Jakarta (23/4/2019), www.aman.or.id - Di samping capaian-capaian yang akan disampaikan dalam Forum Permanen, AMAN juga mengusung misi khusus tersendiri. Delegasi AMAN yang dipimpin Sekjen AMAN, Rukka Sombolinggi bergerak mengawal Wakil Ketua DAMANNAS, Abdon Nababan yang diutus sebagai calon anggota Forum Permanen PBB tentang Masyarakat Adat (UN Expert Member).

Menurut Rukka, statusnya saat ini sudah resmi masuk listing/daftar sebagai kandidat. Selanjutnya penunjukan pengesahan ini akan dilakukan oleh Presiden ECOSOC. Sebagaimana biasanya, maka tahun ini juga Presiden ECOSOC akan mengumumkan nama-nama yang akan menjadi anggota-anggotanya.

Perihal pencalonan Abdon, Rukka, “Saya ingin meluruskan bahwa bukan AMAN yang mengusulkannya, tapi saudara-saudara kita dari organisasi-organisasi Masyarakat Adat di seluruh Asia yang meminta AMAN untuk merelakan Abdon diutus menjadi anggota Forum Permanen mewakili Asia.”

Sebelumnya, usul tersebut telah dibawa dan dibahas di Rapat Pengurus Besar (RPB) AMAN pada 2018. Saat itu, forum RPB meminta Abdon agar bersedia menjawab permintaan tersebut. Abdon mengiyakan. Kemudian Sekjen AMAN menindaklanjuti bersama dengan Deputi IV Sekjen AMAN, Mina Susana Setra dan Abdon sendiri.

Hal ini dikarenakan permintaan kepada Abdon itu bukan hanya disampaikan kepada Rukka, melainkan juga kepada Mina dan Abdon sendiri.

“Jadi utusan-utusan dari berbagai negara datang ke kita untuk meminta Abdon menjadi anggota Forum Permanen, dan jawaban dari Abdon adalah bersedia dengan catatan akan terus mendapat dukungan. Tentu saja itu tidak akan menjadi masalah karena sudah tradisi di organisasi bahwa di mana kader kita berada, kita akan dukung secara penuh,” kata Rukka.

Setelah Abdon mengatakan iya, AMAN langsung memproses. Rukka dan Mina berkomunikasi dengan organisasi-organisasi lain dan menyampaikan bahwa Abdon sudah bersedia yang kemudian direspons untuk segera menulis nama lengkapnya dan kemudian mendapat apa yang disebut dengan endorsement.

“Teman-teman dari seluruh Asia menyetujui, tidak ada yang menolak. Suaranya mutlak diusung oleh seluruh organisasi Masyarakat Adat se-Asia menjadi anggota Forum Permanen.”

Soal mekanisme keterpilihannya, proses selama ini, untuk utusan Masyarakat Adat yang akan duduk dari 8 orang itu biasanya Presiden ECOSOC menerima usulan dari Masyarakat Adat, sehingga hanya tinggal membuat semacam SK-nya saja. Hasil akhirnya diumumkan di semester kedua tahun 2019, karena mulai Januari 2020 mereka sudah harus mulai bertugas.

Terkait dengan tugas-tugasnya, anggota-anggota Forum Permanen memiiki mandat khusus. Mereka bisa membuat studi dan laporan-laporan tentang Masyarakat Adat di seluruh dunia.

“Jadi ketika Abdon terpilih sebagai anggota Forum Permanen walau memang anggota dari Asia, tetapi dia akan bekerja secara global. Mereka bisa melakukan studi, kunjungan-kunjungan ke beberapa negara; memenuhi undangan, dll.”

Nantinya, Abdon akan keliling Asia karena biasanya kalau ada pertemuan-pertemuan regional atau ada pertemuan-pertemuan penting negara, UN Special Rappertour dan UNPFII diundang.

