/10), www.aman.or.id - Kantor Staf Presiden (KSP) mengundang Pemerintah Daerah Lamandau Kalimantan Tengah dan PT. Sawit Mandiri Lestari (SML) untuk menyelesaikan konflik dengan Masyarakat Adat Laman Kinipan yang terjadi sejak tahun 2017, di Bina Graha Jakarta. Turut hadir dalam pertemuan tersebut Badan Registrasi Wilayah Adat (BRWA) dan PB AMAN. Pada mulanya PT. SML telah mengantongi Ijin Usaha Perkebunan (IUP) untuk perkebunan kelapa sawit berdasarkan SK Bupati Lamandau tanggal 27 April 2017, dengan luas 9.43,2214 hektar dan ijin Hak Guna Usaha (HGU) untuk perkebunan kelapa sawit berdasarkan SK Menteri ATR/BPN tanggal 19 Agustus 2017, dengan luas 19.091,59 hektar di beberapa lokasi, yaitu di Desa Batang Kawa, Desa Riam Panahan, Kecamatan Daleng, Desa Sungai Tuat, Desa Tanjung Beringin, Desa Tarang Taba, Desa Panopa, Desa Suju, serta Desa Tapin Bini Kecamatan Lamandau, Kabupaten Lamandau Provinsi Kalimantan Tengah. Masyarakat Adat Laman Kinipan yang mendiami wilayah tersebut tidak pernah diminta persetujuan oleh Pemerintah Daerah Lamandau untuk diambil wilayah adatnya, sehingga pada 19 April 2018, 52 orang Laman Kinipan mendatangi PT. SML di kamp Suja, meminta penghentian aktifitas di wilayah tersebut, namun tidak mendapat tanggapan. Lalu pada bulan Mei 2018 mereka juga telah melayangkan surat pengaduan kepada Pemerintah Daerah Kabupaten Lamandau serta DPRD Kabupaten Lamandau, dan tidak mendapatkan respon. Hendra Laksmana, Bupati Lamandau menilai bahwa aksi klaim yang dipimpin oleh Effendi Buhing atas ribuan hektar lahan di Desa Karang Taba dilatarbelakangi oleh kepentingan politik karena tidak mempunyai dasar hukum yang kuat. “Sertifikasi wilayah Adat Komunitas Laman Kinipan yang diterbitkan oleh BRWA tanggal 24 Juli 2017, belum dapat dijadikan dasar pengelolahan wilayah adat, karena baru merupakan bukti verifikasi wilayah adat, bukan tanda bukti kepemilikan tanah, ditambah lagi kepengurusan komunitas adat Laman Kinipan belum terdaftar secara resmi di Kesbanglimas Kabupaten Lamandau,” jelas Hendra. Sedangkan Direktur PT. SML, H.Tehar menyatakan bahwa kehadiran investasi disana (wilayah adat Laman Kinipan-red) akan membantu kesejahteraan masyarakat karena rencananya semua staf dan karyawan akan direkrut dari Masyarakat Adat. “Dari total lahan 19.415 hektar lahan plasma yang dikelola oleh masyarakat sudah dibuka seluas 2.856 hektar, pembagian plasma ini sangat membantu masyarakat karena akan kami fasilitasi dari mulai pelatihan sampai pengadaan bibit,” terang Taher. Menanggapi hal tersebut, Sinung Karto dari Biro Advokasi Hukum dan HAM PB AMAN, menyayangkan pihak KSP tidak turut menghadirkan perwakilan Masyarakat Adat Laman Kinipan sebagai pihak yang paling dirugikan. “Merekalah pokok dari konflik yang terjadi, penolakan atas keberadaan PT. SML bukan hanya dari satu desa saja, tapi juga desa lain seperti Desa Taban Bini, Desa Panopa, Desa Rean Taba, yang merupakan desa-desa yang berbatasan langsung dengan wilayah adat Laman Kinipan,” jelas Sinung. Menutup pertemuan, Abetnego Tarigan, staf KSP yang bertindak sebagai moderator pertemuan meminta Pemerintah Daerah Kabupaten Lamandau memfasilitasi pertemuan Masyarakat Adat Laman Kinipan dengan PT.SML pada bulan November mendatang, dengan mengundang KPS dan PB AMAN. Yance Lu Hambandima-Infokom PB AMAN Editor : Eka Hindrati - Direktur Infokom PB AMAN