Jakarta, (12/12), www.aman.or.id - Presiden Joko Widodo meluncurkan portal Kebijakan Satu Peta pada acara yang digelar oleh Kementerian Koordinator Bidang Perkenomian, kemarin (11/12) di Jakarta.

Kebijakan Satu Peta (one map policy) dirancang dengan tujuan untuk penyelesaian konflik tumpang tindih penguasaan lahan. Namun bagaimana bisa mencapai tujuan jika peta-peta wilayah adat tidak atau belum dimasukkan ke dalam geoportal sejak awal?

Kepala BRWA Kasmita Widodo mempertanyakan peluncuran portal tersebut. Ia mengatakan mestinya pemerintah lebih terbuka dalam melakukan langkah koreksi terhadap peta-peta tematik yang diproduksi (diterbitkan) oleh pemerintah dan menimbulkan berbagai persoalan tumpang tindih, konflik agraria dan sumber daya alam.

Salah satu isu mengenai standardisasi peta wilayah adat juga menjadi perhatian bersama, hingga akhirnya BIG membuat Pedoman Pemetaan Wilayah Masyarakat Hukum Adat melalui Peraturan Kepala BIG Nomor 12 Tahun 2017. Ini menjadi pintu masuk proses integrasi peta-peta wilayah adat ke dalam geoportal Kebijakan Satu Peta.

“Bagaimana posisi peta-peta wilayah adat itu sekarang?”

Tertutup

Geoportal Kebijakan Satu Peta yang diluncurkan Presiden tersebut ternyata tidak bisa diakses peta-peta tematiknya.

Pembatasan akses ini berdasar pada Keppres Nomor 20 Tahun 2018 tentang Kewenangan Akses untuk Berbagi Data dan Informasi Geospasial melalui Jaringan Informasi Geospasial Nasional dalam Kegiatan Percepatan Pelaksanaan Kebijakan Satu Peta.

Hanya Presiden, Wakil Presiden, Menteri Koodinator Bidang Perekonomian, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas, dan Kepala BIG yang memiliki akses penuh mengunduh dan melihat data geoportal.

Dengan demikian, tidak bisa diakses oleh publik saat ini. Publik hanya bisa melihat keterangan peta-peta tematik yang sudah dikompilasi. Peta tanah ulayat (peta wilayah adat) dan peta hutan adat menurut informasi dari keterangan di geoportal tersebut sudah dikpompilasi, tapi tidak bisa diakses.

Menanggapi pembatasan akses tersebut, Sekjen AMAN periode 2007-2017 Abdon Nababan mengatakan bahwa peluncuran tersebut tidak sesuai harapan Masyarakat Adat.

“Saya menyayangkan pembatasan akses publik untuk melihat peta tematik hak ulayat/wilayah adat ini. Bagaimana kita bisa membantu dan berkontribusi dalam upaya perbaikan peta dan perpetaan kalau akses tertutup?”

Mudah-mudahan ada penjelasan resmi segera tentang mekanisme partisipasi penuh dan efektif bagi para pihak, khususnya bagi Masyarakat Adat yang eksistensi dan hak-hak konstitusionalnya telah terabaikan dalam administrasi negara dan pemerintahan selama lebih dari 70 tahun, kata Abdon.

Tanpa partisipasi publik yang luas, lanjutnya, one map policy ini akan tumpul melakukan koreksi terhadap sektoralisme dan tidak akan membantu penyelesaian konflik agraria yang sudah nyata-nyata menghambat pembangunan nasional kita.

Di sisi lain Dodo menambahkan, peluncuran Geoportal Kebijakan Satu Peta ini hanya untuk keperluan internal pemerintah. Publik belum bisa mengaksesnya. Tapi mengapa sudah diluncurkan?

Padahal ada 1,2 juta hektar peta wilayah adat yang sudah ditetapkan melalui Peraturan Daerah atau SK Bupati dari 9,3 juta hektar peta yang terdaftar di BRWA.

Jakob Siringoringo

Writer : Jakob Siringoringo | Jakarta