Membangun Sistem Tanggap Darurat Berkelanjutan (2)
03 November 2018 Berita Jakob SiringoringoPalu (3/11), www.aman.or.id - Suhu Palu panas. Rata-rata per hari mencapai 34 derajat Celcius. Saya bersama tim tanggap darurat AMAN seperti Annas Radin Syarif, Riky Aprizal, Farid Wajdi, Yoga Kiply dan Firman Nur Ikhwan yang tiba dua hari lalu dari Jakarta, dipaksa beradaptasi dengan cuaca di sini.
Menurut Sisilia Makara Boka, Dewan Pemuda Adat Nusantara Region Sulawesi periode 2015-2018, suhu meningkat terlebih pascatsunami. Panas suhu Palu mirip dengan Medan awalnya, tapi sekarang lebih mirip dengan Pekanbaru-Riau.
Saya sediri masih sulit menyesuaikan jam tidur seperti di Jakarta. Suhu tajam di Palu, saya duga, menjadi salah satu penyebab sulitnya kelopak mata tertutup untuk melewatkan malam. Lepas tengah malam belum menunjukkan rasa kantuk merebahkan tubuh. Tapi apa daya, subuh jelang fajar harus saya paksa tidur.
Adaptasi memang selalu menjadi bagian yang tidak bisa berjalan mulus dalam 1 atau 2 hari. Mungkin 3 hari atau berhari-hari seterusnya.
Cerita soal adaptasi ini, kami juga terus “beradaptasi” dengan komunitas-komunitas guna merapikan data keanggotaan dan pelayanan ke mereka. Dalam cerita membangun sistem tanggap darurat berkelanjutan, ke-rapi-an data sesuai dengan administrasi di AMAN menjadi satu faktor terdepan sebelum melangkah ke strategi berikutnya.
baca juga: Membangun Sistem Tanggap Darurat Berkelanjutan
Pelayanan komunitas terdampak gempa kini telah melewati tahap tanggap darurat. Kesinambungan pelayanan untuk memastikan komunitas terdampak kemudian memerlukan pendekatan strategi: konsolidasi.
Dalam rapat kemarin (2/11), disepakati untuk menentukan komunitas-komunitas prioritas yang akan dilayani setiap seminggu sekali. Penentuan prioritas diestafetkan minggu per minggu. Di sinilah tahap memperinci data komunitas dikerjakan sehingga terbaca dan mudah dipahami siapa saja jika dirujuk komunitas prioritas dimaksud.
Riky Aprizal, Farid Wajdi dan Yoga Kiply duduk sekaligus mengulas rincian administrasi secara wilayah adat dari sejauh ini komunitas di Sulteng yang bekerja berdasarkan administrasi pemerintah. Ketiganya saling bekerjasama dengan tim-tim relawan yang berasal dari Pengurus Daerah dan Pengurus Wilayah serta organisasi sayap.
Minggu pertama ini, daerah-daerah yang disepakati jadi prioritas yaitu Sigi, Parigi Moutong dan Donggala.
Jakob Siringoringo