Jakarta (23/7/2019), www.aman.or.id - Hadirnya perusahaan tambang batubara di Kabupaten Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur telah memorak-porandakan kehidupan Masyarakat Adat atas wilayah adatnya dan identitas budayanya. Masyarakat Adat terusir dari wilayah adatnya karena ekspansi perusahaan terus dilakukan melalui perizinan yang diberikan oleh pemerintah. Sehingga mengakibatkan para pemuda/pemudi keluar dari kampung dan bekerja di perusahaan sebagai buruh pabrik.

Ideng Putri, seorang perempuan adat Paser, tetap bertahan di kampung untuk memperjuangkan tanah adat yang dirampas oleh perusahaan. Bagi Ideng, memperjuangkan hak-hak Masyarakat Adat merupakan salah satu panggilan hidup dan tugas yang sangat mulia. “Hutan, air, dan sumber daya alam lainnya diwariskan oleh para tetua adat untuk kita pertahankan. Meski sendiri, saya akan terus berjuang dan mempertahankannya,” kata Ideng.

Kegelisahan Ideng terhadap kondisi kampungnya berawal dari maraknya perampasan wilayah adat, serta minimnya kepedulian para pemuda/pemudi terhadap penindasan yang dialami Masyarakat Adat. Ideng mengatakan bahwa banyak orang-orang pintar di komunitas. Tapi, mereka malah mendukung dan berpihak kepada perusahaan demi kepentingan pribadi.

“Kalau tidak kita yang memperjuangkan hak-hak Masyarakat Adat dan mempertahankan wilayah adat kita, siapa lagi?” tegasnya.

Keterlibatan Ideng dalam gerakan Masyarakat Adat tidak terlepas dari bantuan sejumlah teman-temannya. Kusnadi, seorang aktivis agraria dan lingkungan, menjadi teman diskusi Ideng untuk memperjuangkan hak-hak Masyarakat Adat. Kusnadi memperkenalkan berbagai gerakan sosial kepada Ideng. Hingga, pada tahun 1999, Kusnadi menyarankan Ideng terlibat dan mengikuti kongres Masyarakat Adat di Hotel Indonesia, Jakarta. Pertemuan tersebut melahirkan Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN).

Sebelum Ideng mengikuti kongres di Jakarta, dalam tahun yang sama, terlebih dahulu diadakan musyawarah besar Masyarakat Adat, yang berlangsung di Desa Putak, Kutai Kartanegara, Kalimantan Tiimur.

Ideng bilang adat istiadat dan nilai-nilai kearifaan lokal merupakan tradisi yang diwariskan secara turun-temurun, kemudian menjadi identitas Masyarakat Adat. Atas dasar inilah, Ideng terus berjuang untuk menuntut pengakuan dan perlindungan hak-hak Masyarakat Adat di Indonesia. “Kalau ini tidak kita perjuangkan, saya percaya Masyarakat Adat semakin miskin dan hilang dari peradaban,” sambungnya.

AMAN merupakan rumah bagi Masyarakat Adat untuk memperjuangkan hak-hak sebagai warga negara. Ideng menyebut bahwa gerakan yang dibangun dan dilakukan AMAN tidak terlepas dari kepentingan Masyarakat Adat. Masyarakat Adat di Nusantara mempunyai satu visi dan misi yang sama untuk mempermudah mencapai tujuan bersama, yaitu pengakuan dan perlindungan.

“Perjuangannya AMAN benar-benar perjuangan dari bawah yang sesuai dengan nilai-nilai Masyarakat Adat, sebagaimana AMAN memang terdiri dari komunitas-komunitas adat di nusantara,” katanya.

Selain aktif mengorganisir Masyarakat Adat di komunitasnya, Ideng juga terlibat dalam PEREMPUAN AMAN dan saat ini Ideng disibukkan dengan kegiatan sekolah adat. Ideng bersama rekan-rekannya membentuk sekolah adat sekitar pertengahan tahun 2018, yaitu Sekolah Adat Meturon Penepet Paser.

“Saya mendirikan sekolah adat agar kelak pemuda/pemudi dapat bersatu untuk memperjuangkan hak-haknya,” tutupnya.

Lasron P. Sinurat

Writer : Lasron P. Sinurat | Jakarta