Misalnya, tutur Rukka, waktu kita kongres ada yang datang, kita merayakan HIMAS seperti di Bali 2015, Victoria Tauli-Corpuz datang, nah Abdon nanti akan seperti itu fungsinya, lebih banyak jalan dan mereka juga akan membuat rekomendasi-rekomendasi.

Rekomendasi kepada pemerintah, kepada Masyarakat Adat, dan kepada lembaga-lembaga internasional. Mereka akan terus mengawasinya, bagaimana pemerintah melaksanakannya, bagaimana badan-badan lainnya di PBB melaksanakannya, bagaimana Masyarakat Adat melaksanakannya.

Sebagai organisasi yang ikut mendukung dan mengutus Abdon, AMAN sudah siap terus mendukung dalam pekerjaan Abdon ke depan, dan kolega dari negara-negara lain di Asia juga mengatakan juga siap mendukung pekerjaan Abdon nantinya.

Kelak ketika sudah menjadi anggota Forum Permanen, Abdon juga akan menjadi jembatan antara Masyarakat Adat dengan pemerintah Indonesia. Di sini perlu ditelisik peran pemerintah Indonesia terhadap Masyarakat Adat.

“Sebenarnya dalam beberapa tahun terakhir ada perubahan-perubahan, misalnya NDC Indonesia dan pernyataan Presiden Jokowi waktu di Paris yang menyatakan Indigenous Peoples. Artinya, itu adalah bukti bahwa Masyarakat Adat di Indonesia diakui sebagai Indigenous Peoples. Akan tetapi, masih banyak pernyataan resmi pemerintah yang mengatakan bahwa Indigenous Peoples tidak ada di Indonesia,” Rukka menjelaskan.

Inilah yang harus dijembatani. Di situlah nanti Abdon mestinya bisa menjadi jembatan untuk mendudukkan bersama berbagai aspirasi antara Masyarakat Adat yang merasa Indigenous Peoples dan negara/pemerintah dalam hal ini.

“Kalau kita lihat kenapa dua posisi ini berbeda, antara Masyarakat Adat dengan pemerintah, itu karena saat ini pemerintah memahami Indigenous Peoples dalam konteks dekolonisasi. Masa dekolonisasi (abad 20), ketika itu semangatnya membebaskan bangsa kita dari penjajahan bangsa-bangsa Eropa. Sementara di dalam berbagai negosiasai pertemuan internasional sejak zaman itu sampai 2007, ketika deklarasi PBB itu disahkan, sesungguhnya konsepsi Indigenous Peoples itu sudah berkembang sangat maju, sudah mengalami pemutakhiran, sudah sangat kekinian untuk merespon dan melihat perkembangan situasi di negara masing-masing/negara-negara yang sudah merdeka itu.”

Karena itu, harus ada dialog antara Masyarakat Adat di Indonesia dengan pemerintah.

“Bagaimana sebenarnya kita merespon ini? Kenapa? Karena dengan pemerintah mengakui bahwa Indigenous Peoples ada di Indonesia dan itu adalah Masyarakat Adat, sebenarnya Indonesia di mata dunia sudah bisa unjuk gigi bahwa capaiannya sudah banyak. Karena itu, kita terus mencoba mengetuk pintu Kementerian Luar Negeri. Mudah-mudahan dengan Abdon hadir sebagai calon untuk UNPFII, ini bisa menjadi kesempatan untuk rekonsiliasi. Bersatu dalam semangat antara Masyarakat Adat-Indigenous Peoples di Indonesia dengan pemerintah,” jelas Rukka.

Rukka, di akhir mengatakan bahwa sebenarnya pekerjaan kita adalah merawat Indonesia; dan menjaga Indonesia, merawat kedaulatan, merawat bhinneka tunggal ika, itu hanya bisa kalau Masyarakat Adat tetap ada.

Jakob Siringoringo

Writer : Jakob Siringoringo | Jakarta